25-Mar-14
(Lanjutan dari : at Supermarket)
Kutekan tombol lift menuju lantai dasar pusat perbelanjaan yang masih sepi itu, tidak sampai sepuluh detik lift yang kunaiki pun tiba di area basement parkir. Sambil membawa dua kantung plastik besar berisi barang belanjaanku, aku berjalan cepat menuju tempatku menyimpan motor. Angin sejuk kota Bogor yang sudah lama tak kurasakan memaksa masuk ke celah jaket dan mengibaskan rambutku. Sambil sedikit menggigil aku mempercepat langkahku.
Karena hari masih belum terlalu siang, area parkir pun tidak begitu ramai. Dengan mudahnya kutemukan motor matic kesayangku diparkir di sebelah pintu keluar. Sengaja kusimpan di situ agar mudah keluar. Kumasukkan beberapa barang belanjaan ke bagasi motor dan sisanya tetap di dalam kantung plastik. Setelah kuikat kantung plastik dengan kencang dan kusimpan di tempat pijakan kaki depan, kupakai helm, tidak lupa menyetel musik dari handphone-ku dengan suara pelan dan kupasang earphone di kedua telingaku. Aku tidak bisa menyetir tanpa musik di sampingku, sepi rasanya.
Setelah membayar tiket parkir, aku pun melaju dengan kecepatan sedang menuju ke rumah. Lagu Konayuki milik band Remioromen mengalun dengan lembut selama perjalanan dari balik earphone-ku.Dari pusat perbelanjaan menuju rumahku hanya memakan waktu 20 menit dengan menggunakan motor. Aku harus melewati 3 perempatan sebelum tiba di rumah. Dari perempatan pertama ini, aku membelokkan motorku ke kiri dan melewati sebuah taman yang cukup asri. Begitu melewati taman itu, kulihat sebuah mobil Suzuki Swift berwarna merah dengan sticker salah satu tokoh game Final Fantasy IX di kaca belakangnya yang tidak asing bagiku, sedang berhenti di pinggir jalan.Kulihat seorang cowok sedang jongkok di samping mobil itu.
Aldi!
Ya!
Itu mobil Aldi, dan cowok yang sedang jongkok itu pasti Aldi.
Aku menurunkan kecepatan motorku dan melihat ke arah mobil merah itu sambil memicingkan mata untuk meyakinkan bahwa itu memang Aldi dengan mobilnya. Kujalankan motor dengan pelan namun tidak berhenti di samping mobil merah itu. Nampaknya si pemiliki mobil tidak menyadari keberadaanku karena saat itu ia membelakangiku.Kulihat kap depan mobil merah itu terbuka dan mengeluarkan sedikit asap. Dengan hanya melihat itu pun aku bisa menyimpulkan kalau mobil merah itu sedang bermasalah alias mogok. Aku berniat menghentikan motorku dan menghampiri Aldi, tapi ketika teringat kalau aku sedang kesal dengannya, aku pun mengurungkan niatku dan menambah kecepatan meninggalkan Aldi yang berjongkok memandang mobil kesayangannya.
Semakin aku menambah kecepatan laju motorku, semakin jelas wajah Aldi melayang-layang di kepalaku.
Tidak! Peduli amat sama cowok ngeselin itu. Apa urusanku? Mobilnya mogok kan bukan salahku? Kenapa aku harus menolongnya? Ngapain juga aku balik lagi dan membantunya? Semua rasa kesalku seperti terbalaskan ketika melihat Aldi kesusahan.
Tapi semakin aku menertawakan dia dalam kesulitannya, semakin jelas wajahnya berputar-putar di kepalaku. Dan di perempatan ketiga yang tinggal berjarak 200 meter menuju rumahku, entah angin apa yang membuat aku memutar balik sepeda motorku menuju arah berlawanan dari rumahku.
Tidak kurang dari 10 menit, sepeda motorku telah berada di dekat mobil merah yang kulihat tadi bersama pemiliknya yang kebingungan.
Bodohnya aku, ngapain balik lagi cuma buat nolongin cowok ngeselin ini?, pikirku. Biar saja. Biarkan saja dia di situ. Nanti juga paling ada orang lain yang nolongin. Dia juga bisa telepon bengkel terdekat untuk menderek mobilnya. Lagipula aku sama sekali tidak mengerti apa-apa soal mobil mogok. Bantuanku pun pasti tidak ada apa-apanya.
Semakin kuat aku menolak membantunya, entah kenapa semakin lebar langkahku mennghampiri cowok yang sering membuatku kesal ini. Kakiku seperti ditarik, seperti tidak bisa membiarkan dia begitu saja.
Krak!
Suara ranting yang kuinjak membuat Aldi sadar bahwa ada seseorang di sebelahnya dan dengan refleks dia menoleh."Sally? Kok kamu di sini?" suara Aldi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
"Mobil kamu kenapa?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Aldi. Mana mungkin kan aku menjawab kalau aku tiba-tiba balik ke sini setelah hampir sampai di rumah, hanya karena melihat dia dengan mobilnya yang mogok.
"Errr, mogok. Hahahaa." seperti biasa dia meringis sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapih.
"Trus? Kamu mau ngapain? Telepon bengkel?"
"Udah telepon sih, 30 menit lagi dia datang katanya. Tapi...." Aldi tidak meneruskan kata-katanya.
"Tapi apa?" aku malah dibuat penasaran olehnya.
"Tapi aku harus buru-buru nih, ada pertandingan Futsal dan nggak ada pemain cadangan. 10 menit lagi dimulai." Aldi mengacak-ngacak rambutnya, kebiasaannya ketika dia gelisah.
"Cari taksi aja, atau angkot, atau ojek, atau...."
"Oiya, kamu bawa motor kan?!" Aldi memotong kata-kataku yang belum selesai.
"Ada sih."
"Pake motor kamu aja, ya." Aldi mulai bersemangat karena menemukan secercah harapan.
"Hah?! Enak aja? Emang motorku ojek?!" aku menjawab ketus.
Tapi seperti tidak mengindahkan protesku, Aldi malah mendorongku menuju sepeda motor matic yang kuparkir tidak jauh dari mobil Aldi. Dia memberikan helm-ku tanda agar aku memakainya dan menyuruhku segera menghidupkan mesin.
"Kamu yang nyetir. Aku di belakang." Tanpa dikomando Aldi sudah duduk di jok belakang.
"Hah?!"
"Udah cepet. Keburu mulai nih pertandingannya. Aku jadi kiper, nggak boleh telat." Aldi tetap tidak mengindahkan protesku. "Kalo aku duduk di jok belakang, kan ntar turunnya gampang. Tinggal loncat. Hehehe." dia menambahkan sambil terkekeh.
Seperti tidak ada kesempatan untukku protes lagi, aku pun menurut dan menarik gas sepeda motorku menuju tempat pertandingan futsal yang ditunjukkan Aldi. Sudah tadi bikin kesel di supermarket dengan tiba-tiba membuntutiku, sekarang dengan seenaknya numpang di jok belakang dan minta diantar ke tempat pertandingan futsal. Huh, menyebalkan!
Dan semakin menyebalkan lagi ketika aku menurut saja.
Sepanjang perjalanan, Aldi jadi pendiam, tidak mengoceh seperti biasanya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Ly..." tiba-tiba Aldi membuka pembicaraan.
"Apa?" aku menjawab dengan tetap fokus melihat jalan di depan.
"Jangan ngebut-ngebut ya." jawabnya datar.
"Hah? Apa? Nggak kedengeran." aku sedikit berteriak.
"Maksudku, jangan-ngebut-ngebut...." jawabnya perlahan sambil mendekatkan wajahnya ke telingaku yang tertutup helm, sehingga aku bisa merasakan rambut depannya menyentuh wajahku.
Seperti tidak memberiku kesempatan untuk menghilangkan rasa terkejutku dengan sikapnya yang tiba-tiba itu, Aldi tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggangku, dengan dagu diletakkannya di bahu kiriku. Seperti pasangan yang sedang naik motor saling berpelukkan dari belakang. Bedanya, ini yang cewek di depan dan yang cowok di belakang.
Diberi kejutan dua kali berturut-turut, spontan aku berteriak sambil menoleh ke belakang.
"Apa-apaan kamu?! Lepasin!" aku tidak tahu harus berkata apa.
"Eeehh, lagi nyupir liat ke depan, Nona. Awas nabrak lho." tanpa mendengarkan teriakanku, Aldi malah semakin mendekatkan wajahnya.
Kurasakan wajahku memanas dan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa karena harus fokus melihat jalan di depan, langsung kembali menghadap ke depan.
"Pokonya lepasin!" dengan mata tetap melihat ke depan, aku meneriaki Aldi.
Dan orang yang kuteriaki tidak memedulikannya. Ia masih tetap melingkarkan tangannya di pinggangku dengan dagunya yang menempel di bahu kiriku.
CKIIIITTTTTTT!!
Suara rem di kedua stang sepeda motor yang kutarik begitu keras hingga Aldi yang duduk di belakang agak terjerembab ke depan dan dadanya menempel di punggungku.
"Turun!" aku buru-buru melepas helm dan melotot ke arah Aldi.
"Iya, iya, iya. Sabar, Ly....aku kan cuma bercanda." Aldi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum jail.
"Ngapain sih kamu?! Minta ditonjok ya?" aku masih menatap lekat-lekat cowok tinggi di hadapanku itu.
"Habisnya, kamu dari tadi cemberut terus, jadi aku sedikit becandain. Dari supermarket udah cemberut, aku tawarin anterin pulang nggak mau, waktu mobilku mogok kamu pergi begitu aja. Yaahh, walaupun pada akhirnya kamu balik lagi sih..." Aldi menjelaskan panjang lebar tanpa berani menatap wajahku.
Hah?!
Tadi dia bilang apa? Waktu mobilnya mogok, dia tau aku lewat dan meninggalkannya begitu saja? Lalu, dia juga tahu aku balik lagi setelah hampir dekat rumah? Maksudnya apa? Aku terus bertanya-tanya dalam hati, tanpa berani menanyakan langsung pada Aldi.
"Kenapa kamu balik lagi tadi? Padahal kan lagi ngambek sama aku, kenapa malah bantuin waktu mobilku mogok?" sebuah pertanyaan dari Aldi yang membuat aku bagaikan dilempar bom dari segala penjuru.
"Aku kan cuma nolongin temen yang kesusahan. Nolong orang kan nggak perlu alasan." jawabku.
Dan menolong orang yang kusukai, apalagi saat dia lagi kesulitan, itu jelas-jelas nggak perlu alasan, kan?! teriakku dalam hati.
"Oiyaya, haha." seperti biasa, Aldi menanggapi dengan santai.
Aku pun hanya bisa menarik napas melihat kelakuan cowok yang kusukai yang mungkin selamanya dia tidak akan pernah sadar.
"Yuk!" Aldi tiba-tiba mendekat ke arahku.
Kejadian yang tiba-tiba di atas motor tadi membuatku jadi lebih waspada, sehingga tanpa sadar aku berjalan mundur menjauhi Aldi.
"Mau apa?" tanyaku.
"Lha, ke pertandingan futsal. Aku jadi kiper nihh." aku hampir lupa tujuan semula gara-gara sikap Aldi yang tiba-tiba tadi.
"Pergi aja sendiri! Aku mau pulang!" jawabku ketus sambil mengambil helm, menyalakan mesin dan melaju meninggalkan Aldi yang hanya bengong di pinggir jalan.
"Aku jadi kiper, Ly. Ntar yang jaga gawangnya siapa......" Aldi hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Pernah mendengar istilah kalau cewek itu lain di mulut lain di hati? Mungkin akulah salah satunya. Setiap kali aku bertemu Aldi, pasti selalu ketus dan bertengkar dengannya. Tapi dalam hati aku sangat senang bertemu dengannya, mendengar ceritanya, bercanda dan memperhatikannya dari jauh. Mungkin aku terlalu malu bersikap manis pada orang yang kusukai, jadinya malah kusembunyikan dengan bersikap judes.
Kalau seperti ini terus, sampai kapanpun mungkin dia tidak akan sadar dengan perasaanku yang sebenarnya.
*Hadeeuuhhh, mau diapain dua tokoh ini.......*
No comments:
Post a Comment