penyegaran

"Pantesan kamu akhir-akhir jarang ngegalau di LINE, ternyataaa, oh ternyataaaaa....."

Sindirian Bos GM di pagi hari sambil melirik mejaku dan meja di depanku yang biasanya ditempati auditor.
Bos GM yang asli orang Medan blasteran Pekanbaru ini baeeeekk banget. Pokoke bos terbaik dan terbijak yang pernah kupunya. Dia suka baca-baca timeline-ku sambil sesekali nenangin kalo aku lagi kumat galau-nya *masih musim galo, mbak?!*

Nah, seperti yang si Bos sindir pagi-pagi buta tadi kalo ekeu ternyata jarang berkicau di LINE akhir-akhir ini, rupanya perkiraan bapa Bos emang bener sih.

"Pantesan toh kamu betah di meja, pemandangan indah begitu. Strategis banget ya." sambil ikutan memandangi mahluk tjakep di sebrang mejaku dan sok-sok-an ikutan ngobrol pake bahasa Jepang, padahal dia bisanya cuma arigato sama aho doank.

"Gapapa lah, Pak. Refreshing donk kali-kali. Kan lumayan ada penyegaran." jawabku nyengir sambil sesekali curi-curi pandang ke meja sebrang.

Awww!
Mata genit.
Mata genitnya manaaaa!!!
*dikeplak*

"Iya, saya ngerti kok. Gapapa, biar kamu nggak ngegalo mulu di LINE." balas bapa Bos sambil ngedipin mata.
ke arahku
tentunya
bukan ke arah auditor.

Paak, saya maunya dikedipin sama auditor, bukan sama bapa.
*diselepet laptop*

Mungkin satu-satunya oasis di tengah padang gurun gersang dan penuh kemunafikan *LEBAY* di dalam lingkungan kerja, ya cuma kedatangan tamu auditor itu.
Apalagi kalo auditor-nya ganteng, tinggi pake banget, nice, ramah dan senyumnya itu loh bikin NYESSS di hati.

Oiya, keasikan heboh sendiri malah lupa ngenalin si auditor.
Kang mas auditor yang datang jauh-jauh dari Saitama - Jepang ini bernama Osanai Makoto. Dia masih satu perusahaan sama tempatku kerja, cuma dia ditempatkan di Gyoda Factory - Jepang di bagian Quality Control.
*kapan gue dimutasi ke sana cobaaa... #ngarep*

Setahun sekali selalu ada 'hajatan' rutin yaitu audit QCD (Quality-Cost-Delivery) langsung dari Jepang pusat ke cabang-cabang perusahaan di negara lainnya, termasuk Indonesia.
Nah, si Kang Osanai ini kebetulan dapet giliran ngaudit ke Indonesia.
Cowok jangkuuuung banget ini baeek banget, apalagi senyumnya yang bikin nggak tahan itu bok! Manis banget sampe bikin diabetes #HALAH

Satu hal yang selalu kepikiran adalah : kenapa gue selalu ngefans sama cowok jangkung yang jangkungnya melebihi normal yak? (tingginya mungkin lebih dari 185cm, ampe sakit ini leher kalo ngobrol ama dia sambil berdiri)
Demi perbaikan keturunannya kali ya.
Haha.
Auditor sebelumnya juga jangkuuung banget melebihi normal, dan yeah you know what next happend.
*siul-siul pura-pura lupa*

Nggak banyak sih yang bisa diceritain dari Osanai-san ini. Soale, dia lebih banyak jaim dan diem.
Atau, emang orangnya kalem aja kali ya, nggak banyak bacot dan iseng kayak auditor sebelumnya.
#eh
*siul-siul pura-pura lupa*

Seperti yang udah-udah, Kang mas Osanai ini cuma dua minggu melancong ke Indonesia, abis itu ya udah yu dadah yu babai.
Dan kehidupanku yang berbunga-bunga akan kembali suram dan dipenuhi awan mendung setiap harinya *loncat dari atap gedung*

Yah, seperti yang dibilang Bos di atas, gapapa lah meski cuma dua minggu, daripada nggak ada penyegaran sama sekali :)

Ceritanya sampe disini dulu ya, aku mau memandangi mahluk tjakep di sebrang sana.
*dipelototin Bos*


[kalo posisinya strategis kayak gini, sapa yang nggak betah di meja cobaaaa!]






pria

Sebetulnya, sore ini aku berencana pulang ke Bandung.
Booking travel sudah siap, packing baju dan keperluan lainnya pun OK (keperluan lain = Hard disk maksudnya^^), intinya pulang kerja nanti langsung melesat menuju shuttle travel setelah menyimpan motor dulu di kosan.

Tapi,
semua itu buyar ketika di pagi yang tenang dan damai babeh tiba-tiba ngamuk tanpa alasan yang jelas. Dia mengirim SMS pada kami semua (termasuk Ibu dan adik laki-lakiku) yang berisi kemarahannya. Setelah kutelepon Ibu, rupanya masalahnya sepele : accu mobil habis ketika kebetulan dia mau pergi.

Bukan kemarahannya yang membuatku kesal, tapi cara dia marah dengan mencaci maki seluruh anggota keluarga. Mulai dari kami tidak becus lah, kami semua goblok padahal lulusan sarjana dan bekerja di tempat bagus, kami semua tolol karena dari semua anggota keluarga hanya dia yang bisa menyetir mobil sedangkan aku dan Ibuku yang pernah kursus menyetir sekalipun masih tidak bisa berani pergi sendiri menggunakan mobil, dan banyak umpatan yang sebetulnya tidak pantas diucapkan oleh seorang Ayah kepada anggota keluarganya sendiri, meski hanya dalam bentuk SMS.

Dari dulu, Ayahku memang temperamen.
Cepat marah dan kata-kata yang keluar tidak pernah di filter apalagi memikirkan apa yang dia ucap bisa membuat orang sakit hati atau tidak.
Awalnya kumaklumi karena dia orang Sumatra yang notabene-nya memiliki watak keras.
Tetapi, setelah aku mengenal banyak orang, mulai dari kuliah, tempat kerja hingga daerah-daerah yang pernah kusinggahi saat traveling, aku berkesimpulan bahwa orang Sumatra mungkin memiliki watak keras namun mereka tidak jahat.
Mereka tidak bermulut sampah, justru dibalik wataknya yang keras mereka sangat baik dan care.
Bahkan dua bos-ku yang sekarang adalah orang Riau dan Medan yang justru sangaaaaat baik atau bahkan Bos terbaik yang pernah kupunya.

Mereka sopan, ramah, care, bijak dan smart dalam memperlakukan orang, baik itu sesama orang Sumatra atau yang berbeda daerah bahkan beda negara.

Ternyata memang ayahku yang brengsek.
Orang Sumatra tidak salah. Maafkan aku karena telah men-judge kalian seenaknya.

Tidak hanya satu-dua kali kelakuan ayahku kumat.
Sejak aku kecil, entah berapa kali dia berkelakuan seperti itu, bahkan aku -anak perempuan satu-satunya- pernah ditendang tanpa sebab yang jelas.
Itu amat sangat berbekas hingga sekarang.
Bahkan sampai mengkhianati Ibuku sebagai istrinya sendiri. [you know what I mean....]
Dan masih banyak lagi yang membuatku tidak pernah respect apalagi hormat pada ayah.

Mungkin,
banyak dari teman-teman di luar sana, apalagi yang sudah tidak memiliki ayah akan berkata padaku : Itu ayahmu satu-satunya, jaga dia baik-baik, karena kalau kamu nanti seperti kami yang tidak punya ayah, pasti kamu akan menyesal.

Mungkin,
kalau sosok ayah yang kalian punya amat sangat menjaga keluarganya dan rela berkorban.
Tapi, kalau seorang ayah yang seharusnya melindungi keluarganya malah mencaci maki bahkan untuk anak perempuannya sendiri pun tidak mau berkorban, apakah masih pantas dan layak untuk mengakui dia sebagai ayah?

Jujur saja, mungkin salah satu alasan kenapa aku belum menikah pun salah satunya karena ayahku.
Ketika aku dekat dengan seorang pria dan menuju arah serius, entah kenapa begitu aku teringat ayahku, aku langsung menjauh dari si pria itu.
Biasanya setiap anak perempuan mengidolakan ayahnya dan berharap calon pasangannya pun seperti ayahnya, bukan?

Yang terjadi padaku justru sebaliknya, aku berharap bahkan bersumpah agar aku tidak memiliki pasangan seperti ayahku.
Bahkan parahnya lagi, aku menganggap bahwa semua pria itu nantinya akan sama seperti ayahku.
Manis ketika pacaran, hangat dan lembut ketika awal-awal menikah, tapi begitu waktu berlalu ia akan memperlakukan keluarganya layaknya keset yang bisa ia injak dan buang begitu saja.

Oke, mungkin aku terlalu over.
Tapi, mindset seperti itulah yang selalu tertanam pada diriku sejak kecil.
Aku takut jika kelak pasanganku seperti itu.
Aku tidak mau jika keluargaku nanti akan seperti itu.
Aku tidak percaya dengan pria.
[ehm, tapi saya normal dan tetep suka cowok lho ya...haha]

Well, jika suatu hari nanti ada seorang pria yang bisa meyakinkanku bahwa ia tidak seperti ayahku, maybe I will think about marriage.

Tadinya aku mau menelepon Ibuku dan bilang kalau sore ini aku tidak jadi pulang.
Tapi, membayangkan Ibuku seorang diri di rumah dengan keadaaan ayahku yang sedang tidak waras, aku tak tega meninggalkan Ibu sendirian.
Adikku?
Adik nggak guna begitu mana bisa diandalkan.


Semoga malam ini aku bisa tiba di rumah dengan selamat dan disambut dengan senyuman hangat Ibuku, bukan airmata :)

Happy weekend.





gampangan

Akhir-akhir ini saya
gampang marah,
gampang kesal,
gampang menangis,
gampang mengeluarkan kata-kata kasar,
bahkan
gampang mendendam.

Mungkin saya sudah jadi cewek gampangan.
Weew!

[gambar dari Webtoon Yumi's Cell]

Mungkin saat ini sel-sel di dalam otak saya sedang berkata seperti itu.


Awalnya saya pikir ini hanya emosi sesaat yang biasa datang jika sedang PMS.
Tapi, ketika periode PMS berakhir, emosi itu tidak hilang juga.
Bahkan dia sering datang tanpa kenal waktu dan tempat.

Saat bangun tidur, tengah malam, siang bolong, 
saat di kamar seorang diri, bahkan saat meeting dengan banyak orang, pikiran saya tiba-tiba tidak fokus dan bisa tiba-tiba kesal hanya karena hal sepele.

Setiap bangun tidur selalu terasa berat dan enggan untuk pergi ke kantor,
setiap menginjakkan kaki di tempat kerja, pikiran-pikiran tidak menyenangkan selalu datang silih berganti.
Bahkan, pernah di tengah-tengah meeting, saya dengan entengnya bilang, "bahasa Jepangnya lupa. Nggak tau." dengan wajah lempeng dan sebodo amat.
Bahkan saya bisa bolos kerja tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Jadi, kesimpulan yang bisa diambil adalah saya sudah tidak peduli dengan pekerjaan saya. Terserah deh ya mau disebut demotivasi atau apapun itu istilahnya.
Menghitung mundur hingga mendapatkan pekerjaan baru, atau paling lambat hingga akhir tahun ini saya akan segera mengucapkan sayonara dan mengajukan surat resign.

Kenapa nggak langsung aja angkat kaki dan meninggalkan orang-orang primitif itu sekarang juga?
Toh, lowongan kerja untuk Japanese Interpreter selalu tersedia tiap hari, dan amat sangat banyak yang membutuhkan.

Well, saya sedang menunggu THR yang sebentar lagi masuk rekening, plus bonus yang sudah di depan mata, dan visit ke Jepang yang tentunya free karena dibayar oleh kantor sekitar akhir tahun nanti.
Tidak apa kalau banyak yang bilang saya mata duitan, toh saya akui I LIKE MONEY and I NEED IT!
Saya tidak mau munafik, karena memang pada dasarnya saya dan banyak orang di luar sana pasti butuh uang. Lagipula semua yang saya sebutkan di atas memang hak saya, kan tidak baik juga nolak rezeki *ngeles*

6 bulan mungkin akan terasa lama dan menyiksa jika setiap hari yang saya hadapi terus seperti ini.
Tapi, kalau setelah 6 bulan itu saya bisa memetik hasil yang manis, mungkin saya akan coba untuk menjalaninya.

Semoga, saya diberi kekuatan dan kesabaran hingga akhir tahun nanti,
dan diberikan pengganti yang lebih baik.





Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...