[Slice of Life] : Usaha untuk hidup lebih sehat, bahagia dan bijak

Di tahun 2020 ini gue sadar, gue yang pada dasarnya udah overthinking ini jadi orang yang semakin banyak dan semakin sering mikir.

Apakah gue sudah me-manage hidup dengan baik?
Apa yang bisa gue perbaiki, kurangi atau tingkatkan dalam hidup?
Apakah gue bahagia?
Apakah gue sehat fisik, mental dan finansial?
Kalo suatu hari ada apa-apa di hidup gue, apapun itu, apakah gue bisa mengatasinya?
Gue tahu kebahagiaan bukanlah segalanya, tapi setidaknya bisakah gue hidup dengan nyaman dan tenang hingga sisa hidup gue?



Yah begitulah, pokoknya pertanyaan-pertanyaan orang dewasa lah. Haha.
Makin ke sini gue makin berpikir bahwa hidup tuh nggak bisa asal-asalan. Ada banyak banget yang musti dipikirin, disiapin, dan dijaga kalau mau hidup kita sehat dan tentram untuk waktu yang lama.


SEMAKIN GENCAR UNTUK "BELAJAR"

Gue mencoba untuk mempelajari banyak hal. Nggak ada kata terlambat buat belajar menurut gue. Berapapun usia kita. Sumbernya bisa dari mana aja, baca buku dan artikel, dengerin radio, nonton youtube, dan ngobrol dengan temen serta nambah kenalan dengan orang-orang dari berbagai usia, negara, latar belakang dan budaya, supaya cara pikir gue semakin "kaya". Biasanya topik yang menarik minat gue adalah soal menjalin komunikasi yang baik, kesehatan, mengatur keuangan, cara hidup lebih teratur dan disiplin,
hiburan (film, drama, musik, kuliner, dsb) dan banyak lagi.


MULAI HIDUP SEHAT

Kenapa gue baru sekarang gencar untuk hidup sehat?

Karena gue nggak mau lagi kompromi sama kejutan-kejutan nggak mengenakkan lagi dalam hidup gue. Gue ingin memiliki hidup yang lebih baik, bahagia dan nyaman.
Gue masih pengen "ngebolang" dan ngubek dunia yang luas ini, bertemu banyak orang baru, pergi ke tempat baru dan melakukan hal baru. Gue pengen hidup lebih lama dan dengan lebih sehat. *meskipun walahualam usia siapa yang tau ya*

Gue tau semua hal nggak akan mulus terus, pasti ada aja masa-masa sulit. Tapi setidaknya ketika masa-masa sulit itu datang, gue bisa menghadapinya dengan fisik dan mental yang sehat, supaya gue bisa mecahin masalah dengan berpikir sehat dan tentunya dengan finansial yang cukup (kalau masalah yang dihadapi melibatkan uang). Nggak ada yang tau hidup ke depan bakal kayak gimana, tapi yang jelas kita bisa jaga-jaga dan hidup lebih bijak dari sekarang. Gue nggak mau mengulang masa-masa nggak enak dan nggak mau menyesal di kemudian hari.

Semenjak gue tinggal di Jepang 2017 lalu, gue bertekad dan bermisi untuk hidup lebih baik,
sehat, bahagia dan bijak. Apakah tekad dan misi ini selalu bisa konsisten gue jalankan?
Nggak juga. Namanya juga manusia, ada kalanya semangat, ada kalanya males, moody
dan nggak disiplin. Makanya, setiap pergantian tahun sekaligus ulang tahun gue (karena datang di bulan yang sama), suka gue evaluasi ulang.

Trus apa tekad dan misi lo, Ra?

1. GUE MAU LEBIH RAJIN OLAHRAGA

Di rentang usia yang sekarang, gue olahraga bukan lagi untuk niat supaya bisa langsing
(ya kalo sekalian bisa langsingan sih SUKUR BANGET YA KAKAAAK), tapi supaya gue bisa menyalurkan stres dan kesumpekan pikiran, serta membiasakan badan untuk bergerak. Kerasa banget saat-saat gue nggak olahraga, badan rasanya bleeeeh berat
dan mood juga nggak sebagus biasanya.



Satu lagi alasan kuat gue buat lebih rajin olahraga adalah beberapa orang terdekat gue meninggal karena sakit. Gue nggak menyalahkan pola hidup mereka, karena namanya umur nggak ada yang tau. Bahkan yang hidup sehat pun bisa meninggal kapan aja.
Tapi, gue sadar kalau kesehatan amat sangat penting. Gue dititipi badan yang sehat, yang mungkin ngga semua orang memilikinya, masa sih nggak gue jaga?
Buat apa gue tajir kalo duitnya cuma abis buat berobat, nggak bisa menjelajah dunia yang luas ini karena terbentur kondisi badan. Apalagi gue nggak tajir, duit dari mana buat biaya berobat kalo *amit-amit* gue sakit?! Gue juga nggak mau nyusahin orang-orang sekitar.

Sejak 2018 lalu, gue mulai rutin ikutan Hot Yoga.
FYI, hot yoga ini gerakan dan basic-nya sama kayak yoga biasa, bedanya hot yoga dilakukan di ruangan yang suhunya sekitar 30-40 derajat. Dengan duduk aja, udah bercucuran keringet segede jagung, apalagi sambil berpose yoga yang bikin level kesabaran harus ditambah sampai tingkat dewa, keringat bercucuran deras dan AKUH BASYAAAAH, Mas! #apeeuu

Nggak terasa, gue udah menekuni hot yoga hampir 1 tahun 4 bulan! Wow! Rekor terlama gue menekuni sebuah olahraga. Gue pun melakukannya dengan senang hati, sama sekali nggak merasa terpaksa. Gue malah menjadikan yoga hal yang paling gue nantikan sepulang kerja atau pagi hari di weekend, apalagi kalo instruktur yoganya favorit gue. Bahkan rasanya ada yang kurang aja kalo sehari gue nggak yoga.



Selain fisik, berkat hot yoga pikiran pun jadi lebih sehat dan "waras". Gue jadi lebih relax dan nggak gampang terdistraksi oleh hal-hal kecil yang bikin kesel.


2. GUE HARUS KONTROL MAKANAN YANG MASUK KE BADAN

Semenjak gue tinggal di Jepang, pola makan dan menu makanan gue sebagian besar berubah. Gue bersyukur banget bisa tinggal di negara yang menekankan makanan sehat dan alami, enak pulak. Jepang yang lebih mengedepankan rasa alami pada bahan makanan ketimbang bumbu tambahan, membuat gue bisa lebih khusuk dalam mengontrol makanan. Alhamdulillah, gue doyan banget sama sashimi, dan nggak nolak dikasih makanan mentah (kecuali daging sapi mentah).
Apalagi gratis.

Karena di sini nggak ada gorengan, nasi padang, bakso tulang, martabak, cimol, cilok, seblak, batagor, baso tahu *jirr, gue ngiler* membuat gue bisa sedikit menjauh dari makanan tinggi kolestrol, micin dan santan.
Meski gue tetep akan melahap semua itu pas mudik ke Indonesia. Haha.

Sebetulnya di Jepang banyak kok gorengan, kue-kue manis, minuman tinggi gula, makanan instant dan sederet makanan/minuman nggak sehat lainnya. Tapi entahlah gue nggak begitu minat. Gorengan di sini kurang gurih. Mungkin karena minyak gorengnya sehat, nggak dicampur plastik kali ya :D
Kue-kue nya juga enak tapi gue memang dari dulu nggak begitu minat sama kue atau cake.
Sekalinya gue beli satu potong cake, baru abis seminggu kemudian, karena cuma dimakan segigit dua gigit, abis ini enegh, masukin kulkas, besoknya baru dimakan lagi segigit, masukin kulkas lagi, gitu aja terus sampai seminggu. Haha.
Makanan instant pun jaraaang banget gue beli, nggak seenak yang di Indonesia soalnya.
Mungkin karena mereka nggak pake micin kali ya :D Sedangkan minuman, kayak bubble tea yang lagi ngetren pun nggak gue sentuh, karena gue lebih memilih kopi atau latte.

Gue nggak makan daging babi, dimana di Jepang ini bertebaran bebas dan banyak banget,
sehingga gue harus cermat dan teliti saat membeli makanan. Meski kadang kalo udah mumet mah sebodo amat, langsung dimakan juga #dikepret
Kalo bentukannya bener-bener keliatan daging babi atau olahannya (sosis, nuget, bacon, ham, dsb) tentunya gue hindari. Tapi kalo udah jadi ekstrak, minyak, dan yang pritilan,
dimana kadang nggak tercantum di komposisi, ya udah gue pasrah aja. Kalo nggak gitu gue nggak makan. Yang penting bismilah aja.
Selain daging babi, hal yang sama juga gue perlakukan untuk alkohol dan sejenisnya (bir, sake, wine, whisky, brandy, champange, dsb). Kalo jelas-jelas berupa minuman buat mabok, nggak gue sentuh. Tapi kalo udah berbaur sama coklat, permen, kecap asin (mirin) atau pritilan lainnya ya udah lempeng aja, karena gue nggak mau ribet #dikepretlagi

Ujung-ujungnya gue lebih memilih masak sendiri. Jadinya gue tinggal beli bahan-bahannya aja. Dengan begitu lebih aman, murah dan sehat. Bonusnya, skill masak gue terasah.
Dari yang dulu cuma bisa masak telor ceplok dan nasi goreng, sekarang bisa nyoba banyak resep dari cookpad #BANGGA #padahal pake bumbu instan

Sekali lagi gue bersyukur banget tinggal di Jepang, dimana negara ini punya banyak sayuran, daging, ikan dan buah-buahan yang sehat, fresh dan enak banget. Mereka menggarap bahan makanan dengan serius serta menggunakan teknologi canggih. Gue suka banget makan dan jajan berbagai macam makanan Jepang, tapi gue yang cepet bosan dan selalu kangen makanan Indonesia, lebih banyak masak di rumah.
Karena gue tau makanan Indonesia itu identik dengan goreng-gorengan, micin dan santan,
maka gue pun sebisa mungkin mengurangi makanan (dan masak) jenis-jenis makanan tersebut. Setiap hari gue usahakan untuk masak sayur sop dengan beraneka ragam sayuran. Karena gue suka banget sama jamur (dan di Jepang ini jenis jamur banyak dan enak banget), gue selalu masukin minimal 3 jenis jamur-jamuran ke dalam sop.
Untuk lauknya, gue pun memilih ikan ketimbang ayam atau sapi. Pertama, ikan lebih murah daripada daging sapi (yaeyalaah), trus Jepang kan kaya dengan hasil laut, banyak macamnya dan enak bok! Bahkan dimakan mentah sekalipun. Selain itu, sehat udah pasti ya, dan low fat serta kolesterol. Gue suka banget dengan ikan salmon, dan disini bisa didapatkan dengan mudah dan murah, hampir setiap hari gue bikin masakan dengan bahan dasar ikan salmon.

Sebisa mungkin gue menggunakan olive oil ketimbang minyak goreng. Karena gue cuma menggoreng ikan salmon (kadang-kadang telur juga) dan tumis sayur, maka konsumsi minyak pun bisa dikurangi.

Keluarga gue punya riwayat diabetes (dari nenek) dan tumor payudara jinak (dari nyokap). Terlepas dari gen dan turunan, gue percaya apa yang gue makan pun akan sangat berpengaruh. Maka dari itu sebisa mungkin gue menghindari makananan yang bisa memicu riwayat penyakit turunan timbul.
Alhamdulillah dari kecil emak gue udah menekankan supaya banyak makan sayur dan buah, serta mengurangi jeroan dan sejenisnya. Gue dari dulu nggak suka makan jeroan. Aneh aja. Ngeliat bentuknya udah bikin selera makan gue ilang. Gue lebih memilih makan ceker dan kepala ayam daripada jeroan :D

Nggak berarti gue bener-bener nggak makan yang enak-enak sih. Kadang kalo gue lagi kepengen KFC, McD, ayam goreng, sate ayam, ya gue makan juga. Cuma frekuensinya nggak sering, paling dua minggu sekali. Apalagi disini KFC sama McD nggak nyediain sambal cabe #PENTING jadinya rada males juga makan di restonya, kecuali gue take away dan cocolin sambel cabe yang ada di rumah.
Coba bayangin ya, makan ayam KFC atau kentang goreng McD tanpa saos itu, nelangsa loh! #BiasaAjaTuh #SituAjaYangLebayMbak

Semenjak tinggal di Jepang pun gue mulai rutin Medical Check Up (MCU) dan nggak lagi mengabaikan hasil MCU. Ketika gue masih kerja di Indonesia, gue selalu absen (baca:kabur) tiap kali ada MCU di kantor.
Alasannya karena gue nggak percaya sama tenaga medis yang direkrut kantor #haha
Nggak percaya sama keakuratannya dan kehigienisannya. Mungkin gue aja yang parno dan kebetulan lagi apes. Waktu lagi MCU, gue nggak sengaja ngeliat petugas medisnya lupa bersihin salah satu alat periksa, dan dese langsung pake aja gitu ke karyawan berikutnya yang mau check up.
Terus pas mau roentgen, si petugasnya cowok dan dia dengan santainya diem di dalam ruangan dimana cewek-cewek lagi pada buka baju #kampvret banget kan 



Udah gitu, tiap kali gue cek tinggi badan, selalu melenceng jauh. Kalo cuma beda 1-2 senti sih ya nggak masalah. Ini pernah sampai beda 3 senti. Ya masa tinggi badan gue jadi 152 senti! (ya gue sih seneng aja jadi tambah tinggi). Begitu gue MCU di Jepang, selama dua tahun ini tinggi badan gue nggak berubah, tetep 149 senti.

Dari yang 152, udah seneng kan tuh, tetiba gue harus menghadapi kenyataan kalo gue
lebih cebol dari itu.
Nangis kan lu.
Bagi kami yang punya tinggi badan minimalis dan kayak termos es ini, beda 3 senti itu amat sangat PENTING, qaqaa.

Kembali ke MCU, dari hasil MCU pun gue bisa tau apa yang harus gue jaga atau perbaiki dari gaya hidup gue. Alhamdulillh, selama dua tahun di Jepang hasil MCU gue nggak ada masalah serius. Palingan pas baru datang ke Jepang aja, kolesterol gue tinggi dan berat badan over dari ideal. Karena masih bawaan badan dari Indonesia #ALIBI #padahal kebanyakan makan takoyaki
Setahun setelah itu, pas gue MCU lagi, kolesterol gue turun, dan berat badan gue turun 4 kilo! WOWWW EMPAT KILO dan kolesterol berkurang itu sesuatu banget!


3. GUE HARUS ISTIRAHAT CUKUP

Meski sekarang lagi tren media sosial, gue bersyukur nggak kecanduan media satu itu. Dimana banyak orang yang kekurangan waktu istirahat mereka karena harus terus update, baik itu media sosial, email, chatting dan sejenisnya. Nggak bisa lepas dari smartphone. Bahkan lagi jalan pun bukannya ngeliat ke depan malah ke layar hape. Mungkin layar hapenya lebih penting daripada keselamatan dia dan sekitarnya.
*GUE BENCI BANGET SAMA ORANG YANG MAEN HAPE SAMBIL JALAN*

Gue membatasi diri dari media sosial, ditambah lagi gue cepet bosen apalagi kalo ngeliat orang ituuu mulu update yang begituuu mulu, biasanya gue mute aja #HAHAH
Apalagi kalo bilangnya update tempat wisata atau tempat makan, tapi isi layar semua muka dia. Gue mengakses media sosial paling buat update selebritis kesukaan gue, apakah mereka lagi ngeluarin album/single baru, ada konser baru, film, drama, dsb. Serta buat say hello atau tau kabar temen-temen deket dan keluarga gue. Gue juga jarang update timeline, palingan nyampah di instastory #samaajaa

Gue tipe yang lama balas chatting dan email (kecuali dari mama). Jadinya, gue nggak masalah meski belum balas chatting atau email, males sih #dikepret
Karena gue tipe yang lama bales chat, gue pun nggak bakalan protes kalo ada yang lama balas chat/email dari gue. Mereka juga punya urusannya masing-masing, punya prioritasnya masing-masing, dunia nggak cuma seputar kamyu #apeuu
Smartphone lebih banyak gue pake buat dengerin musik dan baca komik/blog. Selebihnya paling sehari satu jam (kalo ditotalin) buat ngintip media sosial.

Sayangnya, gue nggak bisa membatasi diri dari NONTON. Netflix, Youtube, film, drama, konser hasil donlotan, dan sejenisnya. Apalagi kalo isi tontonannya seputar Arashi. Gue bisa nonton semua donlotan file tentang mereka, padahal udah nonton di TV, atau bahkan donlotannya udah gue tonton berkali-kali.
Tiap kali gue kurang tidur karena habis maraton nonton, besok paginya gue pasti bakalan nyesel dan misuh-misuh gegara kurang tidur dan ngantuk berat. Lalu gue berikrar malam ini tidur cepat dan ngurangin nonton. Tapi, begitu malem datang, lagi-lagi gue bandel dan nonton terus sampai larut malam. Trus besok paginya nyesel lagi.
Gitu aja terus. Endless repeat.



Karena gue tau itu nggak sehat, maka gue pun harus menghilangkan endless repeat ini. Gue puter otak gimana caranya supaya bisa cepet ngantuk di jam normal.
Salah satu cara yang gue pakai adalah dengan ikutan hot yoga. Dengan hot yoga, gue sengaja bikin badan capek jadinya cepet ngantuk. Gue pun baru tau belum lama ini, kalau salah satu manfaat hot yoga yaitu meregenerasi aliran darah, sehingga membuat kita jadi cepet ngantuk. Udah gitu tidurnya puleeees banget.
Kebetulan, kelas yoga yang gue ikutin mulai pas jam pulang kerja dan selesai beberapa jam sebelum jam tidur gue. Di hari biasa gue ikutan yoga dari jam 19:3020:30. Dari Senin sampai Jumat. Kecuali Selasa, karena studio-nya libur.
Dan kadang Kamis gue meliburkan diri kalo ada TV Show Arashi lagi tayang #PENTING
Sedangkan di weekend, gue pilih kelas yoga paling pagi.

Dengan rutin ikutan hot yoga, jam tidur gue pun jadi stabil. Jam 11 malam gue pasti ngerasa ngantuk. Apalagi abis yoga.


4. GUE PENGEN BISA MENGELOLA KEUANGAN DENGAN LEBIH BIJAK

Setelah gue mendapat pekerjaan yang lebih baik, maka jam kerja, waktu libur, salary dan bonus yang gue dapatkan pun menjadi lebih baik. Dengan begitu, gue bisa merencanakan keuangan dengan lebih terencana.
Pengeluaran primer seperti sewa apartment, asuransi kesehatan, pajak, dan dana pensiun udah dipotong semua dari gaji dan diurus perusahaan, jadinya tiap bulan gue tinggal terima bersih. Palingan bayar beberapa tagihan kayak listrik, air, hape+internet (wi-fi rumah gratis), netflix, dan gas.
Iya, disini gas bayar bulanan jadinya nggak usah isi ulang tabung. Gas juga bukan dipake buat masak, tapi buat supply air anget.

Selama beberapa bulan terakhir ini, gue mencoba menganalisa #ciyeegaya pos-pos pengeluaran gue. Pengeluaran paling gede ada di biaya makan (termasuk setarbak #HAHA)
Waktu ditempatkan di office lama, tiap hari gue bawa bekal karena menu kantin cepet bikin bosen dan banyak menu yang pake daging babi. Tapi, begitu gue pindah ke kantor pusat, yang punya kantin guedeee banget dengan menu yang buanyaak dan beragam, apalagi ada healthy menu dan worldwide gourmet, membuat gue jadi males bikin bekal dan beralih ke makanan kantin tiap hari. Setelah gue itung-itung pun, biaya gue makan di kantin setiap hari dengan biaya buat masak bikin bekal, ternyata nggak beda jauh.
Jadinya, yowis gue pilih buat makan di kantin. Apalagi gue bisa menghemat waktu buat masak dan nyuci alat masak, bawaan pun lebih ringan. Sedangkan buat setarbak, gue anggap sebagai reward buat gue tiap hari. Dengan adanya reward buat diri sendiri, gue bisa lebih semangat menghadapi hari #Ahzeg!

Pengeluaran lainnya palingan belanja rutin kayak bahan makanan, cemilan, consumable (sabun, shampo, tissue, dsb). Gue jarang belanja baju, sepatu, atau tas.
Karena nggak minat #HAHA
Palingan beli sneaker itupun 1 tahun sekali. Gue jarang nyalon, palingan 4 bulan sekali buat coloring dan rapihin rambut. Karena gue males lama-lama di salon *mending lama-lama nonton* Kecuali mas-mas stylist-nya ganteng #apeuu

Sisa pemasukan biasanya gue tabung buat traveling atau dana darurat. Gue berprinsip supaya gue bisa beli barang/liburan di saat gue pengen, jadinya nggak usah "nunggu gajian aja deh" atau "nunggu bonus turun".
Kalo pengennya sekarang, ya beli sekarang. Kalo pengen liburannya sekarang, ya cuss ngebolang. Supaya dana yang gue butuhkan siap kapanpun, gue pun mendisiplinkan diri buat menabung setiap bulannya.
Bukan berarti gue nabung trus pake, trus nabung lagi, pake ampe abis. Gue berprinsip harus ada limit minimal alias tabungan aman dan ITU NGGAK BOLEH DIPAKE kecuali darurat banget. Minimal ada tabungan buat beli tiket PP Jepang⇔Indonesia, buat sewaktu-waktu kenapa-napa dan gue harus pulang dadakan. Semoga nggak ada sih ya.
Kalo tabungan gue lebih dari limit tersebut, sisanya boleh gue pake buat hedon #EH
maksudnya buat beli barang yang gue butuhkan.

Gue juga berprinsip jangan sampe punya utang. Kalo bayar sesuatu pake kartu kredit, bayarnya harus full dan tepat waktu biar nggak kena bunga. Alhamdulillah semua cicilan udah lunas tahun kemarin, dan gue belum ada rencana buat nyicil apapun.
Saat ini cicilan gue hanya smartphone, itupun karena sistem di Jepang menerapkan
biaya telepon dan internet udah termasuk biaya nyicil smartphone. Malahan lebih murah nyicil hape digabungin sama biaya telepon dan internet.

Gue pun berusaha untuk melarang diri gue supaya nggak nyicil buat liburan. Kenapa? Karena buat gue nggak enak aja pulang liburan masih harus bayar cicilan,
Gue akan liburan kalo gue punya duitnya. Kalo nggak ya nonton Netflix atau Arashi aja di rumah.

Gue menerapkan semua prinsip dan disiplin ini sejak gue pertama kali kerja (waktu masih tinggal di Indonesia) sampai sekarang. Alhamdulillah, gue masih bertahan hidup sampai sekarang :D Apalagi sekarang gue tinggal makin jauh dari keluarga, tinggal di negeri orang,
nggak ada kerabat atau temen deket, yang berarti gue cuma bisa mengandalkan diri sendiri. Kalo nggak disiplin, bisa acak kadut hidup gue.

Ini bukannya sok bijaque ya pemirsa. Tapi gue merasakan banget ketika bisa mendisiplinkan diri, keuangan gue bisa terkelola dengan baik. Jangan sampai idup jadinya ngepas dan bergantung ke gaji banget, gali lobang tutup lobang, terus nggak punya dana darurat. Cari penyakit kau, perempuan.

Anyway, ini cuma beberapa aspek yang gue pikirin dalam kehidupan sebagai lajang sih.
Untuk yang udah nikah atau berencana nikah, pasti perlu juga bikin perencanaan keuangan keluarga yang lebih mantep lagi, supaya kalau nanti ada cicilan rumah, mobil, biaya anak, sekolah dan sebagainya, tetep bisa hidup dengan nyaman dan berkecukupan.

Jadi begitu pemirsah!
Jangan lupa, di luar semua ini, biar isi kepala tetap waras dan hati tenang, perlu juga punya support system yang baik. Jangan lupa me time, jangan lupa senyum dan jangan lupa bahagia. Nggak harus mahal dan keluar duit banyak, atau tenar kayak selebgram, cukup lakukan hal simple yang bisa mengalihkan perhatian sejenak dari kesibukan sehari-hari.
Jangan lupa juga buat curcol dan cerita kalau punya masalah dan beban.
Jangan dipendam sendiri, bisa cerita ke sahabat, keluarga, atau ke tenaga profesional
sekalian kayak psikolog misalnya.
Duh, kebanyakan JANGAN nih ya. Jadi kayak ngatur idup orang deh ah #MAABH



Jarang-jarang gue ngebahas hal serius kayak begini *biasanya absurd sih*
semoga bermanfaat bagi dunia persilatan #halah dan teman-teman semua.




Obituary

2020.2.20 (Thu)

Tanggal 7 Februari 2020 lalu gue menerima berita duka dan amat sangat mengejutkan.
Paman gue (suami dari adiknya mama) meninggal dunia.

Gue menerima berita ini dari mama yang ngirim WA sekitar jam 18:05 (waktu Indonesia, yang berarti sekitar jam 20:05 waktu Jepang). Saat itu gue lagi yoga dan baru selesai jam 21:00, lalu pergi belanja sehingga gue nggak ngecek hape. Gue baru buka hape pas lagi ngantri di kasir sekitar 30 menit kemudian.

Gue sontak kaget dan terdiam beberapa saat ketika membaca pesan pendek dari mama.
"Mang Isye meninggal..."
(Mang adalah panggilan paman dalam bahasa sunda)
(Isye nama panggilan paman gue)

Keluarga gue termasuk keluarga besar. Bahkan saking besarnya dan saking banyaknya anggota keluarga, gue nggak bisa mengingat satu persatu nama dan wajah sepupu dan ponakan-ponakan gue. Dari nenek (pihak ibu), beliau punya 12 anak (nyokap anak ke-9).
Ditambah para menantunya, yang berarti menjadi 24 anak. Cucunya (yang bisa gue inget) ada 36 (termasuk gue). Dari cucu-cucu itu banyak yang udah berkeluarga, sehingga makin banyaklah anggota keluarga gue. Dari situ gue udah mulai nggak bisa (baca:males) menghapal dan menghitung anggota keluarga gue yang beranak pinak.

Dari sekian banyak paman dan uwa (kakak dari pihak mama), Mang Isye ini adalah paman yang paling deket sama gue. Istrinya adalah adik mama gue langsung (anak ke-10 dari nenek gue), sehingga mama deket banget sama adeknya ini.
Beda dari paman-paman gue yang lain, Mang Isye adalah tipe mood maker dan seneng becanda. Meski kadang ucapannya ceplas ceplos, tapi beliau ini baik banget. Mang Isye selalu bikin suasana meriah tiap kali ketemu atau tiap ada acara keluarga. Beliau nggak pernah absen di setiap acara keluarga, kecuali bener-bener ada halangan.

Ketika gue masih kerja di Indonesia, gue selalu mentraktir Mang gue satu ini. Awalnya si Mamang selalu minta dibeliin rokok, tapi selalu gue tolak karena gue nggak mau beliin sesuatu yang bikin merusakan kesehatan. Jadinya palingan gue beliin sekardus JCo atau makanan lainnya.

Gue juga pernah dibantu si Mamang waktu bikin kabaret di sekolahan.
Waktu SD gue pernah menangin kuis di tabloid anak-anak yang hadiahnya berupa uang tunai. Kala itu gue harus ke kantor pos terdekat buat ngambil hadiah tersebut. Mang Isye nganter gue sampai kantor pos, karena mama sama bapa gue lagi kerja. Di sana gue yang kebingungan karena baru pertama kali ngambil hadiah, dibantu Mang Isye sehingga gue bisa mengantongi uang tunai itu, bahkan gue sampai dianterin lagi pulangnya.

Mang Isye ini berprofesi sebagai guru olahraga SD.
Karena nyokap juga guru SD, mereka pernah kerja di satu sekolahan yang sama. Disitulah mama dan Mang Isye akrab, begitu juga gue karena waktu kecil gue sering ikut mama ke sekolah.

Gue pun pernah diajarin berenang sama Mamang, secara beliau guru olahraga. Sebetulnya gue bisa minta diajarin bokap yang mana bokap lebih hatam kalo soal berenang.
Tapi, karena bokap gue dulu galak banget (sekarang udah nggak kok :D), gue yang suka nggak konsen dan jadi ciut kalo diajarin sambil diomelin ini, lebih memilih minta ke Mang Isye buat ngajarin gue berenang. Karena beliau ngajarinnya sambil becanda dan saling ledek-ledekan sama gue, jadinya gue enjoy belajar berenang sama Mamang.
Hasilnya alhamdulillah, bisa gaya batu.
Haha.
Nggak ding.
Meski nggak sejago atlet renang, paling nggak gue tetep ngambang kalo kecebur di kolam atau rumah kebanjiran (((TETEP NGAMBANG)))

Dengan kedekatan itu, dan karakter beliau yang selalu bikin orang ketawa, membuat gue amat sangat kehilangan beliau. Apalagi meninggal di usia yang masih muda, sekitar 50-an.

Ketika gue pulang ke Indonesia akhir Desember kemarin, gue mendengar kalo Mang Isye lagi sakit. Mama sering cerita kalo beliau sakit tumor pankreas. Ketika gue lagi Indonesia, mama bilang kalo operasi tumornya berhasil dan Mang Isye cukup rawat jalan aja.
Dengan karakteristik Mamang gue yang seneng becanda dan nggak pernah ambil pusing, beliau nggak pernah memperlihatkan rasa sakitnya. Malah lebih sering becanda ketika diledekin soal sakitnya itu.

Sayangnya, gue nggak sempat ketemu Mang Isye saat di Indonesia kemarin. Karena kala itu beliau cuma sakit biasa, dan istirahat di rumah aja. Gue cuma ketemu istrinya dan anak perempuannya (sepupu gue). Gue juga deket banget anak perempuannya.
Kita sering ngobrol, belanja bareng, makan bareng dan hal-hal lainnya selayaknya lagi bareng sama temen cewek. Mamang juga punya 1 anak laki-laki yang jadi temen maen gue waktu kecil, karena usia kita nggak beda jauh dan udah gue anggap kayak adek sendiri.

Meski operasi tumornya berhasil, mungkin Allah berkehendak lain. Beberapa hari sebelum beliau meninggal, mama mengabarkan kalo Mamang nge-drop lagi. Saat itu gue udah balik lagi ke Jepang. Kupikir nge-drop mungkin efek dari operasi.

Dan di hari Jumat, Allah menghilangkan semua rasa sakit Mang Isye.
Beliau pun beristirahat dengan tenang.

Usia Mang Isye nggak beda jauh dengan usia bokap dan nyokap. Gue lantas membayangkan gimana seandainya orang tua gue yang mengalami itu. Rasanya sekarang gue belum siap. Dan memang nggak bakalan pernah siap.
Gue pun membayangkan gimana perasaan sepupu gue yang kehilangan ayahnya. Di hari berpulangnya Mang Isye, anak perempuan beliau menulis story di WA yang berbunyi, "Semoga Ayah tenang disana. Udah nggak sakit lagi sekarang ya, Ayah...."

Duh, ya Allah.
Gue terenyuh banget membacanya.

Satu yang gue sesalkan adalah gue nggak sempet ketemu beliau waktu kemaren pulang
ke Indonesia. Padahal jarak rumah gue ke rumah Mamang nggak jauh. Waktu istri sama anaknya ketemu gue buat ngobrol pun, sebetulnya gue bisa ikut pulang ke rumah mereka buat nengok Mamang, tapi nggak gue lakukan.

Setiap acara keluarga bakal terasa meriah dengan keberadaan Mang Isye, yang membuat gue (dan mungkin anggota keluarga lainnya) merasa bahwa hal itu WAJAR dan BIASA aja.
Tapi hal WAJAR dan BIASA tersebut kini nggak bakalan ada lagi. Akan terasa sangat sepi tanpa kehadiran guyonan dan candaan beliau.

Semoga tenang disana, Mang.
Udah nggak sakit lagi ya sekarang.
Selamat beristirahat.




Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...