cerdas

Orang cerdas adalah mereka yang bisa menjelaskan sesuatu yang rumit sekalipun dengan bahasa paling sederhana dan bisa dimengerti oleh semua orang.

Bahkan oleh anak kelas 5 SD sekalipun.

Jadi, mau sepintar atau sepanjang apapun gelarmu, sebanyak apapun pengalamanmu, setinggi apapun jabatanmu, kalau orang lain tidak mengerti apa yang kamu ucapkan,

atau kamu tidak bisa menyederhanakan bahasa yang kamu sampaikan,

percuma.






salary dan beban kerja yang tidak seimbang

13-Apr-16

Jadi ceritanya sejak dua bulan lalu kantor kita kedatangan sekertaris baru (kita sebut saja dia Mawar), cewek, usia 34-an, orang Jepang tapi nikah sama orang Indonesia dan menetap disini.

Meski tittle-nya sekertaris untuk Presdir, tapi dari segi jobdesk HARUSNYA dia ngehandle interpreter/translate, keperluan para expatriat Jepang tidak hanya Presdir, tapi semua orang Jepang mulai dari tiket pesawat, kartu kredit, booking hotel, golf sampai pritilan-pritilan lainnya.

Sebelum si Mawar ini datang, posisi sekertaris mengalami kekosongan selama kurang lebih 2 bulan dan mau tidak mau aku yang harus handle semua kerjaannya. Kerja dua kali lipat, dengan salary tetap dan fasilitas begitu-begitu aja. Yah, anggaplah loyalitas dan tetap bersyukur dengan apa yang didapat karena di luar sana masih banyak orang yang lebih kekurangan dari kita #uhuk.

Kembali ke si Mawar, setelah dia datang akhirnya aku bisa bernapas lega karena bebanku berkurang dan aku bisa kembali ke kerjaanku semula yaitu interpreter murni tanpa harus ngurus ecek-ecek lainnya. Karena jujur aja, 4.5 tahun berkutat jadi sekertaris sekaligus interpreter di tempat kerja dulu membuat aku KAPOK kalo kudu jadi babu lagi.

Bernapas lega dan kembali ke hari-hari damai seperti sedia kala.

HARUSNYA.

Tapi, kenyataanya justru neraka yang ada di depan mata.

Si Mawar ini dengan songong-nya nggak mau ngurus pritilan-pritilan kayak kartu kredit atau golf para bos. Semua dia lempar begitu aja ke staff HRD lain dan aku tentunya, yang udah pusing sama urusan kerjaan mereka sendiri [sabar ya Mba Yati, aku tau dirimu udah pusing soal asuransi dan apartement, sekarang ditambah lagi urusan golf].

Ditambah lagi, ketika ada departemen lain minta bantuin translate dokumen, dia nolak dengan seribu alasan. Sibuk ngerjain tugas dari Presdir lah, sibuk ngurusin ini lah, endeswey endesbrey.
Meskipun pada akhirnya kerjaan translate itu dia kerjakan juga, tapi yaowloohhhh satu bulan baru selesai! itupun harus ditagih tiap hari, karena kalo nggak gitu, pasti nggak bakalan dikerjakan, dengan alasan seperti di atas : SIBUK.

Bahkan, ketika aku minta bantuan supaya ngerjain terjemahan dokumen sama-sama, karena saat itu aku ada terjemahan dokumen lain, dia dengan wajah seolah-olah nggak percaya, malah berbalik nanya : "Memangnya kamu lagi ngerjain terjemahan apa? Dokumennya kayak gimana? Siapa yang instruksi?"
#sumpel pake sapu lidi

Helloooo, Mba sekertaris yang terhormat!

Dari awal, job desk kamu itu udah ditentuin yaitu sekertaris dan interpreter, itu artinya kamu juga harus ngerjain terjemahan dokumen.
Terjemahan 9 lembar aja baru kelar satu bulan? Itu nerjemahin apa bikin penelitian laboratorium?
Kamu pikir aku nggak ada kerjaan sampe nanya-nanya aku lagi ngerjain apa? Sampe nggak mau diminta bantuan begitu?

SIBUK? Yaelaaahhh, semua yang kerja itu pasti sibuk, kakakksss! Kalo nggak sibuk mah saya juga udah pulang dari tadi.

Lagian ente pikir ane kagak tau apa kerjaan sekertaris? Ane 4.5 taun jadi sekertaris, plus 2 bulan kerja rodi gantiin sekertaris lama, ane tau sekertaris itu kerjanya cuma beli kopi, kacang almond buat oleh-oleh, sama booking hotel dan tiket. Kayak gitu ente bilang SIBUK? Yang begitu mah cleaning service juga bisa ngerjain kaleee.

Dengan kerjaan ringan begitu, kamu digaji setara dengan 4-5 orang interpreter selevel staff atau fresh graduate, ditambah fasilitas mobil+driver, dikasih hape baru+pulsa telepon dibayarin, padahal manager bukan, jabatan kagak punya, cuma level staff doank masih mau berlagak songong?

Bukan mau membandingkan atau nggak bersyukur, tapi aku sebagai supervisor aja nggak sampe dapet salary segitu.
Driver+mobil? tiap hari ngeteng pake honda beat, Jendral!
Pulsa dibayarin? Kagaaaakk, tiap bulan pulsa bengkak buat nelpon bos-bos Jepang dan eksternal dengan berbagai macam keperluan. Mending kalo bos-nya lagi di Indo, kalo lagi di luar negeri? Kelar deh idup gue.

Jadi, sekali lagi saya tegaskan buat mba sekertaris, kalo anda merasa beban kerja anda terlalu berat dan kerjaan buaaanyak, yaa sebanding lah dengan salary dan fasilitas yang kamu terima.
Salary setara 4-5 orang staff, jadi kalo kerjaan 4-5 orang kamu kerjain sendiri, ya wajarlah!

Baiklah, mungkin kalo cuma tereak-tereak dan gondok dalam hati, nggak akan menyelesaikan masalah. Jadi mulai saat ini, aku akan ambil tindakan sendiri.

Pertama, ketika meeting dan si Presdir hadir disitu, kalo Presdir ngomong aku akan diem dan nggak akan nerjemahin sepatah katapun. Biarin aja si sekertaris yang nerjemahin sampe berbusa. Kamu kan ngakunya pinter bahasa Indonesia, yaa silakan terjemahin tuh semua kata-kata Presdir ke bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta sesuai dengan EYD.

Kedua, karena sekarang Bos-ku adalah Director Quality, Produksi dan Engineering, jadi kalo ada meeting atau terjemahan di luar itu, mohon maaf saya menolak, bukan atas keinginan sendiri tapi si Bos yang nyuruh. Semua kerjaan di luar itu bakal aku laporkan ke Bos-ku supaya dia "mendamprat" orang-orang yang semena-mena nyuruh-nyuruh, termasuk si sekertaris itu sendiri.

FYI, Bos baruku sekarang alhamdulillah baek banget dan pengertian. Dia tau kalo aku udah ketar-ketir dengan kerjaan yang sekarang, jadi kalo ada orang yang semena-mene nyuruh-nyuruh di luar konteksku, bakal dia damprat langsung *sun tangan sama Bos*

Ketiga, karena Mba sekertaris sering dengan songongnya menolak buat bantuin support nerjemahin, sebagai gantinya saya juga tidak mau tahu dengan kerjaan anda dan segala hormat akan menolak jika anda minta tolong.

Secara profesional saya akan bekerja dan support sesuai dengan konteks kerjaan saya, tapi mohon maaf di luar itu saya tidak peduli. Saya bukan orang baik hati tanpa cela dan dosa, jadi terkadang setan-setan dalam kepala saya pun ingin ikut meramaikan dunia persilatan #apasih!

Keempat, karena aku lama-lama semakin tertekan dengan lingkungan dan sistem management disini, apalagi dengan balancing salary yang sangat timpang tanpa diimbangi beban kerja yang sepadan, mungkin aku nggak bakal lama-lama bekerja disini.

Saat ini aku sedang menunggu hasil interview salah satu perusahaan Jepang dan jika berhasil aku akan pergi ke Jepang untuk bekerja disana.
Aku pun lagi nunggu hasil beasiswa ke Jepang.
Semoga ada salah satu yang berhasil. Amiiin.

Kalo keduanya gagal? Yaa, usaha lagi. Dan berdoa terus tentunya. It's so simple :)

Intinya sih, aku tidak mau terus berkutat dalam lingkungan dan sistem management yang amburadul seperti ini.
Kalo ngadepin orang-orang nyebelin dan brengsek sih, tahan-tahan aja. Toh, di tempat kerja manapun pasti bakalan ada orang-orang kayak gitu. Tapi, kalo udah bicara lingkungan dan sistem management, mending I'm sorry goodbye aja ya.

Paling lama mungkin sampai akhir tahun aku bakal bertahan di sini.

Well, aku percaya Allah selalu punya rencana baik untukku.

Aku tidak akan meminta agar diberikan tantangan dan hambatan yang ringan, tapi aku akan meminta agar diberikan kekuatan untuk menghadapi semua tantangan dan hambatan itu, baik ringan atau berat sekalipun.
Aku percaya Allah selalu ada disisiku.
:)




sendiri

11-Apr-16

Aku suka pergi belanja sendiri, karena tidak perlu khawatir ada orang yang kesal menungguku belanja lama-lama.
Aku suka pergi makan sendiri, karena bisa makan di tempat yang kusuka.
Aku suka ke bioskop sendiri, karena bisa menikmati film tanpa harus terganggu.
Aku suka nongkrong ke cafe sendiri, karena bisa menikmati kopi kesukaanku sambil menulis blog atau baca
Aku suka traveling sendiri, karena bisa membuatku lebih mandiri dan menjelajah sesuka hati.

Tapi,
Aku tidak suka saat harus bekerja sendiri,
tanpa support, tanpa bantuan, tanpa ada orang yang bisa diajak diskusi.

Aku cuma manusia biasa, bukan wonder women yang bisa menghandle semua kerjaan seorang diri.

Dulu, tiga orang interpreter dan satu orang sekertaris, termasuk aku total lima orang saling support dan menjadi satu team.
Pulang malam, audit dua minggu berturut-turut, dokumen bertumpuk, dimarahi bos, meeting sepanjang hari pun kami jalani bersama, sambil sesekali bercanda dan curhat.
Ada teman berbagi.
Sekarang,
hanya tinggal aku sendiri.
Semua kerjaan yang dulu dihandle 5 orang, kini semua beban itu sendirian kupikul.

Saya lelah,
dan muak.




muak

8-Apr-16

Saya muak dengan president director yang egoisnya kebangetan dan cuma mau menang sendiri, muak ketika dia dengan sok berkuasa memerintah ini-itu tapi sebaliknya hanya bisa diam di kandang dan ketakutan sendiri ketika harus berhadapan dengan ketua serikat. 

Muak ketika dia dengan seenaknya memarahi bawahannya sendiri sampai mempermalukannya di depan banyak orang tapi dia sendiri menunduk-nunduk dan menjilat ketika berhadapan dengan CEO dari Jepang.
Muak ketika dengan diktatornya melarang karyawan minum air mineral botol yang disediakan perusahaan dengan alasan cost down, padahal harga air minum botol hanya 4000perak, sedangkan dia dengan hedonnya membeli karangan bunga seharga jutaan rupiah hanya untuk dipajang di lobi di pagi hari dan kemudian dibuang sore harinya.

Saya muak dengan sekertaris baru presdir yang selalu sok sibuk, apalagi ketika diminta tolong untuk support translate selalu dia tolak dengan seribu alasan, padahal actualnya kerjaan dia hanya booking hotel dan atur tamu. 

Muak ketika melihat dia dengan nyenyaknya tidur saat meeting, padahal salary dan fasilitas yang dia dapatkan bisa untuk membayar salary 5 orang interpreter.

Muak ketika saya yang hanya sendirian sebagai interpreter meminta bantuan dan support padanya, tapi selalu ditolak dengan alasan SIBUK, bahkan kerjaan dia sendiri pun dilempar pada saya.
Dan saya lebih muak lagi ketika tahu ide untuk melarang karyawan minum air mineral botol adalah dari dia.

Saya muak ketika si Presdir selalu membandingkan bahasa Jepang saya yang memang saya akui masih banyak kekurangan dengan bahasa Jepang si sekertaris tukang tidur itu, yang adalah orang Jepang asli.
Saya muak melihat kebodohan presdir, karena anak SD pun pasti tahu kalau bahasa Jepang saya sebagai orang asing TIDAK MUNGKIN bisa sepintar orang Jepang asli, meski saya belajar mati-matian, tapi si presdir sama sekali tidak mengerti.

Saya muak dengan manager material control yang sok dan selalu memerintah seenaknya, padahal jabatannya hanya manager tapi semena-mena ketika di depan Senior Manager. Muak ketika dengan seenaknya dia bekerja tanpa memakai seragam karena dirasanya seragam yang dia kenakan akan membuat dia tidak fashionable lagi serta terlihat jelek [padahal memang udah jelek dari sananya....]

Muak ketika dia dengan seenaknya menyuruh saya translate, padahal dia sendiri bisa Bahasa Indonesia, dan salary yang dia dapatkan sudah include dengan kemampuan bahasanya.

Saya muak dengan si presdir yang sama sekali tidak percaya pada orang Indonesia dan selalu merendahkan kami, padahal tanpa orang Indonesia, perusahaan yang dia pimpin tidak akan bisa menjadi sebesar sekarang.

Padahal jika dia pergi atau pulang ke Jepang, perusahaan masih bisa berjalan dan menghasilkan profit. Tapi, apa jadinya jika kami semua orang Indonesia di sini pergi meninggalkan dia, apakah perusahaan masih bisa berjalan? Saya muak karena dia tidak paham hal sekecil itu sekalipun.

Saya muak dengan GM Produksi, padahal salary yang dia dapatkan puluhan juta, tapi suka seenaknya mengambil tissue di meja tanpa permisi dan pelit mengeluarkan uang hanya untuk membeli amplop satu lembar.

Saya muak dengan sistem perusahaan di sini karena tidak ada satupun management yang berani bertindak dan hanya bisa bersembunyi ketika menghadapi serikat.

Saya muak dengan serikat yang ada di perusahaan ini yang selalu merasa sok berkuasa dan seenaknya meminta uang serta fasilitisas, tapi actualnya mereka tidak bisa bekerja dengan becus, bahkan tidak punya otak karena membedakan mana makanan milik sendiri yang boleh dimakan dan makanan milik orang lain yang tidak boleh diambil saja tidak bisa.

Saya muak dengan orang-orang tidak berpendidikan di sini yang bahkan menggunakan toilet dengan baik dan benar saja tidak becus.

Saya muak dengan orang-orang tidak disiplin yang bahkan membuang sampah pada tempatnya pun tidak bisa.

Well, itulah yang saya rasakan selama 3 bulan terakhir ini.

Liburan ke Jepang pun sebetulnya menjadi salah satu pelarian dari semua rasa muak itu, dan berharap sepulang dari Jepang bisa sedikit mengobati, tetapi saya justru semakin merasa muak dengan orang-orang di atas.

Semoga ini hanya satu dari sekian banyak rintangan dan tantangan yang saya hadapi.

Saya tidak akan meminta untuk diberikan rintangan dan tantangan yang ringan, tapi saya akan meminta agar diberi kekuatan untuk menghadapinya.




Nara; Mari Melihat Rusa!

writen at 4-Apr-16

[12-Mar-16]

Karena hari ini rencananya hanya explore Nara dan pergi agak siangan, kedua bolang yang biasanya udah siap dari subuh, pagi itu masih selimutan dan bermimpi indah.

Setelah sholat subuh pun, bukannya mandi, udara Osaka yang dingin menusuk membuatku kembali ke balik selimut.

Sekitar jam 8, kedua bolang sudah mandi dan siap melanjutkan petualangannya di hari ke-3.

Sebetulnya, di itine rencananya kami mau ke Kobe.
Tapi, mengingat kondisi kaki yang gempor, sisa mendaki dari Fushimi Inari kemarin masih nyut-nyut-an, maka itine pun kami ubah ke area yang lebih dekat : NARA!
Dari Osaka, tepatnya Morinomiya kita cukup pake kereta sekitar 10 menit menuju Nara Station.
Di Nara Station, sama seperti saat di Kyoto, kami memutuskan untuk menggunakan One Day Pass seharga 500 Yen (sekitar 50ribu rupiah).

Setelah One Day Pass ditangan, para bolang langsung menuju peta dan mencari sweeper jangan mencuri destinasi pertama yang akan dikunjungi.

Karena Nara ini identik dengan rusa dan Nara Park, maka destinasi pertama yang kami tuju adalah Nara Park.

Dengan berbekal One Day Pass, kami menuju halte dan mencari bus yang akan mengantar kami. Oiya, di Nara ini ada beberapa jenis bus dengan beberapa tujuan berbeda, jadi sebelum kamu menaiki bus pastikan dulu warna bus dan destinasi sudah sesuai. Karena pengalaman dua bolang tukang nyasar ini, kami dua kali hampir salah naik bis. Sampe-sampe petugas bis bosen ngasih tau para bolang ini kalo bus yang kita tumpangi salah.

Ya maap, Pa.
Maklum kami cuma turis dan nggak bisa baca huruf Kanji *siul-siul pura-pura nggak ngerti bahasa Jepang*

Setelah bis yang kami tunggu datang, dengan hanya menunjukkan One Day Pass, kami pun siap menuju Nara Park.

Dari Nara Station tempat halte bus tadi hingga Nara Park hanya memakan waktu 10 menit. Begitu memasuki area Park, rusa-rusa cantik mulai terlihat, bukan hanya di dalam taman, tapi sampe di tengah jalan raya pun rusa-rusa itu dengan cueknya nyebrang ato sekadar selfie di zebra cross.

Kami turun tepat di tengah-tengah Nara Park dan tentunya langsung disambut rusa-rusa cantik.
Di Nara banyak penjual Shika Senbei atau sejenis kerupuk untuk makanan rusa yang dibandrol seharga 150 Yen. Kalau kalian tertarik untuk ngasih makan rusa, bisa coba beli. Tapi kalo kalian punya prinsip sama kayak kami, yaitu lebih baik beli es krim sama ayam goreng daripada beli makanan rusa, maka mari kita makan es krim sajah!
*diseruduk rusa*

Sedikit tips jika kalian berkesempatan mengunjungi Nara dan bertemu rusa, pastikan tas atau kantong baju/jaket kalian bebas dari benda-benda yang menjulur seperti tali, kabel, dsb. Karena kalo nggak, bakalan ditarik-tarik sama rusa. 

Juga jangan bawa-bawa kertas di dekat rusa, karena ketika kalian lengah alhasil itu kertas bakal dijambret dan dilahap abis sama si rusa.
Ini rusa doyan kertas ya? Rusa yang aneh....

Setelah puas bercengkrama [alah, bahasanya...] dengan rusa, aku dan Uul ngesot sedikit ke arah kiri Nara Park, dan kami menemukan toko oleh-oleh!!!
*buru-buru istigfar dan tutup mata*

Di ujung Nara Park banyak bertebaran kuil, mulai dari kuil kecil seperti Kohfujuji Temple atau Toshodaiji Temple hingga yang paling ujung adalah kuil budha plus patung budha yang guedeeee banget menjulang hingga atap, yaitu Todaiji Temple.






Setelah mengelilingi seisi kuil dan melintasi toko oleh-oleh yang sekali lagi harus dilewati sambil istigfar dan merem, kami kembali ke area toko oleh-oleh di bagian luar kuil. Disana, para bolang bukan beli oleh-oleh, tapi wisata kuliner!

Mulai dari soft ice cream rasa sakura, karaage (ayam goreng tanpa tulang dengan balutan tepung), dan buah stroberi segar. Semua dilahap abis! Serta nggak lupa beli kue dango dan coklat bergambar rusa buat oleh-oleh temen Uul.

Baidewey, dulu tiap kali aku nonton TV show Jepang yang menayangkan stroberi dan melihat orang-orang Jepang makan stroberi sambil komen : GILA! Stroberi-nya enak dan MANIS! Nggak ada stroberi semanis ini seumur hidup gue!, aku selalu mencibir dan nggak percaya.
Mana ada stroberi semanis itu, semua stroberi mah mau semahal atau sebagus apapun, pasti ada rasa asemnya, yang komen lebay banget deh ah.

Tapi, ketika di Nara aku coba beli stroberi, gegara ngiler liat Uul makan stroberi dengan lahapnya, ternyata komentar orang-orang di TV Show itu nggak bohong!
Asli beneran stroberinya enak dan MANIS!
Ini stroberi apa gula? Nggak ada rasa asemnya, kalopun ada masih kalah sama rasa manis yang dia bawa.
Nggak nyesel deh beli stroberi 4 biji yang guedeee seharga 300 Yen (sekitar 30 ribu rupiah).

Selesai menyantap stroberi, para bolang pun meninggalkan Nara Park.

Karena Uul keukeuh pengen mengunjungi Palace apaaa gitu namanya [mungkin jati diri Uul sebagai seorang tuan putri bangkit kembali jadinya pengen mengunjungi istana-___-], maka destinasi berikutnya adalah mengunjungi Palace.

Dari Nara Park kami langsung nyegat city bus yang menuju ke arah Palace, dan memakan waktu sekitar 30 menit.

Entah memang dua bolang ini udah kecapean, entah emang kami ini buta arah dan tukang nyasar, begitu bus tiba di halte tujuan, yang ada di sana bukanlah sebuah Palace yang ada di bayangan kami, melainkan hanya sebuah banguan guedeeee sejenis hall dan lapang luas dengan dua gerbang megah.
Kuciwa sih [lagian salah sendiri, tukang nyasar!], tapi begitu melihat langit biru dan awan cerah plus udara hangat, aku yang dari kemaren menggigil mulu dan merindukan siraman hangatnya matahari, langsung lupa dengan acara nyasar dan salah tempat di hari itu.

Setelah puas keliling dan poto-poto geje, kami pun langsung menuju halte bus dan menunggu bus yang akan membawa kami kembali ke Nara Station.

Sebenernya masih pengen keliling Nara sih, tapi hari sudah mulai siang, badan mulai capek dan hasrat pengen belanja di Shinsaibashi mulai membuncah, jadinya kedua bolang pun memutuskan untuk kembali ke Osaka.
Errr, mungkin alasan terakhir yang bikin pengen balik ke Osaka kali ya. Haha.

Dari Nara kami menuju langsung ke Namba Station, dimana Shinsaibashi dan Dotonbori, tempat anak gahol nongkrong dan surga belanja di pusat Osaka berada. Sekitar jam 15:00 kami tiba di Shinsaibashi, dan karena Uul bilang di salah satu mall ada mushola, kami langsung ngacir kesana untuk menunaikan kewajiban^^
Alhamdulillah, setelah sekian lama kita nemu mushola juga.

Begitu memasuki area Shinsaaibashi, GILAAAAA rame banget!!! Semua brand dan toko yang lagi happening ada disitu! Mulai dari starbucks, Forever 21, H&M, Gucci, Sketcher, ABC Mart, Daiso, daaaannn banyak lagi.
*istigfaaaarrr! istigfaaaarrrr!!!*

Shinsaibashi adalah sebuah area layaknya jalanan panjaaaaang dengan berbagai macam toko di setiap sisinya, plus lautan anak muda yang ketjeh-ketjeh dan gahol, yang bikin ane nggak berhenti ngeceng dan kudu ngelap iler tiap ada yang ganteng lewat. Hihi.

Kata Uul, Shinsaibashi ini nggak pernah sepi, walau hari biasa ato wiken, walau pagi ato malem, walau badai menghadang ku kan slalu menjagamuuuuuuuu #abaikan

Oiya, Shinsaibashi dan Dotonbori itu sebelahan, itu lhoo yang ada papan reklame Glico Man dan toko dengan icon kepiting guedeeeee yang famous itu.

Karena belum sahih kalo belum foto sama si Glico Man, so aku pun minta Uul supaya potoin depan Glico Man, kepiting besar dan jembatan dotonbori.



[Suasana di Shinsaibaishi]


Sebelum nguras dompet, ada baiknya kita makan dulu, karena dengan perut penuh biasanya hasrat belanja bisa lebih direm, gicuuu.

Sebetulnya di sekitar Shinsaibashi dan Dotonbori banyak menyediakan tempat makan yang maknyooss, tapi berhubung kita harus ati-ati banget milih makanan, akhirnya Uul ngasih rekomendasi sebuah restoran Italy bernama Sezaria yang bahan makanannya aman karena ada yang pake daging kambing, sapi dan ayam.

Jauh-jauh ke Jepang pengennya makan masakan asli Jepang sih ya.

Tapi berhubung susah pilih makanan di sana yang non-pork, dan kantong kami juga terbatas, jadinya kita makan di Sezaria, yang harga makanannya nggak bikin kantong panas :)

Perut kenyang, artinya tenaga pun sudah diisi ulang, dan acara selanjutnya nggak usah ditanya : belenjong!!!
Karena kebetulan mendekati end of season, banyak baju dan aksesoris branded yang lagi diskon gila-gilaan. Kalo yang begini sih nggak perlu istigfar ya, boroooong!!!

Selesai belanja dan hari pun mulai gelap, kedua bolang ini pun memutuskan untuk kembali pulang.

Meski hanya berkeliling Nara sebentar dan di Shinsaibashi selama beberapa jam, begitu melihat hasil belanjaan yang waoooww banget, rasa kenyang setelah wisata kuliner, dan memanjakan mata dengan banyaknya makhluk-makhluk indah berseliweran, hanya rasa PUAS yang tersisa.
*ini ngomong apa sih? Ah, sudahlah*

Sekitar jam 22:00 kedua bolang udah nyampe di apartement, trus mandi [tapi Uul nggak mandi, karena alesan dingin...kkkk], beres-beres belanjaan, lalu pergi ke alam mimpi untuk menyiapkan tenaga buat hari terakhir jelong-jelong besok.

Oyasumi, minna!

PS : foto-foto lainnya bisa dilihat disini




your gesture

30-Mar-16

Aku suka melihatmu di pagi hari dengan mata masih mengantuk dan baju sedikit kusut.

Aku suka melihatmu mengacak-acak rambutmu sendiri ketika kebingungan atau pusing menghadapi sesuatu.

Aku suka warna rambutmu yang kecoklatan, apalagi kalau kupandangi dari belakang.

Aku suka matamu, meski tidak begitu besar karena menandakan kamu adalah penduduk dari negeri sebrang.

Aku suka melihatmu saat berpikir sambil memasukkan tangan ke dalam saku.

Aku suka melihat kemeja pink-mu yang imut dan cocok dikenakan olehmu.

Aku suka ekspresi-mu ketika diam-diam bermain game saat jam kerja.

Aku suka cara bicaramu yang tidak terlalu formal, tapi enak diajak ngobrol.

Aku suka caramu bersikap ramah kepada setiap orang yang kamu temui, dengan menyalami mereka, menepuk pundak, bahkan memberi pelukan hangat sambil terkekeh jail.

Aku suka caramu meminta tolong pada orang lain, dengan wajah malu-malu dan segan, tapi tetap ramah.

Aku suka melihatmu ketika diam-diam merapikan rambutmu yang sedikit kusut.

Aku suka melihatmu ketika diam-diam membersihkan badanmu yang berkeringat dengan tissue basah sambil berbalik dari hadapanku agar tidak terlihat, tapi aku jelas-jelas melihatmu.

Aku suka melihat style-mu yang cuek dan bebas.

Aku suka melihatmu agak enggan memakai topi karena takut rambutmu rusak dan lepek.

Aku suka menuliskan tentangmu seperti saat ini sambil sesekali tersenyum sendiri melihat ke arahmu.

Aku suka melewatkan waktu denganmu di ruangan yang sama, meski tanpa obrolan dan hanya suara keyboard laptop yang terdengar.

Aku suka dan senang sekali saat kamu memberikanku sekantung permen sebagai oleh-oleh.

Aku suka sekali saat kamu menerima coklat dariku sebagai tanda terima kasih dari permen yang kamu berikan padaku.

Aku suka berada di dekatmu.

Tapi, satu hal yang aku tidak suka darimu : kamu merokok :(
Meski kamu tidak merokok di depanku, tapi please, kurangi rokokmu untuk kesehatanmu.




dua minggu

30-Mar-16

Dua minggu.
Selalu dua minggu.
Tahun lalu, tahun ini pun. Sama.
Hanya dua minggu waktu yang diberikan untukku.

Dua minggu di tahun lalu, di tengah kosongnya hati ini, di saat rasa ini tidak mau terganggu oleh rasa apapun yang nantinya akan merepotkan, di kala aku tidak mau memikirkan hal yang berhubungan dengan rasa dan hati, tiba-tiba kamu menyusup masuk, tanpa bisa ditahan dan ditolak.

Inginku bisa menikmati dan merasakan lebih lama, tapi waktu yang Tuhan berikan hanya dua minggu.

Kali ini pun, sama seperti tahun lalu, hanya dua minggu.

Hari pertama, aku tidak peduli.
Hari kedua entah kenapa suasana jadi terasa menyenangkan.
Hari ketiga rasanya tak ingin jauh-jauh.

Dan entah apa lagi yang terjadi hingga hari keempat belas nanti.

Meski aku tahu dari awal, waktuku tidak banyak dan hanya akan meninggalkan jejak serta bekas yang menyebalkan, tapi entah kenapa aku tidak bisa menolaknya masuk, tidak bisa mengusirnya, bahkan tidak bisa untuk tidak mengindahkannya meski satu detik saja.

Mungkin sama seperti tahun lalu, meski berat dan akan menyisakan hal menyebalkan, tapi satu-satunya cara adalah aku hanya bisa menikmati dua minggu ini. 

Menikmati kebersamaan, jam-jam terlewati dengan menyenangkan meski hanya saling diam di ujung dan sesekali melempar senyum saat menyapa atau obrolan kecil, hingga hari keempat belas nanti.

Hingga hari dimana aku harus menutup rapat kembali pintu yang telah dibuka olehmu itu.
Hingga hari dimana aku sendirian yang membersihkan jejak-jejak ini, meski mungkin tidak akan bisa kubersihkan hingga bersih dan tuntas.

Jadi, yang bisa kuucapkan untukmu kali ini adalah : Selamat Datang!

Semoga empat belas hari ini, tidak hanya aku, tapi kamu pun bisa melewatinya dengan senyuman.
Semoga selain empat belas hari ini, ada belasan hari lainnya yang bisa dilewati kembali, dengan kamu tentunya yang saat ini tepat berada di depanku dan hanya memandangi layar laptop-mu tanpa tahu aku sedang menulis sesuatu tentangmu.

Welcome, to my heart :)




skin head

30-Mar-16

Seminggu terakhir ini di kantor lagi booming skin head alias botak.

Dari semua karyawan cowok yang ada, sekitar 85%-nya dibotakin, mulai dari botak dengan sisa rambut cuma 1 senti, sampe bener--bener plontos.

Selidik punya selidik, rupanya ajang botak rame-rame ini adalah acara pamer para anggota serikat pekerja buat menunjukkan power dan kekuasaan mereka, bahwa mereka bisa kompak dengan cara ngebotakin rame-rame.

Para director Jepang yang ngeliat fenomena ini mulai khawatir.
Pasalnya, di Jepang itu kalo ada yang orang yang mencukur habis rambutnya hingga plontos, itu artinya dia sudah melakukan kesalahan besar dan untuk menebus kesalahannya si orang tersebut membabat habis rambutnya.

Makanya, ketika ngeliat banyak karyawan cowok yang tiba-tiba jadi upin-ipin, orang-orang Jepang jadinya berpikir, jangan-jangan para karyawan udah berbuat hal yang jelek.

Padahal, kalo di Indonesia sih nggak ngaruh ya, mau berbuat jahat ato nggak, kalo mau botakin kepala ya botakin aja. Apalagi kali ini di kantor, skin head jadi bentuk perayaan mereka karena nego kenaikan gaji sama management bisa berlangsung cepat dan lancar.

Ketika lagi happening soal skin head, Bos Jepang-ku tanya, 
Bos : "Kalo menurut kamu, image cowok botak itu gimana sih?"
Aku : "Yaaa, biasa aja. Saya sih nggak begitu peduli."
Bos : "Tapi kan biasanya, image botak itu orang jahat, tahanan penjara, pokonya yang jelek-jelek deh."
Aku : "Iya kali ya, Bos. Tapi aku nggak begitu memikirkan sih. Toh kalo cowoknya cakep sih, mau botak ato berambut, ya teteup aje cakep."
Bos : "Kalo gitu, gimana kalo Matsujun dibotakin juga?"
Aku : "JANGAN! NGGAK MAU! NGGAK RIDO POKONYA!"
Bos : *ngakak*

Terserah deh kalian semua mau botak, tapi jangan bawa-bawa si Akang ya!

Ya udah, gitu aja ceritanya.

Gitu doank?!
Iya, gitu doank. Nggak penting ya? 

Lagian, di awal kan ane kagak bilang ini cerita penting.

*kabur sebelum dijambak rame-rame*





Yura - Tottori; Kota Dimana Kamu Bisa Bertemu Conan!

writen at 26-Mar-16

(11-Mar-16)

Sebetulnya, Tottori sebelumnya nggak ada di dalam itine. 

Pertama, jaraknya cukup jauh dan aku nggak begitu tahu ada spot wisata apa yang ada di Tottori.
Tapi, begitu baca liputan para blogger yang pernah kesini, bahwa di Tottori tepatnya di Yura ada Gosho Aoyama Manga Factory, aku sebagai penggemar berat Detektif Conan langsung pukul palu dan berikrar : PERGI KE TOTTORI HUKUMNYA FARDU'AIN!

Setelah malam sebelumnya nyari-nyari info soal transportasi ke Tottori, pagi itu aku dan Uul seperti biasa udah standby dan siap meluncur sejak pagi.

Awalnya, rencana ke Tottori ini hampir gagal karena berbenturan dengan biaya transport yang mihiiiil. Pake kereta aja bisa makan biaya hampir 12,000 Yen (sekitar 1,3 juta rupiah). Aku sih gapapa karena punya JR PASS, jadi bisa gratis. Tapi kasian Uul, ntar dia kudu puasa 40 hari sepulang dari Tottori.

Namun, karena ketemu sama Conan adalah impian yang kudu diwujudkan, maka kedua bolang ini pun nggak nyerah begitu aja. Setelah ngulik sana sini, tanya sana sini, akhirnya kami dapet info kalo ke Tottori bisa pake bus! Meski waktu tempuh jadi dua kali lipat, yaitu 3 jam sekali jalan, tapi ongkos pun bisa lebiiihh murah.

Satu kali jalan dari Osaka ke Tottori Station memakan biaya 3700 Yen (sekitar 380ribu rupiah).
Dari Tottori station, kami masih harus lanjut naik kereta menuju Yura Station atau yang lebih dikenal dengan Conan Station selama 1 jam, dengan biaya 840 Yen (sekitar 90ribu rupiah).
Setelah perjalanan 4 jam, kami pun akhirnya tiba di Conan Station, yang langsung disambut oleh atribut serba Conan. Mulai dari gate station, papan welcome, coin locker, tangga station, hingga seisi station pun penuuuuuhh dengan gambar karakter Conan dkk.

Dua bolang yang tadinya kecapean karena perjalanan jauh, langsung semangat lagi dan jingkrak-jingkrak nggak karuan melihat Conan ada di setiap sudut.
Aaaaaak!!!
Bener-bener berasa mimpi!!!



[surga banget deh buat penggemar Conan!]



Setelah puas mengabadikan seluruh sudut station, kami pun mulai beringsut menuju Mangan Factory.
Kota Yura waktu itu sepiiiiiii banget, padahal udah hampir tengah hari. Station-nya sendiri masih sangat sederhana, bahkan saking sederhananya, nggak bisa pake kartu elektronik atau mesin tiket seperti di kota besar. Pengecekan tiket masih manual, yaitu dicek satu persatu oleh sang petugas station yang cuma ada satu orang.

Dari Conan Station sebetulnya ada shuttle bus yang bakal menjemput para pengunjung langsung menuju area Manga Factory. Tapi, menurut referensi orang-orang yang pernah ke Manga Factory, mereka menyarankan sebaiknya kita jalan kaki. Kenapa? Soalnya kalo jeli, sepanjang jalan kita bakal menemukan spot-spot ketjeh yang bisa diabadikan.

Ternyata mengikuti saran para pendahulu kita memang tepat banget!

Baru 100 meter melangkah dari station, ada patung Shinichi Kudo lagi nunggu di depan City Library. Jalan lagi hingga lampu merah, kita menemukan banyak sampul komik Conan yang ditempel di batu-batu pinggir jalan. Begitu menyebrangi lampu merah, di depan kantor pemerintahan ada Conan yang cute banget lagi makan semangka, plus tembok gedung pemerintahannya pun full sama karakter Conan. Masih belum cukup bikin penggemar Conan mangap, masih banyak spot lainnya seperti Conan bridge, patung Shinichi dan Ran di lapangan, penunjuk jalan berhiaskan karakter Conan, bahkan icon toilet wanita dan pria pun pake icon Shinichi dan Ran, dan di ujung jalan ada Kaito Kid siap menyambut kita dengan jubah putihnya yang cool!

Jauh memang perjalanan dari station hingga manga factory, sekitar 1Km lebih. Tapi semua itu nggak berasa karena perjalanan terasa menyenangkan sambil ditemani para tokoh Conan.

Begitu tiba di Manga Factory, kita langsung disambut oleh mobil VW kodok berwarna kuning milik Profesor Agasa. Gileee! Niat banget ya ini yang bikin. Mirip banget sama di komik *derek bawa pulang*




[tampak depan Manga Factory dengan mobil VW Profesor Agasa mejeng di sampingnya]



Tanpa menunggu lama lagi, kedua bolang yang udah cengar-cengir nggak sabar, langsung masuk menuju Manga Factory. 

Begitu memasuki Manga Factory, kami disambut oleh beberapa karakter ciptaan Aoyama Gosho plus karikatur sang author sendiri. Oiya, meskipun Manga Factory ini didominasi oleh Conan, tapi ada juga karya Aoyama Gosho lainnya yang ikut mejeng. Seperti Yaiba dan Kaito Kid tentunya :)
Sebelum masuk lebih dalam, kita harus beli tiket dulu.

Kami pun menghampiri mba-mba penjaga tiket yang kalo jeli rupanya seragam yang dia pake adalah kostum Conan.
Ketika kedua bolang ini mangap mau bilang kalo mereka ingin beli tiket, si mbak-nya malah ngomong duluan,

Mba tiket : "Dua orang ya? Silakan, ada dua jenis tiket yaitu dewasa dan pelajar."
Uul : "Eerr, kita mau yang dewa....."
Mba tiket : *merhatiin kedua bolang dari atas sampe bawah* "Oh, pelajar ya."
Uul : *karena emang ngerasa pelajar* "Iya, tiket untuk Mahasis...."
Mba tiket : *merhatiin lagi kedua bolang dari atas sampe bawah* "Oh, SMA ya."
Aku dan Uul : *saling pandang*
Mba tiket : "Dua tiket untuk pelajar SMA, jadi 800 Yen."
Uul : "800 Yen itu untuk dua orang?"
Mba tiket : "Iya, satunya 400 Yen."
Uul : "Kalo tiket yang dewasa berapa satunya?"
Mba tiket : "Satunya 700 Yen"
Aku dan Uul : *tanpa dikomando* "Tiket palajar SMA DUA, ya!"

Seakan bisa membaca pikiran satu sama lain, kedua bolang yang disangka SMA padahal masa-masa SMA-nya udah lewat hampir sepuluh tahun yang lalu itu [Jirrr, ketahuan deh umur gue], hanya saling pandang memandang menahan tawa. Dapet tiket murah, sapa yang nolak coba?

Tapi, dasar Uul si Goldar A yang selalu taat pada aturan, dia malah menawarkan buat memperlihatkan kartu pelajarnya ke si Mba tiket.

Uul : "Perlu kartu pelajar?"
Mba tiket : *untuk kesekian kalinya ngeliatin kita dari atas sampe bawah* "Tidak usah."

Dan dua tiket pelajar SMA pun kami dapatkan, pemirsah!
Rupanya punya tinggi minimalis nggak selamanya merugikan.
Dengan sekali ngeliat aja, si Mba tiket langsung nyangka kalo kedua bolang ini masih SMA.
SMA lhooooo. Masih mending mahasiswi, ini SMA lhooooo!!!!!
Susah emang kalo punya wajah unyu *ditoyor*

Setelah tiket ditangan, kami pun mulai menjelajah Manga Factory yang terdiri dari dua lantai.
Di lantai pertama, pertama-tama kita disambut oleh patung Conan, Shinichi Kudo, Grup Detektif Cilik dan Ran Mouri dengan berbagai pose. Di sudut ruangan ada video yang menampilkan sejarah hidup sang author, Aoyama Gosho.

Dari situ, kita beringsut sedikit menuju karya-karya original Aoyama-sensei. Karya-karya original ini nggak boleh difoto, sedangkan di luar itu bebasss difoto.

Ada juga replika ruang kerja sang author, contoh komik Conan yang sudah diterjemahkan dalam beragam bahasa di seluruh dunia, yang pastinya Indonesia termasuk salah satunya. Serta nggak lupa potret sang author dengan skala 1:1 sehingga kita bisa foto di sebelah doi seolah-olah lagi foto bareng :)

Di sudut ruangan lain, ada maket trik kasus yang pernah muncul di komik dan bisa kita praktekkan langsung.
Sayang, maketnya cuma tiga biji, padahal trik kasus di komik kan bisa ampe ratusan.
Selain maket, ada juga beberapa alat canggih buatan Profesot Agasa yang biasa dipakai Conan dan bisa kita coba juga.

Misalnya, dasi kupu-kupu pengubah suara yang beneran bisa mengubah suara kita mulai dari kayak anak kecil hingga menyerupai suara bapa-bapa. Selain itu, ada juga skateboard yang bisa dimainkan layaknya game racing. 



[suasana di dalam Manga Factory]


Lantai satu beres, berikutnya kita ke lantai dua.
Di lantai dua ada ruang pamer karya-karya penggemar Conan yang menggambar karakter favorit mereka. Yang dipajang tentunya yang juara^^

Ada juga spot foto bersama karakter 3D yang bakal muncul jika kamu menyimpan tiket masuk tepat di depan kamera. Kemudian, di sudut ruangan pun ada pertunjukan teater boneka.

Oiya, selama menjelajahi Manga Factory, kalian bisa mengumpulkan 4 stempel yang ada di beberapa sudut Manga Factory. Lembar untuk membubuhi stempelnya sudah tersedia, dan bisa dibawa pulang buat kenang-kenangan.

After all, Manga Factory ini sangat menghibur, apalagi buat penggemar Conan, pasti bahagiaaaaa berada di sini.
Satu hal yang kurang adalah kurang gedeeee.
Kalo kita cuma jalan mengelilingi aja, mungkin hanya dalam waktu 15 menit, bahkan kita nggak akan sadar bahwa udah ada di ujung Manga Factory.

Setelah puas menjelajahi seisi Manga Factory, spot berikutnya adalah menguras dompet di Souvenir Shop!
Siap-siap aja istigfar banyak-banyak, kalo kamu nggak mau bangkrut dan puasa sebulan sepulang dari Manga Factory.

Karena nggak afdol kalo nggak beli kenang-kenangan dari Manga Factory, aku pun memboyong sehelai t-shirt Conan, sedangkan Uul beli postcard dari kayu bergambar karakter Conan.
Meski hanya sebentar, tapi sekali lagi aku puas banget dan bersyukur bisa mengunjungi Manga Factory plus ketemu tokoh favorit-ku.

Dari Manga Factory, kami menyusuri jalan yang sama saat pergi tadi menuju station, dan nggak lupa beli cemilan buat di kereta nanti.

Perjalan pulang yang memakan waktu 4 jam pun dihabiskan dengan tidur pules di dalam bis.
Perasaan senang bisa ketemu tokoh idola pun terbawa mimpi hingga kedua bolang ini kembali ke Osaka.

PS : Untuk foto-foto lainnya bisa dilihat disini.





Kyoto; Kota Cantik dengan Suasana Tradisional yang Kental

writen at 26-Mar-16

(10-Mar-16)

Setelah semalam diguyur hujan gerimis, pagi itu di Osaka, tepatnya kota Morinomiya dimana apartemen temanku berada sekaligus tempatku bernaung selama di Jepang, berhembus angin dingin dengan suhu hampir 7 derajat.

Kalau saja pagi itu nggak inget rencana jelong-jelong ke Kyoto, pasti udah narik selimut dan guling-guling di atas kasur.

Plan hari ini adalah menjelajah Kyoto dan sekitarnya. 

Tadinya, Kyoto disimpen di itine hari terakhir, tapi setelah dipikir-pikir tempat yang jauh-jauh mending disimpen di hari-hari awal aja, karena kalo di hari terakhir pergi ke tempat jauh, khawatir badan ngedrop kecapean dan bakalan gempor saat pulang nanti.

Setelah mandi sambil menggigil (padahal udah pake aer panas), sholat subuh, dendong dan sarapan secukupnya, sekitar jam 7 pagi aku dan Uul ngesot keluar apartement dan siap jelong-jelong.
Kami sengaja pergi dari pagi supaya daerah wisata yang nanti bakal kita kunjungi masih sepi dan waktu buat explore pun bisa lebih banyak.

Setelah ngesot ke stasiun Morinomiya, kita pun langsung mencari kereta yang menuju Kyoto, yang hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Deket amiiirrrr!!!

Beruntung apartemen Uul berada di pusat kota, jadinya akses ke Kyoto nggak ribet dan nggak terlalu jauh.
Beruntung lagi, semua akses kereta bisa pake JR PASS, yang artinya gratiss tiss tisss!!!

Begitu nyampe di Kyoto Station, kita langsung ngibrit.
Ke area wisata? Bukan, tapi nyari toilet gegara pagi itu dingin bangeeet^^

Habis itu, kita pun segera menuju information buat cari-cari info seputar pembelian One Day Pass ticket.
One Day Pass ticket ini adalah tiket terusan city bus di Kyoto. Sepanjang kota Kyoto kita bisa menjelajah kota pake bis ini sepuas hati. Mau naik berapa kali pun bebassss.
Harga tiket terusannya cuma 500 Yen (Sekitar 50ribu rupiah) untuk satu hari.
Amat sangaaat murah dibandingkan kudu beli tiket ngeteng yang sekali naik bisa nyampe 200 Yen.

One Day Pass di tangan, kita pun langsung nyari-nyari peta untuk menentukan tempat mana yang bakal dikunjungi. Atas saran Uul, sebaiknya kita pergi dulu ke tempat-tempat yang jauh supaya lebih efisien.

Setelah ngegalo di depan peta, dua bolang ini akhirnya memutuskan tempat pertama yang dikunjungi adalah Fushimi Inari, yaitu sebuah kuil yang terkenal dengan icon gerbang jingga-nya yang buanyaak dan berjejer.
Dari Kyoto Station, hanya diperlukan waktu sekitar 10 menit menuju Fushimi Inari.

Karena masih pagi, Fushimi Inari masih lumayan sepi, apalagi ini hari biasa, bukan holiday. Hanya ada beberapa pelancong dan beberapa siswa yang study tour.



[cuaca mendung dan suasana yang masih sepi membuat sekitar Fushimi Inari Shrine makin terasa dingin. Brrr....]



Setelah memasuki gerbang Fushimi Inari dan nggak lupa poto-poto narsis [TEUTEUP], kami pun melanjutkan perjalanan menuju area utama kuil. Di tengah jalan, mata ini tiba-tiba tertuju pada toko-toko yang menjual souvenir dan makanan khas Kyoto. Kaki yang tadinya mau berbelok belenjong, langsung tertahan dan dengan berat hati diseret menjauhi toko-toko souvenir, sambil tak lupa mengucap istigfar.

"Jangan. Jangaannnn. Masuk kuil aja belom, masa udah tergoda belenjong. Ayok, Ul! Lanjut mendaki kuil." kataku sambil terus komat-kamit istigfar supaya nggak tergoda.
"Yoyoi. Lanjut mendaki yuk! Belanja-nya pulangnya aja", jawab Uul
"AYOK!" timpalku semangat.

Yeee, sama aja, Neng!
Percuma tadi istigfar, atuh-_____-

Semula aku pikir Fushimi Inari ini cuma kuil dengan jalan memanjang lurus yang isinya gerbang (Torii) berwarna jingga dan berdempet-dempet. Soalnya, kalo ngeliat foto-foto di internet kan kesannya kayak gerbang yang puanjaaaang banget dan serba jingga.

Rupanya saya salah besar, pemirsah!

Di bagian bawah kita disuguhi beberapa bangunan kuil besar, baik itu untuk tempat berdoa, tempat menjual ramalan dan jimat serta tempat menyimpan jimat itu sendiri. Sedikit menaiki tangga, ada beberapa area seperti kuburan dengan berhiaskan patung-patung yang hampir semuanya memiliki icon rubah putih.

Kalo pengen menemukan gerbang berwarna jingga yang berjejer rapat, kita harus naik lagi.
Setelah tiba di jejeran gerbang berwarna jingga, rupanya perjalanan masih panjang, Jendral!
Begitu ngeliat peta, perjalanan kita belum sepertiganya, masih harus mendaki ratusan anak tangga untuk sampai di puncak. Baru ngeliat peta aja lutut udah lemes, tapi begitu inget prinsip "mumpung masih disini" atau "kapan lagi kesini", dua bolang ini pun bersikeras untuk mendaki sampai puncak Fushimi Inari.



[ratusan anak tangga kayak begini yang harus didaki hingga puncak!
Well, Welcome to the Jungle!
]


Ratusan anak tangga didaki, lutut yang gemetaran nggak digubris, kaki yang lecet tak dihiraukan, udara dingin gunung pun tidak menghalangi dua bolang untuk terus mendaki hingga anak tangga tertinggi.
Meski sempat gempor dan hampir putus napas, akhirnya kami sampai di puncak Fushimi Inari!
*potong tumpeng*

Puncak Fushimi Inari yang berada di ketinggian 233 M ini sebetulnya biasa aja. Hanya ada sebuah area atau kuil kecil tempat berdoa. Mungkin bagi penganut kepercayaan yang bersangkutan, bisa berdoa di puncak kuil merupakan kepuasan dan rasa syukur yang tidak terhingga. Setelah bersusah payah mendaki hingga 233 meter, tentunya berdoa pun jadi lebih khusuk dan rasa capek pun terbayar tuntas.

Aku dan Uul cuma bisa memandangi orang-orang yang lagi berdoa dan sesekali memotret.
Meski kami nggak berdoa, tapi pemandangan yang disuguhkan dan rasa puas bisa mendaki sejauh itu sudah cukup bikin seneng dan cengar-cengir happy.

Oiya, rupanya ada hal menarik yang kita temukan selama kami mendaki.
Kalo kalian pergi ke Fushimi Inari, jangan lupa bawa air minum karena lumayan menguras keringat, meskipun musim dingin. Dan, kalo mau beli air minum di vending machine, pastikan kalian udah beli semenjak dari bawah. Kenapa? Karena semakin kita mendaki, harga air minum di vending machine bakal semakin mahal.
Yup! Dua bolang nggak ada kerjaan ini malah merhatiin harga air minum di vending machine sambil mendaki. Kalo di area bawah kuil biasanya harga air mineral cuma 100 Yen, semakin ke atas harganya bisa naik mulai dari 120 Yen, 130 Yen, hingga yang paling mahal 140 Yen.
Lumayan kan? Hihii.

Setelah menginjakkan kaki di puncak, kami pun mulai menuruni anak tangga untuk kembali ke bawah.
Selama menuruni tangga, kami berpapasan dengan banyak pengunjung yang baru saja tiba di kuil dan kudu berjuang panjang hingga mencapai puncak.

Mentang-mentang kami udah nyampe puncak, tiap kali berpapasan dengan pengunjung lain yang kecapean mendaki, dengan songongnya kedua bolang ini nyelutuk :
"Semangat, kakaaak! Masih jauh loooo puncaknya. Masa baru segitu aja udah nyerah."
[padahal tadi pas mendaki, sama-sama gempor-______-]

Yang untungnya kita ucapin pake bahasa Indonesia, karena kalo nggak, mungkin udah kedua bolang songong ini udah diiket rame-rame di gerbang kuil buat jadi santapan rubah putih.

Begitu tiba kembali di bawah kuil, tanpa dikomando dua bolang ini langsung ngibrit menuju toko oleh-oleh. Sakit kaki yang tadi dirasa ketika mendaki kuil tiba-tiba ilang entah kemana begitu ngeliat pernak-pernikk lucu khas Kyoto.

Apalagi saat kita menyusuri jalanan kuil, dua bolang ini menemukan banyak kedai penjual makanan berjejer yang bikin iler mengalir deras.

Ada sedikit cerita nyebelin saat wisata kuliner di Fushimi Inari.
Di antara para penjual makanan, ada satu penjual taiyaki (kue sejenis pancake berbentuk ikan dengan isian kacang merah atau custard).
Karena taiyaki yang baru mateng dan masih ngepul itu bikin ngiler, plus harganya pun cuma 150 Yen, aku dan Uul memutuskan untuk beli. Saat akan beli, ada seorang turis dari Turki di sebelah kami yang juga mau ikutan beli.
Karena si ibu-ibu turis dari Turki yang berjilbab dan baik hati itu nampak nggak bisa bahasa Jepang dan nggak ngerti taiyaki itu kayak apa, Uul mencoba membantu menjelaskan pake bahasa Inggris.

Setelah ngerti, ibu-ibu Turki itu mulai memesan taiyaki ke si penjual pake bahasa Inggris.
Karena si penjual kagak ngerti bahasa Inggris, Uul yang baik hati pun mencoba membantu lagi dengan menterjemahkannya pake bahasa Jepang.

Eeeeh, bukannya diterima dengan baik, si bapa penjual taiyaki malah ngomel dan marah-marah nggak karuan. Dia malah mencibir Uul sambil bilang kalo nggak usah sok-sok-an pake bahasa Inggris dan bahasa Jepang setengah-setengah.

Dan, entah emang si bapa penjual itu sarap ato stress, saat Ibu-ibu Turki ngasih uang buat bayar taiyaki dengan lembaran 5000 Yen, si penjual gila itu malah makin marah dan bilang nggak mau nerima uang gede, pengennya pake uang pas. Yakali kalo nggak ada kembalian kan bisa bilang baek-baek, nggak usah ketus gitu, Pa!
*sumpelin batu ke mulutnya*

Kesel sih, tapi kalo ditinggalin begitu aja kesian juga ibu-ibu Turki-nya karena dia nggak ngerti bahasa Jepang.
Akhirnya, kita temenin sampai si Ibu itu mendapatkan taiyaki pesanannya, dan kita pun segera pergi meninggalkan bapa sarap itu setelah taiyaki pesanan udah di tangan.
Huh, untung taiyaki-nya enak, kalo nggak udah ane gulingin deh kedai elu.
*derek buldozer sampe depan kedai*

Daripada kesel berkelanjutan, aku dan Uul pun melanjutkan wisata kuliner dan beli oleh-oleh.

Alhasil, kita pun memboyong yakitori (sate ayam) yang guedeee dan enyaaak, sekantong kue mochi khas Kyoto dan beberapa pernak-pernik ala kuil.

Setelah puas menjelajah Fushimi Inari, destinasi kami berikutnya adalah Arashiyama!

Arashiyama ini terkenal dengan hutan bambu-nya yang kereen dan berasa di negeri dongeng [lebay].
Dari halte bus Fushimi Inari hingga Arashiyama memakan waktu sekitar 30 menit, lumayan jauh karena dari ujung ke ujung. Karena tadi udah kecapean mendaki sampe puncak Fushimi Inari, 30 menit selama perjalanan di bus bener-bener bikin dua bolang ini pules ampe ngiler.

Didukung dengan cuaca yang adem, suasanya di dalam bis yang tenang, dan tempat duduk yang pewe, wisata ke alam mimpi pun cukup ditempuh dalam itungan detik.
Begitu terbangun, kita pun tau-tau udah di halte Arashiyama.

Kedua bolang yang baru bangun dengan nyawa masih setengah terkumpul, buru-buru turun dari bus dan nggak lupa lap iler, eh....gesek tiket sebagai tanda pembayaran ongkos bus maksudnya.

Dari halte, masih lumayan jauh sebetulnya hingga menuju Arashiyama Bamboo Forest.
Karena cuaca saat itu dingin dan segaaar banget, kami pun memutuskan untuk menuju Arashiyama sambil jalan dan cuci mata.

Sepanjang jalan menuju Arashiyama, kami disuguhkan pemandangan yang ketjeh banget! Mulai dari sungai yang bersih, sepanjang jalan yang adem dan rapih, toko-toko penjual souvenir dan makanan yang bikin kudu banyak-banyak istigfar lagi, penyewaan kimono plus cewek-cewek kawai berkimono yang wara-wiri di sekitar Arashiyama.

Di tengah jalan, kami menemukan penjual matcha soft ice cream yang langsung dihampiri tanpa ba bi bu oleh kedua bolang kelaperan ini [padahal tadi abis makan taiyaki dan yakitori porsi gede-_____-]. 
Matcha soft cream seharga 300 Yen itu asli ENAK!
Matcha-nya kental, nggak terlalu manis keblinger, dan isinya banyaaak! Bahkan sampe tiba di Arashiyama yang berjarak beberapa ratus meter sejak kita beli soft cream, masih belum abis juga saking banyaknya.
Asli itu matcha soft cream terenak yang pernah aku makan!

Karena kedua bolang ini baru pertama kali pergi ke Arashiyama, alhasil kita nggak tau kudu ke arah mana untuk menuju ke bamboo forest. Akhirnya, kedua bolang ini pun menuruti insting liarnya dengan mengikuti para turis di depan. Lagian, kalo ke Arashiyama ya kemana lagi kalo destinasinya bukan ke bamboo forest. Jadi, tinggal ikutin aja kebanyakan orang perginya kemana.

Rupanya insting liar kedua bolang ini benar, pemirsah!

Hanya dalam hitungan menit, kami pun sudah tiba di bamboo forest.
Kesan pertama yang terlintas saat tiba di bamboo forest adalah SILENT. Sunyi, sepi dan adem. Udara Arashiyama yang dingin hingga 7 derajat ditambah semilir angin yang berhembus meniupkan daun-daun bambu, semakin menambah aura hening di Arashiyama.

Padahal waktu itu cukup banyak pengunjung di Arashiyama, tapi suasana hening dan tenang tetap terasa kental.
Kesan kedua yang terlintas saat tiba di Arashiyama adalah "Ini kalo malem-malem, ada Sadako nggak ya lagi jelong-jelong di hutan?"



[bayangkan kamu malem-malem di situ,
berpapasan sama Sadako......]


Meski Arashiyama lebih dikenal dengan bamboo forestnya, tapi rupanya nggak hanya itu yang bisa kita temukan di Arashiyama. 

Ada sungai Arashiyama yang beniiiing dan nggak ketinggalan bebek-bebek yang berenang dengan riang-nya, ada rumah-rumah penduduk yang asri dan bersiiih banget, toko souvenir, ada juga pohon-pohon jeruk yang bikin ngiler dan minta dicolong tapi langsung kita urungkan kalo mengingat takut didatengin Sadako dari hutan bambu gegara nyuri jeruk-____-

Puas menikmati keheningan di hutan bambu, kedua bolang pun kembali menuju halte bus. Sepanjang jalan menuju halte bus, nggak lupa kita mampir ke toko-toko souvenir dan aku berhasil tergoda untuk memboyong sebuah iphone case buat temanku yang kemarin berbaik hati nganter ke bandara^^
Bus yang ditunggu datang dan kami pun segera naik untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya : Kiyomizudera Temple.

Untuk mencapai Kiyomizudera Templa, dari Arashiyama cukup 10 menit perjalanan dan berhenti di Higashiyama.
Higashiyama ini adalah jalanan menanjak yang kanan-kirinya penuh dengan toko-toko mulai dari makanan khas setempat, souvenir, persewaan kimono, kedai makan, dan sebagainya yang lagi-lagi kudu banyak-banyak istigfar selama melewati jalanan ini.

Di puncak Higashiyama, kita akan disuguhi bangunan kuil-kuil yang kalo perjalanan diteruskan akan tiba di Kiyomizudera Temple.

Karena waktu itu udah mulai malam, ditambah cuaca makin dingin dan hampir bikin beku, kaki udah gempor plus Kiyomizudera pun lagi dalam masa renovasi, maka kedua bolang ini dengan berat hati membatalkan masuk ke Kiyomizudera dan cuma sampai depan kuil aja, lalu kembali pulang.

Karena sudah jam makan malam, kami pun memutuskan untuk makan dulu sebelum kembali ke Osaka.
Kebetulan, Uul dapet info kalo di Kyoto ada ramen halal. Maklum, sebagai muslim kita nggak bisa makan ramen asli Jepang, karena meski toping dagingnya bisa diganti pake sapi, tapi kuahnya belum tentu aman.
Begitu tau ada ramen halal dan jaraknya pun nggak begitu jauh, kedua bolang yang udah kelaperan ini pun langsung meluncur.

Dari Higashiyama, cukup pakai city bus sekitar 10 menit dan turun tiga halte selanjutnya.
Ketika ngeliat aplikasi maps di smartphone, kita mengira kalo dari halte Higashiyama tinggal naik bus ke arah Kyoto Station.
Sejam lebih kami menunggu di halte yang penuuuh dan ngantri banget.

Saat menunggu dalam udara dingin, tiba-tiba Uul ngecek hape dan terkejut, pemirsah!

Rupanya, untuk menuju kedai ramen halal, kita bukan naik bus yang mengarah ke Kyoto Station, melainkan arah sebaliknya.

Sambil ngakak karena nunggu di halte yang salah arah selama sejam, kedua bolang linglung itupun ngibrit nyebrang menuju halte di arah yang berlawanan.

Untungnya orang-orang sekitar yang ikutan antri di halte nggak ada yang ngerti kita lagi ngapain. Kalo mereka pada ngerti, pasti disurakin : "Udah sejam nunggu, ternyata haltenya salah arah. Cuciaaaan deh luuuu!"
Di halte sebrang, tidak sampai 5 menit kami mendapatkan bus yang ditunggu dan langsung meluncur menuju kedai ramen halah sambil ngakak nggak berenti-berenti.
Maklum, di negeri orang.
Maklum, kami turis, jadi nyasar-nyasar ato salah halte dikit gapapalaaahhh *ngeles*

Begitu bus berhenti di halte yang dituju (sorry, aku lupa nama haltenya), kami turun dan berjalan agak ke dalam jalanan kecil sekitar 3 menit. Dari situ kedai ramen halal yang bernama NARITAYA pun terlihat.
Di depan kedai, kami disambut dengan papan toko bertuliskan HALAL, yang tentunya membuat kita makin tenang dan mantap untuk memasuki kedai.

Di dalam kedai pun kami disambut lagu-lagu bernuansa islam, plus seorang pemilik kedai yang mungkin berkebangsaan dari salah satu negara Arab, Turki, dsb.
Bahkan di dalam kedai pun disediakan mushola, yang tentunya sangaaaaaat jarang ditemukan di Jepang.
Senangnyaaaa, bisa sekalian sholat deh :)

Malam itu kedua bolang memesan spicy chicken ramen plus karaage (ayam goreng tepung tanpa tulang) ukuran S.
Ramennya alhamdulillah enyaaak banget! Kuahnya gurih, toping ayamnya empuk dan yummy, mie-nya lembut dan porsinya pun mantabh!
Harga 1000 Yen untuk semangkok ramen dan 300 Yen untuk seporsi karaage pun rasanya worth it banget.
Apalagi kami bisa makan ramen dengan tenang karena dijamin halal ^o^



[ramen halal di Naritaya]


Selesai menyantap ramen, kami pun memutuskan untuk pulang karena hari semakin gelap dan dingin.
City bus yang malam itu membawa kami hingga Kyoto Station pun mengakhiri petualangan dua bolang di Kyoto.

Kyoto, kota yang bersih, asri, kental dengan suasana tradisional dan tentunya semakin bikin betah dengan adanya kedai ramen halal.
Semoga bisa kesini lagi dan menjelajah tempat lainnya di Kyoto.
Amin.

PS : Untuk foto-foto lainnya, bisa dilihat disini.






Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...