jadi diri sendiri

6-Aug-14

"Only 5 months left, Ganbatte!"

Ucapan seorang teman yang coba menyemangatiku ketika kemarin-kemarin aku misuh-misuh melulu soal kerjaan.

Iya, hanya tinggal 5 bulan menuju akhir tahun sebelum aku benar-benar resign dari kantor tempatku bekerja sekarang.
Walaupun keinginan resign itu masih 80% dan 20% sisanya entah apa yang bikin bingung mau berhenti atau nggak. [mungkin 20% sisanya itu karena berat hati meninggalkan fasilitas donlot gratis sepanjang hari *dikeplak Bos*]

Dan beberapa minggu lalu, tiba-tiba Bos manggil pake acara interogasi sampai hampir 1 jam.

Bos : "Kenapa saya lihat inisiatif anda kurang akhir-akhir ini?"
Aku : -belum isi pulsa Bos, abis nggak ada yang jual inisiatif-isi-ulang-paket-gaol-
[tentunya dalam hati, karena aku masih pengen terima gaji dan bonus akhir taun buat beli tiket ke Jepang]

Bos : "Cobalah lebih care sama perusahaan"
Aku : -bawa Beng-beng kemaren aja dicuekin, kenapa saya kudu care ama situ?
[dendam kesumat ini mah...]

Bos : "Anda suka kan dengan perusahaan ini?"
Aku : -saya sukanya sama Doi-san, bukan sama anda- #salahfokus

Bos : "Saya akan terus memantau perkembangan kinerja anda, meski memakan waktu bertahun-tahun."
Aku : -nggak usah repot-repooott, tahun depan saya udah nggak ada di sini kayaknya-
Bos : "Nah, apa rencana jangka panjang anda disini?"
Aku : -iiisshhh, situ ngotot deeh! Dibilangin saya nggak bakal lama-lama lagi di sini...-

Meski di dalam hati ngedumel sampai manyun 30 senti pun, tetap saja jawaban yang keluar di hadapan Bos hanya "Hai, wakarimashita." (Baik, saya mengerti)

Setelah puas interogasi, tiba-tiba si Bos minta agar aku berperan seperti management. Seperti apa? Mengawasi semua pekerjaan, proses, mesin, atau apapun yang ada di dalam perusahaan, jadi orang kepo akut, tanya ini-itu, protes ini-itu, periksa ini-itu. Pokonya, semua kerjaan yang biasa dilakukan Bos dan management lainnya.

Bedanya, jika Bos dan management punya kuasa, jabatan dan wewenang ........aku?
Da apa atuh aku mah, cuma rakyat jelata *nangis di pojokan*
Dengan posisi seperti ini, aku harus protes ini-itu, kepo segala-galanya, ikut campur ke Departemen lain yang jelas-jelas bukan bagianku, TANPA RASA SUNGKAN.

Iya, posisi sebagai seorang sekertaris mungkin memang kudu gitu. Mengatur dan support semua kerjaan si Bos, apa-apa yang dirasa aneh atau janggal, kudu protes dan laporan. Kalau bisa bikin perbaikannya sekalian.Dan nggak boleh merasa bahwa "ini kerjaan orang lain, bukan tugasku."

Tapiii, TANPA RASA SUNGKAN ???Sedangkan "lawanku" semuanya itu Bapak-Ibu Pejabat Perusahaan yang terhormat plus Kepala Departemen!
Bos selalu wanti-wanti kalau posisiku yang "free" tanpa ada ikatan dalam departemen manapun serta sebagai "orang di samping Bos", seharusnya bisa "free" juga masuk ke departemen manapun. Sekali lagi, TANPA RASA SUNGKAN.

Tapi yaelaaahh, situ yang Bos dan punya segala kekuasaan gampang kali bilang kayak gitu. Mana ada rasa sungkan kalo perusahaan ini punya situ sendiri, yang tinggal nunjuk ini-itu.
Rakyat jelata kayak aku bisa apaaa? *nangis guling-guling*

Untungnya, ada satu orang yang ngerti meski dengan embel-embel "free", meski telah 4 tahun aku kerja disini, rasa sungkan menghadapi orang yang jabatan dan wewenangnya lebih tinggi dari kita itu pasti akan muncul.*peluk hangat dan sungkem buat Ibu HRD yang langsung paham cuma dengan melihat wajahku yang memelas...*[jadi nggak enak karena dulu suka ngomongin dia...haha]

Intinya, AKU MUAK.

Aku nggak suka, nggak sudi, nggak mau, pokonya emoooh lah kalau harus mengerjakan sesuatu yang sama sekali nggak aku minati, nggak aku sukai bahkan dipaksa jadi orang lain. Bukan diri sendiri.Lagian, ketika interview ngelamar kerja disini aku dijelaskan kalau job desk-ku adalah sebagai translator, intrepreter dan secretary. Dimana secretary-nya adalah sebagai japanese support [yah, upik abu lah istilah kerennya]. Nggak ada tuh nyinggung-nyinggung soal "free" dari departemen manapun dan bisa masuk ikut campur seenaknya.

Coba kalau dari awal bilang gitu, ya aku prepare donk.

Kayaknya sih, karena di sini orang Jepunnya cuma satu, pinter Bahasa Indonesia pulak, tamu staff Jepang yang datang pun sedikit, dokumen yang kudu ditranslate pun semakin hari semakin berkurang, jadinya si Bos nggak rela aku kerja sedikit dengan salary seorang interpreter yang nggak bisa dianggap remeh *dumdidam*

Kalo nggak ikhlas ngasih salary ya nggak usah ngerekrut interpreter sama sekertaris dari awal laaahh.

Terjemahin aja itu imel sama dokumen semuanya sendiri.
Temenin aja itu tamu dari Jepang ampe malem, ampe bulukan, ampe digiles mesin, seorang diri.
Beresin aja itu semua dokumen bejibun dan file-file sendiri.
Kalo ada staff yang ngomong terus situ nggak mudeng, buka kamus gaul aja dan nggak usah nanya-nanya aku.
Kalo mau presentasi dan miting, cuap-cuap aja seorang diri, aku mau bobo chuantieq di kosan.
Puyenghai deh ah.

Jadi, kalo si Bos nanya-nanya lagi soal inisiatif diri atau rencana jangka panjang di perusahaan ini, aku bakal sumpel mulutnya trus dorong ke dalem sumur angguk-angguk aja dan kasih senyum paling manis sepanjang hari. Biar nggak bawel deh.Kalau memang minat dan suka, sesusah atau serempong apapun pasti aku kerjakan.

Tapi, kalau dipaksa harus jadi kayak orang lain, yu dadah yu babai deh.
I love myself, dan anda tidak bisa mengubah saya untuk jadi seperti orang lain.




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...