di sepertiga malam itu

7-Aug-14

Di suatu siang, aku dipanggil ke ruang meeting untuk membahas sesuatu entah apa itu. Aku tiba di depan ruang meeting, sebuah ruangan di lantai dua yang asing bagiku karena tidak seperti ruangan meeting kantor yang sehari-hari kulewati dan kugunakan. Pintu ruang meeting yang terbuat dari besi tebal dengan jendela kecil di tengahnya, nampak begitu dingin dan suram.

Ketika kenop pintu akan kuputar, tiba-tiba dari samping kulihat seorang rekan kerjaku menghampiri, Nampaknya dia pun akan ikut meeting bersama. Aku mempersilakan ia membuka pintu terlebih dahulu. Begitu pintu terbuka, rekan kerjaku itu malah mempersilakan aku masuk duluan. Mungkin karena dia pria, jadinya ladies first.

Kutengok sebentar bagian dalam ruang meeting itu. Tidak nampak seperti ruangan meeting pada umumnya. Gelap, dingin, dindingnya lusuh, cahaya lampu yang temaram dan lantai yang kusam. Tidak ada seorang pun disana.Aku masuk tanpa ragu dan langsung menuju ke tengah ruangan. Namun, tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang. Erat dan seperti tidak mau lepas. Tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang memelukku. Aku tahu namanya, aku tahu dia, tapi aku tidak mau membicarakannya.Tanpa paksaan, dia pun melepas pelukannya dan tersenyum. Tidak peduli beberapa orang yang masuk ke ruang meeting menoleh dan memperhatikannya.Dan aku hanya diam tanpa ekspresi.

Meeting pun dimulai.Seperti meeting kebanyakan, dan aku tidak tahu apa yang dibahas. Aku hanya diam sepanjang meeting itu.

Meeting selesai, dan aku berniat untuk pulang.

Ternyata dari salah satu anggota yang hadir pada meeting itu, ada teman SMP-ku yang bernama Duan. Kenapa dia bisa ada di situ? Itulah hebatnya mimpi. Siapapun bisa masuk ke manapun. Meski tidak ada hubungannya sama sekali.

Duan menyapaku dengan ramah. Cowok berkulit hitam dengan perawakan kecil itu tetap murah senyum dan senang bercanda.
Dia menawarkanku untuk pulang sama-sama yang langsung kujawab dengan anggukan.

Duan memboncengku di jok belakang sepeda sport-nya. Lagi-lagi tidak nyambung, masa pulang meeting boncengan dengan sepeda? Well...Kami melewati sebuah flyover. Entah flyover di daerah mana, yang kulihat flyover ini begitu lebar dan penuh dengan mobil yang melaju dengan kecepatan seperti dikejar setan. Sepeda yang kami tumpangi tentunya bukan tandingan mobil-mobil itu.

Ketika melaju tepat di tengah-tengah flyover, di depan kami ternyata ada kecelakaan yang menyebabkan seorang pengendara tewas seketika. Mayatnya pun masih ada di jalan dan langsung dikubur dengan tanah seadanya di flyover tersebut [iya, makin aneh kan?].

Duan yang kaget, tidak sempat menghindari gundukan tanah berisi mayat itu. Ia membanting sepedanya ke bahu jalan. Aku terhempas dari boncengan sepeda Duan dan menyerempet pagar flyover. Lengan kiriku lecet, tapi aku selamat dan masih bisa berdiri. Sedangkan Duan, kulihat ia terserempet mobil dari sebelah kanan yang melaju kencang dan menghempaskan sepedanya. Duan terpental sejauh beberapa meter dariku dan langsung terbanting jatuh ke bawah flyover yang tingginya puluhan meter.

Spontan aku kaget dan berusaha mencerna apa yang terjadi barusan. Rasanya terlalu cepat agar mataku bisa menangkap semua kejadian barusan. Kulihat Duan tekapar di dasar aspal di bawah flyover. Tubuhnya bergerak lemah menandakan ia masih bernyawa. Tanpa dikomando, aku langsung menuju ke bawah tempat Duan terkapar. Tidak ada satupun yang menolong kami, padahal jalan raya begitu ramai.

Kebetulan, kulihat seorang rekan kerjaku melintas di depanku. Kupanggil dia dengan sekuat tenaga, tapi yang dipanggil hanya menoleh dan melanjutkan perjalannya. Aku pun kembali berlari menuju tempat Duan terkapar.Ia masih bergerak!

Meski lemah dan darah bercucuran hingga membuat bajunya menjadi berwarna merah pekat.
Aku segera membopongnya, dan ajaibnya ia masih bisa berjalan [yah, namanya juga mimpi].

Kucari dokter atau klinik di sekitar situ, dan ajaibnya lagi di depan mataku ada klinik serta seorang dokter baik hati yang menawarkan bantuannya. [sekali lagi, inilah ajaibnya mimpi. Semua serba kebetulan]
Dokter itu menggantikanku membopong, atau lebih tepatnya menyeret Duan yang sudah tidak berdaya. Ia mengangkat tubuh Duan ke dalam kliniknya yang berada di lantai dua sebuah rumah.

Tapi, tubuh Duan yang sudah bersimbah darah tak kuasa lagi bertahan. Duan tumbang dan seluruh tulang lengan dan betisnya lepas.[scene yang aku lihat, tulang-tulangnya lepas dan patah begitu saja]
Dokter yang aneh itu dengan entengnya mematahkan semua lengan dan kaki Duan. Bayangkan kalau kita sedang makan ceker, dan mematahkan bagian demi bagian ceker itu.

Bedanya, ini adalah tulang manusia.Dengan hanya menyisakan kepala dan badan bagian atas, semua lengan dan kaki Duan yang sudah terpotong-potong langsung dimasukkan ke dalam kuali. Dimasak begitu saja dengan kulit yang masih bersimbah darah. [entah kenapa tiba-tiba disitu ada peralatan memasak lengkap dengan kompor gas dan kualinya]
*yang mau muntah, silakan mlipir dulu*

Aku hanya bisa melongo melihat semua kejadian di depan mataku.Dan detik berikutnya aku terbangun karena suara ponsel berdering dengan alunan lagu Yuzu yang nyaring.

Pukul 02.00 dini hari.Membayangkan mimpi barusan membuatku mual dan bergidik.

Jangan-jangan tadi malam aku lupa berdoa sebelum tidur, sehingga Tuhan memberiku mimpi aneh dan menyeramkan.
Tidur lagipun percuma, karena scene dalam mimpi masih jelas dalam ingatan.

Akhirnya, aku berjalan setengah sadar menuju kamar mandi, mengambil air wudhu dan memanjatkan doa di sepertiga malam itu kepada Sang Penguasa.

Kubacakan beberapa lembar ayat suci agar lebih tenang. Tidak lupa juga kuminta beberapa permohonan kepada Sang Pengasih malam itu. Termasuk permohonan agar aku bisa tidur nyenyak dan tidak menjumpai mimpi seperti tadi.Setelah selesai berdoa, kulanjutkan tidurku.

Ditemani alunan lagu Arashi yang lembut, aku kembali tertidur.
Dan bermimpi lagi.
Untungnya, kali ini bukan mimpi aneh dan menyeramkan seperti tadi.

Aku hanya bermimpi bermain-main dengan keponakanku yang masih bayi di sebuah rumah kosong. Kesana kemari mengejar keponakanku dan akhirnya pulang setelah lelah bermain.

Mimpi kali ini cukup bisa membuatku lebih tenang.
Mungkin memang aku yang lupa berdoa sebelum tidur tadi malam...

PS : Duan, kenapa malah dirimu yang muncul? Padahal inget aja nggak. Atau ada pesan yang ingin kamu sampaikankah? 
Semoga kamu sehat selalu.




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...