[Travelling] : Wisata Alam, Sejarah dan Kuliner di Cirebon

28-May-15

Setelah semalam menjelajahi Cirebon dan ditutup dengan "sedikit" pengalaman yang bikin bergidik, esok paginya keempat bolang pun melanjutkan penjelajahan di Kota Cirebon ini.

Beberapa tempat dan spot kuliner sudah disusun, dan tidak perlu menunggu waktu lama, keempat bolang merangkap bikers ini pun segera memacu motor-motornya menjelajah Kota Cirebon untuk hari kedua.
Sekita pukul 07.00, kami memacu motor menuju sebuah spot kuliner, dan kali ini bener-bener khas Cirebon yaitu Bubur Sop.

Bubur ayam biasa namun disiram dengan kuah sop, ditambah suwiran daging ayam atau iga sesuai selera, tidak lupa ditemani kerupuk plus teh tawar hangat.

Kikiw memandu kami ke sebuah warung Bubur Sop yang katanya cukup terkenal dan uenaaak. Begitu tiba di tujuan, nampaknya Kikiw nggak main-main karena melihat suasana penjual yang dipadati pengunjung, menandakan Bubur Sop pilihan Kikiw ini endeuss rasanya.

Setelah menunggu pesanan beberapa saat, Bubur Sop pesanan kami pun datang.
Rasanya beneran enak! Apalagi dimakan pagi hari ketika udara Cirebon masih belum terlalu panas.
Kuahnya yang bening namun dengan rasa yang kental tapi nggak bikin keblenger, ditambah bubur yang padat, daging ayam yang halus dan iga yang empuk, membuat keempat bolang ini memakan Bubur Sop dengan lahap hingga tak bersisa [piringnya disisain sih..].

Satu porsi Bubur Sop dibanderol seharga 11 ribu rupiah, dan bisa lebih jika kita meminta tambahan iga.
Harga yang amat worth it dengan porsi yang mengenyangkan dan rasa yang endeuss.

Setelah kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi pertama di hari kedua kami di Cirebon, yaitu Plangon.

Plangon adalah salah satu objek wisata di Cirebon berupa hutan yang berisi banyak monyet [ato kera, ya?].
Dari rumah Kikiw menuju Plangon hanya memakan waktu sekitar 10 menit dengan motor, dan melalui jalan berliku plus tikungan yang cukup tajam yang bisa bikin Oeng merem melek ketakutan. Hihi.

Begitu tiba di area Plangon, aku sempat pesimis dan berpikir : "Apaan nih? Cuma bukit di pinggir jalan dengan beberapa penjual kacang. Monyetnya mana?"

Aku pikir, begitu kita tiba di Plangon, udah langsung aja disambut onye-onye itu, tapi rupanya para monyet harus dipanggil dan dipancing dengan makanan, baru mereka mau keluar.

Setelah beberapa penduduk dan penjual kacang mengeluarkan suara-suara mirip monyet, satu, dua, tiga ekor monyet mulai menunjukkan batang ekornya. Awalnya mereka hanya menunjukkan kehadirannya dengan loncat dari satu pohon ke pohon lain, tanpa terlihat niatan untuk ngobrol dengan kami, apalagi pedekate, apalagi ngajak nonton bioskop.

Tidak perlu waktu lama, para monyet mulai bermunculan dan semakin bertambah banyak. Bahkan, kini mereka sudah tidak malu-malu lagi dan mulai mendekati kami juga pengunjung lainnya.

Ada yang menghampiri pengunjung yang membawa kacang, ada yang modus deket-deketin pengunjung yang bawa buah-buahan, ada yang rebutan nasi bungkus, ada yang anteng makan sendiri di atas pagar, ada yang memunguti makanan sambil menggendong anaknya, bahkan ada yang nyolong tolak angin yang kami bawa dan dicantelin di motor!

"Maaak, dapet makanan enak dari para manusia itu, maaakk!" ucap seekor monyet saat pulang ke rumahnya.
"Mana, Nak? Makanan apa?" jawab ibu monyet.
"Ini lho, Mak. Pake bungkus warna kuning gitu, dalemnya cair. Aku liat para manusia itu makannya dengan cara disobek gini. Aku cobain ya maak." anak monyet langsung merobek makanan berbungkus warna kuning itu dengan antusias.

Slurrrppp.
Tanpa pikir panjang, satu bungkus langsung ia habiskan.
"Gimana rasanya, Nak?" Ibu monyet penasaran.
"Emm, anget-anget gitu, Mak. Angeett...anget...ang.....PUEDEEESSSS!!!!" anak monyet mulai kelojotan, "Maaakk, aer maaakkk!! Kerongkongan ane berasa kebakar!!! Pedeeessss yaowlohhh!!!" anak monyet berlari menuju sungai mencari air segar.
"Gileee ini manusia! Makanan pedes gini kok dimakan sih!! Apa enaknya coba?!!"

Itu bukan makanan, tapi obat, Nyet!
Makenye, tanya dulu ama ane kalo mau nyolong, jangan ambil embat aja. Rasain, Lu!



[Onyet-onyet di Plangon]



Oiya, selain ada yang nyolong Tolak Angin, ada juga yang kabur sampe nyebrang jalan gegara takut digabrug dan digigit.
Eh, itu mah si Bulan ya, bukan onyet...hihihi. #ngumpet

Setelah puas bersenda gurau dengan para monyet [walopun sedikit takut, karena mereka cukup beringas kalo lagi rebutan makanan], kami pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya yaitu Goa Sunyaragi.

Tidak jauh dari Plangon, sekitar 15 menit menembus Kota Cirebon, kami pun tiba di pintu masuk Goa Sunyaragi.
Begitu memasuki area Goa Sunyaragi, terasa suasana sejarah yang kental. Mulai dari pintu masuk berupa tumpukan bata merah, area Goa yang dikelilingi parit kering dan beberapa kolam yang airnya mulai kehijauan, serta beberapa spot penuh bebatuan dan ruangan-ruangan yang konon dulunya adalah kamar-kamar pangeran dan anggota kesultanan Cirebon.

Diantara bangunan penuh bebatuan, ada beberapa batu yang menyerupai gajah atau bentuk lainnya yang cukup familiar. Dari penjelasan seorang Guide yang tidak sengaja kami curi dengar, ada sebuah kolam perawan yang katanya gadis-gadis tidak boleh masuk kedalamnya, dikarenakan tabu.
Hmmm, interesting!



[Salah satu spot di Goa Sunyaragi]


Oiya, kita juga sempat berpapasan dengan beberapa rombongan tante-tante entah dari mana, anak-anak abege 4L4Y, siswa sekolah yang studi tour, dan calon pengantin yang mengadakan pemotretan pre-wedding di sekitar Goa Sunyaragi. Rupanya Situs Sejarah ini dikunjungi oleh berbagai kalangan juga :)

Setelah selesai menjelajah Goa Sunyaragi, keempat bolang ini pergi menuju sebuah bangunan yang kalau tidak salah ingat, seperti sebuah museum atau galeri Kesultanan Cirebon. Kita nggak sempat masuk dan hanya duduk-duduk sambil selfie di tangga pintu masuk.
Mungkin kami lelah....

Satu hal yang disayangkan ketika mengunjungi Goa Sunyaragi ini adalah terlihat beberapa sampah di area kolam, seperti botol plastik atau sisa-sisa pembungkus makanan. Mungkin ada beberapa pengunjung yang ketiduran selama jam pelajaran berlangsung saat dia sekolah dulu, sehingga nggak tahu bahwa buang sampah itu di tempat sampah, bukan di kolam.

Karena hari makin siang dan masih ada beberapa destinasi yang akan kita kunjungi, keempat bolang ini pun melanjutkan penjelajahannya.

Adzan Dzuhur mulai berkumandang, dan kami pun memutuskan menuju masjid untuk menunaikan kewajiban agar tetap menjadi Bolang Syariah. Setelah motor-motor diparkir di depan area Keraton Kasepuhan Cirebon yang akan menjadi tujuan kami berikutnya, rombongan Bolang Syariah pun berbondong-bondong menuju Masjid.
Selesai sholat, istirahat sejenak, dan sedikit touch up untuk menghapus keringat serta sisa-sisa kelelahan yang nampak dari para bolang ini, kami pun kembali menuju area Keraton Kasepuhan Cirebon.

Di depan area parkir, entah kenapa terpampang dengan cantiknya seorang penjual es duren. Oeng yang kemaren merengek pengen es duren, tapi nggak digubris lantaran udah keburu hujan, tanpa dikomando langsung nyamperin mamang es duren.

Untuk beli es duren tentunya, bukan buat minta nomer hape dan ID Line, walaupun itu mungkin saja dilakukan.
Ngiler ngeliat Oeng memboyong es duren, aku, Bulan dan Kikiw pun nggak mau ketinggalan buat jajan es duren.
Setelah puas menyantap es duren beserta dua biji durennya, keempat bolang yang masih kelaparan ini mulai cari-cari makanan lainnya. Tak sengaja, kami pun menangkap kehadiran bapa penjual Tahu Gejrot.
Nggak afdol rasanya kalo ke Cirebon belum menyantap kuliner tahu khas Kota Udang ini. Hanya dengan uang selembar lima ribu rupiah saja, satu porsi Tahu Gejrot yang suegeeeerr sudah bisa kami santap sambil duduk lesehan di bawah pohon. 

Alhamdulillah, bahagia itu sederhana ya :D

Kita kembali ke tujuan semula : Keraton Kasepuhan Cirebon.
Karena untuk memasuki Keraton diperlukan tiket, keempat bolang ini berjalan teratur menuju loket.
"Berapa tiket, nok?", tanya seorang petugas tiket.
"Empat, pa." jawab kami serempak.
"Oke, empat tiket PELAJAR ya?", tanya petugas tiket itu lagi.

Begitu mendengar kata PELAJAR, kita berempat pun langsung saling pandang.
Seolah bisa menebak kata hati dan nurani masing-masing, tanpa perlu berdiskusi, kami berempat menggangguk dengan mantap seraya berkata, "IYA PA! PELAJAR EMPAT ORANG."

FYI, tiket untuk umum harganya adalah dua puluh ribu rupiah, sedangkan untuk pelajar cukup membayar lima belas ribu rupiah sajah. Dan, karena kami masih unyu-unyu tampak luar, tapi terkadang kayak emak-emak rempong kalau ditelaah lebih dalam lagi, maka empat tiket pelajar pun berhasil kami dapatkan.

Ternyata wajah kami berempat masih bisa dibilang pelajar ya...hoahahaha.



[Salah satu bangunan di dalam area Keraton Kasepuhan Cirebon]


Dari pemeriksaan tiket masuk, kami berjalan sedikit menuju arah dalam dan disambut oleh pintu masuk Keraton yang berupa tumpukan bata merah menyerupai pintu masuk. Lebih ke dalam lagi, terdapat banyak bangunan pendopo dan beberapa bangunan serupa keraton.

Satu hal yang yang disayangkan dari area Keraton ini adalah ada beberapa bangunan pendopo yang di dalamnya seolah-olah jadi tempat penyimpanan motor. Nuansa bersejarah kok rasanya jadi rusak dan agak tidak sedap dipandang :(

Dari area bangunan-bangunan pendopo, kami masuk lebih dalam lagi dan menuju alun-alun.
Alun-alun ini dulunya berupa tempat berkumpul para penduduk jika ada pengumuman penting dari keraton, serta tempat latihan prajurit. Selain itu, terkadang dipakai juga untuk pemberian hukuman seperti cambuk dan lainnya. Jadi, jika ada orang yang dihukum, dia akan dipertontonkan di alun-alun ini dan dicambuk di depan semua orang.
Tidak jauh dari alun-alun, ada sebuah museum bernama Museum Kereta Singa Barong.

Dari pintu masuk, kita akan disambut oleh sebuah Kereta yang tentunya bernama Kereta Singa Barong yang biasanya digunakan untuk mengangkut Prabu.

Masuk lebih dalam lagi, terdapat galeri beberapa senjata, kereta dan benda lainnya yang digunakan dahulu oleh para petinggi keraton, serta sebuah lukisan Sang Prabu yang konon katanya memiliki aura mistis. Kenapa mistis, karena jika lukisan ini dilihat dari sudut manapun, pandangan Sang Prabu akan tetap menatap lurus ke arah kita.

Berani mencoba?



[Lukisan Sang Prabu]



Dari penjelasan guide di museum, lukisan Sang Prabu ini sebetulnya diragukan kebenarannya. Suatu malam, si pelukis bermimpi ia bertemu dengan Sang Prabu yang memiliki wajah seperti dalam lukisan di atas. Seolah mendapat wangsit, si pelukis segera melukiskan wajah Sang Prabu yang ia lihat dalam mimpinya itu [dalam kehidupan nyata, si pelukis belum pernah bertemu Sang Prabu sekalipun]. Well, apakah wajah yang ada di dalam mimpi itu benar-benar wajah Sang Prabu atau bukan, tidak ada yang tahu.

Karena siang itu sudah memasuki jam makan siang, dan keempat bolang ini udah kelaparan, kami pun menyudahi acara menjelajah Keraton. Setelah membayar parkir, kami melaju dengan kencangnya menuju tempat yang sedari tadi sudah dinanti-nanti : Empal Asem!

Tempat makan yang dikunjungi kali ini bernama AMARTA yang bertempat di Jl. Ir. H. Juanda No.37 Battembat - Cirebon, adalah tempat makan khusus yang menyediakan kuliner khas Cirebon, Empal Gentong, Empal Asem, dan Sate Kambing Muda.

Yaowlooohh, baru denger namanya aja udah ngiler ampe segalon ginihhhh.
Karena kita datang pas jam makan siang, so pasti lagi penuh-penuhnya dan pesanan pun datang agak lama. Tapi begitu pesanan empal asem di depan mata, udara panas di dalam tempat makan dan rasa kesal nunggu pesanan yang lama datang pun terbayar sudah.



[Awasss, ngileeerr!!!]


Empal Asemnya bener-bener enyaaaak. Kuah yang bening dan segar, namun dengan cita rasa yang kental dan bumbu yang endeuusss plus potongan daging yang nggak maen-maen buanyaknya bikin makin nikmat disantap.
Satu porsi Empal Asem ini hanya dibanderol seharga 22ribu perak sajah. Puas banget, deh!!!

Then, siang itu acara menjelajah Cirebon pun ditutup dengan jelong-jelong ke salah satu mall Cirebon, Grage Mall.

Rasa cape seharian ngebolang keliling Cirebon langsung menguap hilang begitu saja ketika emak-emak gile belanja ini memasuki mall dan melihat poster SALE dan DISKON terpampang dimana-mana. Haha.

Kebetulan lagi, di Grage Mall aku ketemu temen kantor yang kebetulan lagi pulang kampung^^
Sore menjelang malam, setelah sekarung belanjaan di tangan dan ditutup dengan nongki-nongki cantik di KFC, keempat bolang ini pun pulang. Namun, sayang sungguh disayangkan, lagi-lagi hujan menyambut kita ketika keluar dari mall.

Setelah menunggu hujan reda beberapa saat, dan ternyata nggak reda-reda juga T.T, akhirnya kita pun lagi-lagi kudu menerjang hujan sepanjang perjalanan. Untungnya, hujan kali ini nggak sederas dan seseram hujan kemarin malam. Dan ajaibnya, begitu mendekati rumah Kikiw, jalanan kering alias nggak hujan.
Begitu tiba di rumah Kikiw, setelah mandi dan ngobrol-ngobrol bentar, kita pun langsung pules. Karena besok kudu bangun nyubuh mengejar kereta jam 5 pagi, maka sisa malam ini dimanfaatkan untuk istirahat sepules-pulesnya.

Jam 3.30 pagi alarm di hape berbunyi dan aku buru-buru mandi lalu bebenah. Jam 4.30 ayah Kikiw dan Kikiw tentunya mengantar aku, Bulan, dan Oeng menuju stasiun. Kikiw sendiri bakalan kembali ke perantauan siang nanti, maklum masih homesick, jadinya dia nggak balik bareng kita.

So, dengan melajunya kereta pagi dari Cirebon dengan tujuan Stasiun Cikampek, berakhir pulalah perjalanan keempat bolang menjelajah Cirebon kali ini.

Semoga bisa kembali lagi ke Cirebon dan menikmati Empal Asem serta kuliner lainnya yang tidak kalah maknyoss nya.

Thanks a lot for Kikiw, ibu dan ayahnya yang udah mau direpotin sama bolang-bolang ini :)

PS : Photo-phhoto lainnya bisa dilihat di sini.




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...