Passport

26-Jan-14

Cerita ini bermula dari sebuah paspor kesayanganku yang hanya ada satu-satunya di dunia 
#ALAH

Sebelum aku resign dari kantorku yang lama, aku tanya ke Pejabat HRD di sana soal nasib pasporku. Mereka bilang, kalo aku nggak usah terlalu berharap paspor-ku bakal dibalikin. Bahkan, kemungkinan besar aku akan dituntut biaya dinas luar ke Jepang pada 2012 lalu kalo aku nuntut pengen paspor-ku kembali.

Bahkan, setelah resign pun, aku coba hubungi dan minta baik-baik sama (mantan) bos-ku supaya bersedia mengembalikan pasporku. Tapi hasilnya nihil. Dia selalu berkelit dan melemparkan masalah ini sama orang-orang HRD dan GM.

Padahal kan logikanya dia itu BIG BOS, hanya dengan menjentikan jarinya saja dia bisa instruksikan HRD atau GM sekalipun buat ngembaliin pasporku. Tapi hasilnya nihil.

Sebelum dilanjutkan, mari kita perjelas dulu definisinya.Paspor adalah sebuah dokumen pribadi yang hanya bisa dipegang oleh pemilik yang sah alias orang yang bersangkutan, sama halnya seperti SIM atau KTP. Jika orang lain menggunakannya, tentunya tidak akan valid karena data yang tercantum harus sama dengan si pemegang dokumen.Intinya, ya ngapain perusahaan nahan-nahan paspor-ku, lha wong mereka mau pake pun kagak bisa.Misalnya, Ibu HRD mau jelong-jelong ke Singapur trus pake paspor aku gicu?

Yaelaaahh, nenek-nenek salto juga tau, mana bisa laaah.

Foto di pasporku sama muka Ibu HRD aja masih lebih imyut akyu kok 
#ditoyor. 
Pasti langsung ketauan begitu diperiksa di imigrasi.

Sebetulnya, pejabat HRD waktu itu kasih saran, gimana kalo aku pura-pura kehilangan paspor dan melapor ke kepolisian buat minta Surat Keterangan Kehilangan Paspor. Trus, dengan Surat Keterangan itu aku bikin lagi paspor yang baru. Dengan begitu, otomatis paspor lamaku nggak berlaku dan tetep tersimpan di kantor lama dan aku dapet paspor baru.

Hmm, nice idea sih. Tapi tau sendiri lah Indonesia itu birokasinya ribet tingkat khayangan. Ngurus yang kayak begitu pasti bikin migren 2 minggu nggak sembuh-sembuh. Lagipula, aku mikirnya kalo paspor itu milikku dan aku berhak minta kembali tanpa tuntutan biaya apapun, ya kenapa aku harus ribet bikin paspor baru?

Karena jalan damai tidak berhasil dan cuma pehape yang aku dapatkan, dalam doaku yang memohon agar urusan paspor ini berjalan lancar, Tuhan memberikan pertolongannya dengan memberiku sebuah ide brilian.

Yaitu, "ngadu" langsung pada Presdir di Jepang sana.

Selama aku kerja di kantor lama, aku lumayan deket dengan Mbah Presdir yang satu ini. Dia miriiiip banget sama kakekku yang sudah meninggal, makanya aku jadi cepet akrab dengan Mbah baik hati nan bijak ini.

Pagi itu, tanpa perlu mikir-mikir lagi, aku pun melayangkan Surat Terbuka untuk Mbah Presdir atau kita sebut aja Mbah Ota Masaru.

Dalam e-mail itu (untung aku inget alamat e-mail beliau), aku menceritan kronologis perihal pasporku yang nggak dikembalikan oleh kantor lamaku. Ketika aku nagih pasporku, pihak HRD (dan Bos tentunya) sampai bilang kalau ini adalah peraturan dari kantor pusat yang ada di Jepang, sehingga mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

Catet ya, PERATURAN DARI KANTOR PUSAT DI JEPANG.

Naahh, karena Mbah Ota ini adalah Presdir dari kantor pusat, aku pun menanyakan kebenaran soal peraturan ini.

Kemudian, esok paginya Mbah Ota membalas e-mailku (senengnya bukan main donk!)
Mbah Ota menyebutkan bahwa di kantor pusat Jepang tidak ada satupun peraturan yang mengatur bahwa paspor yang dibuatkan oleh perusahaan dengan menggunakan uang perusahaan tidak akan dikembalikan ke si pemilik. Justru, paspor itu akan menjadi hak milik si empunya tanpa perlu embel-embel penggantian uang dinas luar atau penggantian lainnya. Mbah Ota juga menanyakan apakah aku pernah menandatangi kontrak atau perjanjian terkait pembuatan paspor atau tidak. Kalau tidak, itu artinya paspor HARUS dikembalikan ke pemilik bersangkutan.

Of course donk aku nggak pernah merasa menandatangani kontrak perjanjian, baik itu perihal paspor ataupun dinas luar.
Nggak tau juga sih, kalo suatu waktu pejabat HRD manggil Rommy Rafael dan menghipnotis aku supaya mau menandatangani Surat Perjanjian....

Mendengar (lebih tepatnya membaca) isi e-mailku yang membongkar semua kejahatan anak buahnya [oke, ini mulai lebay], Mbah Ota pun tidak tinggal diam. Beliau langsung menelepon Bos dan meminta dengan baik-baik agar pasporku dikembalikan tanpa syarat apapun. Dengan jalan damai tanpa emosi dan tanpa drama, Mbah Ota dengan amat sangat sopan meminta Bos memenuhi permintaannya.

Rupanya, jalan damai yang ditawarkan Mbah Ota tidak membuat para pejabat itu tergerak hatinya.

Esoknya, pejabat HRD mengirimkan SMS yang isinya : "Mohon maaf, paspor tidak dapat kami kembalikan. Tapi, jika anda memerlukan paspor, anda bisa mengambil ke kantor kami dan akan kami pinjamkan."

Catet ya, DIPINJAMKAN.

Pernah denger acara pinjam meminjam paspor, sodara-sodara? Ya! Barusan kalian sudah mendengarnya.

Minjem istilah dari temenku, ibarat seorang karyawan yang melamar ke sebuah perusahaan untuk jadi driver, tapi dia nggak punya SIM. Kemudian ketika dia diterima bekerja, perusahaan membuatkannya SIM sebagai salah satu syarat menjadi driver. Lalu, suatu waktu ia keluar dari perusahaan itu dan SIM-nya ditahan. Jika ia akan bepergian dan memerlukan SIM, ia harus datang ke kantor lamanya untuk meminjam SIM lalu dikembalikan ketika sudah selesai digunakan. Jadi, kalau mau pergi ke pasar pun ia harus pinjam SIM dulu.

Jaaaadiiiiiii, tiap kali aku mau pergi ke luar negeri, aku harus sengaja dateng ke kantor lamaku cuma buat minjem paspor?
SARAP nggak sih?! Cuih banget deh ih!Langsung deh, aku laporan ke Mbah Ota kalo antek-antek itu masih nggak mau ngembaliin pasporku.

Esoknya, sebuah e-mail datang ke inbox-ku. Awalnya, aku pikir itu e-mail dari Mbah Ota (karena memang Mbah Ota yang ngirim), tapi rupanya itu adalah e-mail dari Mbah Ota untuk Bos, yang di forward-kan ke e-mail-ku.

Isinya kurang lebih :"Kepada Mr. XXX (nama mantan bos-ku).
Kenapa paspor harus dipinjamkan dan disimpan di perusahaan? Kalau suatu waktu terjadi suatu hal yang tidak diinginkan pada perusahaan (bangkrut, dsb), siapa yang akan bertanggung jawab soal paspor ini? Apakah perlu saya kirimkan Surat Perintah Pengembalian Paspor? Jelaskan pada saya, apa alasan anda menahan paspor dia (aku)?"

Aku sampai mangap begitu baca bagian "Surat Perintah".
Setdaah, Mbah Ota ampe naik pitam gitu ngeliat kelakuan anak buahnya yang bandel. Nggak tanggung-tanggung dia sampe ngeluarin Surat Perintah segala. Bener-bener KEREN lah Mbah Presdir yang satu ini 
#terharu

Tidak berapa lama setelah e-mail itu aku baca, sekonyong-konyong pejabat HRD ngirim SMS yang isinya, "Saya tunggu kehadiran anda ke perusahaan kami untuk mengambil paspor."
#Langsung potong tumpeng dan buka champange

Sayangnya, mereka keukeuh kalo biaya pembuatan paspor teuteup kudu aku yang bayar. Padahal masa berlakunya pun tinggal 2 taun. Segitunya butuh duit kah mereka ini? Sampe-sampe mengemis-ngemis minta dibayarin. Yowis lah, itung-itung sedekah buat kaum duafa^^

And then, hari Kamis minggu lalu aku pun langsung melesat ke kantor lamaku buat ngambil paspor. Entah memang sudah rencana Tuhan, saat aku kesana, pejabat HRD beserta Bos nggak ada di tempat. Jadi, aku bisa minta ke staff HRD (temenku juga sih) untuk pengurusan paspor. Syukur deh, jadi nggak usah berhadapan sama mahluk-mahluk nyebelin itu^^

Akhirnya, setelah melewati perjalanan panjang dan berliku, paspor kesayangku pun bisa kembali dengan selamat tanpa kekurangan apapun.

Alhamdulillah, Allah mendengar doaku dan memberikan jalan keluar terbaik berupa bantuan dari Mbah Ota. Dan tentunya terima kasih yang amat sangat mendalam buat Mbah Presdir yang begitu baik hati karena mau direpotin olehku untuk masalah yang mungkin buat beliau tidaklah seberapa. Bahkan, Mbah Ota justru yang meminta maaf karena sudah bikin aku kelabakan gegara ulah anak buahnya yang bandel. Itu baru namanya pemimpin sejati!

"Ota-san, kalo aku ntar ke Jepang, kita makan-makan yaaa. Aku yang traktir deh, sebagai rasa terima kasihku.
Atau, kalo Ota-san ke Indonesia, jangan lupa hubungi aku. Dengan senang hati aku akan jadi guide :)"




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...