[Slice Of Life] : Public Speaking Class

Minggu lalu aku mengikuti Kelas Public Speaking, yang mengusung tema "Seni untuk Menyihir Orang Lain".
Kelas ini dibawakan sama kakak manis dan baik hati yang blog-nya selalu bikin adem, Kak Theoresia Rumthe atau biasa dipanggil Kak Theo.

Awalnya aku seneng banget ketika Kak Theo mengadakan kelas di Bandung, kan bisa sekalian pulang dan jelong-jelong.
Tapi, di tengah jalan si akuh tiba-tiba galau gundah gulali buat memutuskan jadi ikut kelas apa ndak.
Biasalah, kalo orang moody tipikal akika begini, udah tinggal beberapa hari menuju hari H, pasti berubah pikiran dan mulai terdistraksi.

Alasan galaunya pun nggak tau apa, padahal semua faktor mendukung banget buat ikutan kelas.
Mulai dari lokasi yang tepat, tutor yang ketjeh, bahkan dari segi biayanya pun worth it banget dengan ilmu dan keseruan yang bakal didapat.

Akhirnya, setelah memantapkan diri bahwa KAPAN LAGI Kak Theo ngadain kelas, di Bandung pulak, dan ini first experience-ku ngikutin Public Speaking, plus rasa penasaran yang menggebu-gebu *padahal sebelumnya nggak mood* serta kepengen tahu Public Speaking itu kayak gimana sih, akhirnya saya KETOK PALU dan memutuskan ikut, pemirsah!

Kelas Public Speaking dimulai jam 12:00 dan kita mamam-mamam cantik dulu di Senemu Coffee, tempat kelas berlangsung, sebelum mulai masuk ke materi.
Begitu tiba di Senemu Coffee, udah ada beberapa cewe-cewe ketjeh di sana.
Setelah kenalan dengan Kak Theo dan beberapa temannya, aku juga kenalan dengan beberapa teman baru yang sama-sama ikut kelas hari itu.

[makan siang dulu sebelum kelas dimulai, sambil kenalan sama temen baru tentunya^^]


Ada Alfa, Wenda, Kansha dan Dika.
Total 5 orang termasuk aku yang ikut kelas hari itu.
Kesan pertama begitu kenalan dengan teman-teman baru, 'setdah nampaknya orang-orang yang berpengalaman banget soal Public Speaking dan udah sering ikut kelas'.
Apalah aku ini, introvert akut yang memulai pembicaraan aja susyeeh, cuma bisa cengar-cengir senyum menanggapi obrolan mereka dan nol experience soal kelas public speaking.

Sebelum kelas memasuki materi utama, kita diminta untuk memperkenalkan diri masing-masing. Mulai dari nama, profesi atau apa yang lagi dikerjakan saat itu.
Dari perkenalan itulah, aku jadi tahu kalau semuanya punya latar belakang berbeda.
Ada ibu dokter yang sedang risau dengan kondisi anak-anak jaman sekarang dan ingin memperbaikinya dengan ilmu yang dia punya, ada yang baru lulus dari kelautan ITB dan cinta banget sama laut *pastinya*, ada juga yang memang menggeluti dunia yang dekat dengan public speaking.

Akik sendiri bangga donk menjadi seorang interpreter yang tentunya dekat banget dengan dunia per-sepik-sepik-an ini.

Setelah semua memperkenalkan dirinya, kak Theo juga ikut memperkenalkan diri.
Kesan pertama ketika ketemu langsung dengan kak Theo ini [karena biasanya cuma kenal di socmed dan blog, boro-boro ngobrol langsung], aku langsung sukaaaaa sama beliaw ♡ ♡ ♡!!!
Bener-bener sosok prempewi yang adem dan betah lama-lama ngobrol sama kakak satu ini.
Pokonya, kelas hari ini dijamin seru deh, begitu ketemu kak Theo.

Materi pertama kami langsung masuk ke evaluasi *BUSET!*
Kak Theo langsung memberikan saran, penilaian bahkan kritik pada cara penyampaian kami saat memperkenalkan diri di depan semua orang tadi.
Well, seperti yang sering orang bilang padaku, postur tubuhku kurang bagus, agak bungkuk dan bahu nggak terbuka lebar yang menandakan akik nggak terbuka sama orang lain #BenerBanget
Eye contact pun kemana-mana, bukannya fokus tapi jelalatan *set dah, jelalatan! kayak lelaki hidung belang aja gue*

Untunglah, dari segi vocal, artikulasi dan kecepatan bicara nggak ada masalah.
Mungkin karena setiap hari terlatih waktu lagi nerjemahin ya, jadi tiga aspek tadi udah lumayan.
Sayangnya, di bagian intonasi, akika kurang greget.
Intonasi yang kurang atau dengan kata lain ngomong dataaar banget tanpa ada ekspresi, akan menyebabkan lawan bicara bosen bahkan salah kaprah.

Sebetulnya, aku bukannya bermasalah sama intonasi, tapi kalo baru kenal beberapa jam yang lalu sama orang baru, trus kudu berekspresi dan main intonasi, ya agak ketar-ketir juga.
Kalo sama temen atau orang yang udah kenal lama, intonasi bisa keluar begitu aja bahkan ekspresi pun udah nggak di filter lagi.

Setelah materi pertama selesai, Kak Theo kembali meminta kita praktek.
Pokonya kelas kali ini serba spontan #Uhuy, dan jangan kaget kalo tiba-tiba diminta maju ke depan buat ngomong.
Praktek selanjutnya adalah ngomongin soal 'cinta pertama'.
Eiits, cinta pertama bukan antara lawan jenis aja loh, bisa cinta pertama sama makanan, barang, atau hal lainnya.

[Keseruan saat kelas berlangsung]


Tiap kali satu orang maju dan bicara, kak Theo langsung evaluasi.
Jadi ketahuan deh dimana kurang dan lebihnya kita saat bicara di depan orang.
Ada satu yang menarik disini.
Kebanyakan orang, saat bicara di depan publik pasti ujung-ujungnya bilang, 'jadi kesimpulan/hikmah yang bisa diambil adalah bla bla bla...'

Hey! Kamu bukan Mario Teguh, sayang.
Nggak usah lah pake 'jadi kesimpulannya, jadi hikmahnya, endeswey endesbrey'.
Biarkan pendengar yang menyimpulkan sendiri, karena jika kita bisa menyampaikan dengan baik, lawan bicara atau audience pasti akan memahami apa isi dan maksud dari cerita kita.

Sebelum masuk ke materi selanjutnya, kita nyemil-nyemil cantik sambil ngopi dulu.
Sekalian ngobrol-ngobrol juga, supaya suasana terasa lebih renyah *alah, gorengan kali renyah*.

[Nyemil cantik sambil ngobrol]


Selesai coffee break, kelas dilanjutkan dengan beberapa materi lagi.
Setelah materi selesai, langsung praktek deh.
Sama seperti tadi, tiap orang maju ke depan dan menyampaikan ceritanya sendiri, kali ini temanya 'patah hati'.

Lagi-lagi, tidak terbatas pada patah hati sama lawan jenis, tapi ANYTHING.
Ada yang patah hati karena bunga kesayangannya layu dan kena kutu, ada yang patah hati sama kehidupannya, bahkan ada yang patah hati sama sistem BPJS pemerintah yang bukannya bikin praktis dan efisien, tapi malah makin rempong.
Waow! Kalian keren bingits!!!

Aku sendiri waktu itu mengusung patah hati sama temen yang nyebelin, apalagi ketika dia rempong nyuruh-nyuruh married seolah-olah dengan menikah bakal menjamin bahagia dan masuk surga.
Tema ini pernah kuposting juga disini.

Praktek yang kedua ini yang paling grogi, pasalnya DIREKAM, bo!
Setelah direkam, videonya diputar ulang dan langsung dievaluasi, bukan cuma sama kak Theo, tapi sama semua peserta kelas, bahkan temen-temen kak Theo [Halo, Kak Ruri & Kak Natalie!] yang kebetulan ada disitu pun ngasih banyak advise.

Evaluasi kedua ini ternyata menunjukkan hasil yang cukup signifikan, terutama buatku.
Kalau di evaluasi pertama, postur tubuh masih jelek dan kurang membuka diri, kali ini postur tubuh udah lebih baik alias nggak bungkuk dan bahu pun terbuka sesuai porsinya.
Intonasi dan ekspresi pun jadi lebih baik, apalagi waktu cerita soal kekesalanku, semua orang ketawa dan rasa kesalku bisa tersampaikan 

Oiya, kita juga diajak menonton pidato Obama dan Donald Trump, plus ngasih komentar dan membandingkannya.
Dari situ, kita bisa mencontek kelebihan Obama dan Trump saat pidato kenegaraan, dan lebih hati-hati dengan minus point dari mereka berdua.
Memang sih, kita tidak akan melangsungkan pidato kenegaraan atau jumpa pers, da aku mah cuma rakyat jelata, tapi setidaknya bisa jadi referensi ketika nanti bicara di depan banyak orang.

Kelas berakhir sekitar jam 16:00, dan kami poto-poto narsis dulu sebelum berpisah, plus sedikit curcol sama kak Theo.

[Sampai jumpa lagi di lain kesempatan!!!
*Kak Theo : yang pake t-shirt Molucca*]

Bersyukur banget bisa ikut Public Speaking sama kak Theo, dan rasanya pengen nyubit diriku yang sempat galau kemaren-kemaren.
Kelas seseru ini ngapain juga kudu galau, pokonya kalau kak Theo ngadain kelas lagi, definetly KUDU IKUT!



[cerita langsung dari kak Theo bisa dibaca di sini]
Foto dari blog perempuansore




[Slice of Life] : keras kepala

Minggu lalu ada panggilan interview (lagi) dari salah satu perusahaan yang biasa meng-handle pemagang ke Jepang yang bertempat di Cikarang.
Undangan interview yang mendadak amat sangat ini (si pengundang menelepon hari Kamis dan minta datang di hari Jumat #AMAJING), sempat saya tolak karena nggak mungkin minta ijin ke Bos secara mendadak.
*apalagi cari alasan bohon untuk interview itu amat sangat bikin nggak enak hati*
*sun tangan minta maaf sama Bos*

Tapi, ketika si pengundang memohon dengan sangat supaya saya bisa datang sampai meminta maaf berkali-kali karena mendadak, apalagi pekerjaan yang ditawarkan adalah untuk penempatan di Jepang, akhirnya setelah saya putar otak dan menimbang-nimbang selama 3 jam, saya pun menyanggupi undangan interview tersebut.

Interveiw (untuk kerja ke Jepang) ini entah yang keberapa kali dan hampir semua gagal di interview tahap kedua.
Sebut saja saya keras kepala, ambisius, keukeuh atau mungkin cuma penasaran *arwah kali, penasaran*, karena meski gagal berkali-kali dan dengan sederetan saingan plus test yang menguras tenaga dan pikiran *kepala saya pasti langsung sakit setiap kali selesai interview*, saya tetap keukeuh ikut interview.

Sebut saja saya over Pe-De, ke-Ge-Er-an, atau apapun itu ketika yakin BISA LULUS meskipun awalnya sempat down melihat para pesaing dengan pengalaman, jam terbang bahkan kemampuan bahasa Jepang level dewa.

Saya awalnya pesimis dengan tawaran job ini, karena jika saya diterima bekerja di Jepang, saya harus 'mengurus' para pemagang yang jumlahnya tidak sedikit itu. Istilahnya saya harus seperti Ibu yang mengurus anak-anaknya pergi bekerja, mendengar keluh kesah mereka, membantu saat mereka menghadapi kesulitan, bahkan bersedia dipanggil larut malam ketika ada 'anak' yang terlibat masalah di Jepang, plus sebagai penengah untuk komunikasi antara si anak dengan perusahaan tempat dia bekerja.

Selama ini saya terbiasa mengurus keperluan orang-orang Jepang dan berkomunikasi dengan mereka. Asalkan kita mau disiplin, sebetulnya tidak sulit menghadapi orang Jepang.
Tapi ketika harus dihadapkan dengan anak-anak yang masih hijau dan (maaf) dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi, saya langsung ketar-ketir duluan membayangkan bagaimana attitude mereka ketika dalam keadaan terjepit atau di bawah tekanan.

Tapi, yang namanya bekerja pasti tidak ada yang mudah dan perlu pengorbanan.
Apalagi dengan iming-iming kerja di Jepang sebagai representatif, pastinya salary & fasilitas yang didapat harus setimpal dengan beban kerja.

Well, jika memang tawaran job ini rejeki saya dan diterima bekerja disana, pastinya saya akan menghadapi banyak hal baru dan tentunya tidak mudah.
Tapi, bukankah di situ seninya?
Jika semua terasa mudah, bukankah akan terasa membosankan?
Jika semua terasa mudah, bukankah saya tidak akan tumbuh dan berkembang serta mendapat pengalaman baru?
*kalau tumbuh disini maksudnya tinggi badan, itu sih saya sudah menyerah dari dulu* #abaikan

Kalau ditanya apa alasan saya ingin bekerja di Jepang?
Biasanya saya jawab : UANG.
Sebut saja saya mata duitan *padahal iya*, tapi itu satu-satunya jawaban singkat dan akan membuat si penanya berhenti bertanya *memang pada dasarnya males basa-basi, sih*
Padahal, kalau boleh jujur, karena saya ingin lebih dekat dengan hal-hal yang saya sukai.

Lebih dekat dengan idola saya *dadah-dadah sama Matsujun dan Gun-chan*, konser, film, makanan, traveling, musim semi, jalanan sepi dan bersih, cafe-cafe imut, orang-orang yang ramah dan tertib, cuaca yang sejuk (atau dingin), dan (mungkin) dengan orang yang saya sukai #uhuk.
Saya sadar kalau semua hal yang saya sukai, hampir semuanya ada di Jepang.

Saya ingin merasakan yang namanya "Kangen Indonesia" ketika berada jauh di negeri orang^^
Saya ingin mengetes diri sendiri, apakah bisa bertahan jauh dari orang tua dan tanah air.
Saya ingin bertemu lebih banyak orang dan mengenal banyak budaya lainnya.
Dan saya ingin menambah tabungan saya *teuteup* supaya bisa mengadakan resepsi pernikahan di Maldives traveling ke tempat-tempat lainnya yang lebih jauh dan indah.

Then, meskipun nantinya tawaran pekerjaan ini belum bisa saya dapatkan, saya tetap tidak akan menyerah dan akan terus mencari, interview, mengikuti berbagai macam test dan tentunya memikirkan alasan bolos ke Bos. Haha.




Happy Birthday, Omi-kun!

Kalau minggu lalu, Gun-chan ultah, minggu ini (kemarin sih lebih tepatnya), Omi-kun yang ultah!!!

Happy Birthday, Tosaka Hiroomi (。・ω・。)ノ♡



Dua bocah ini (Gun & Omi) memang ditakdirkan bersama kayaknya, ultahnya deketan, kemana-mana bareng melulu, di konser nempel kayak perangko, di TV show pun duduknya selalu sebelahan.
Jangan sampai orang-orang salah paham sama kedekatan kalian ya, Mas-mas XD
*tapi saya sih seneng-seneng aja...hohoho* #FujoshiModeOn

Well...
Semoga Omi yang selalu terlihat cool *dan terkadang galak alias serem* ini bisa lebih sering ngasih lihat senyum manisnya, terutama buat kami para fans yang kehausan dengan senyum manis Omi yang mahaaal banget kayaknya #FansEgois,
Semoga lebih sering maen film dan bikin gebrakan lagi kayak di Hot Road dan High & Low The Red Rain.
Semoga lebih sering muncul di variety show dan akoh bisa ngeliat kepolosan Omi yang jaraaang banget diliatin kalau di depan kamera [kayak waktu di Shabekuri007].
Semoga suatu saat Omi maen dorama, jadinya nggak perlu nunggu berabad-abad kalau pengen ngeliat akting Omi *nunggu film kamu muncul itu lama, beud!*.
Semoga bisa secepatnya dapetin tiket konser Sandaime dan mendengar langsung suara Omi yang selalu bikin NYESSS di hati ini #uhuk

Last,
Semoga TETEP NEMPEL SAMA GUN-chan yaaa ( ̄∇ ̄;)ハッハッハ
Keukeupin aja erat-erat, Kang.
Kalo Gun-chan dimonopoli sama kamu mah, akika rido lilahitaallah pokonamah! #NaonSih


Apa jadinya kalo di depan gue ada Omi lagi ngeliatin dengan tatapan kayak gini coba?!! 
*mulai delusi*

Omi : "Neng, itu iler dilap dulu. Jijay akang ngeliatnya."



[Slice of Life] : skin care

Jadi ceritanya saya banting setir ganti skin care pake produk ini.

[abaikan foto mas-mas ganteng yang ikutan nampang]


Tujuannya supaya mirip sama Haruka Ayase #NgacaMbaa

Haha.
Bukan sih #TapiNgarepJuga
Alasannya karena skin care yang udah akik pake selama setengah tahun yang didapet dari sebuah klinik skin care yang lumayan punya nama itu ternyata NGGAK NGEPEK.

Sebulan pertama wajah akoh merah kayak kepiting rebus
*kalo kepiting mah enyak, lha muka gue??!*
Kata ibu dokternya sih itu wajar, karena namanya awal pemakaian dan bakal ada efek purguing, jadinya merah-merah.

Okeh. Sip.

Bulan kedua, bukannya makin bener, tapi mukaku teuteup aja merah.
Dari pemakaian selama 5 bulan, kondisi mukaku makin mateng dan merah,
Kena matahari dikit, langsung mateng.
Kepanasan atau kegerahan dikit, langsung mateng.
Apalagi ketemu mas-mas ganteng, pasti makin mateng #abaikan

Jadi, dari sebulan pemakaian krim klinik skin care itu, selama seminggu wajahku bersih, cerah, kenyal, tanpa jerawat, pokonya bintang iklan facial wash atau krim anti aging di tipi lewaaat deh.
Tapi, tiga minggu sisanya berubah lagi jadi siluman kepiting.

Kan ketzel kalo setiap saat muka gue jadi begitu.
Apalagi tiap kali krim wajah dan segala printilannya abis, aku kudu pergi ke Bandung buat konsultasi dan mendatangi klinik, ngantri hampir dua jam dan keluar fulus yang nggak sedikit juga.
Sejujurnya yang paling bikin sebel adalah ngantrinya.
Padahal konsultasi ke dokternya nggak nyampe 5 menit, tapi nunggunya itu yaowlooo.
Belum lagi ngantri resep krim dan bayar di kasirnya-_____-
Maklum, klinik skin care yang udah punya nama pasti penuh ya^^

Setelah menimbang segala bibit-bebet-bobot-nya, akhirnya akika putuskan berhenti pake klinik skin care.

Ujung-ujungnya, entah kenapa malah kesambet nyoba SKII.

Awalnya cuma iseng nyoba yang kecil dan dipakai selama dua minggu.
Beli online, trus pakai tiap pagi dan malam.
Baru berselang tiga hari, temen-temen kantor pada bilang kalo wajahku sekarang nggak merah lagi bahkan jadi cerah ceria sepanjang hari #halah.
Weeww, itu baru tiga hari loooh. AMAJING.

Dari situ aku putuskan deh buat terus pake SKII.
Selain hasilnya yang WOW bingits, cara pakainya pun praktis, apalagi buatku yang alergi ribet ini.
Cukup tuangkan di kapas, usap lembut di seluruh wajah dan leher tiap pagi dan malam sehabis cuci muka.
Kadang sisanya aku usapin juga ke tangan karena di kapasnya masih nyisa banyak #TernyataNggakMauRugi
Nggak usah ribet kayak pake krim wajah yang kudu step 1, step 2, nunggu jeda 5 menit, trus diracik dulu lah dengan takaran sekian banding sekian lah, endeswey endesbrey.

Habis pake SKII pun aku masih bisa pake BB dan CC cream kesayangankuuuu!!!
Waktu pake krim dari klinik, sama sekali nggak dibolehin pake BB atau CC cream sedikitpun, alhasil BB & CC cream gue nganggur di pojok kamar T.T

Harganya?
Well, awalanya waktu beli SKII mihil juga sih. Bener-bener over budget, apalagi cuma buat skin care.
*padahal beli concert goods dengan harga yang sama lempeng-lempeng aja tuh*
*hussh! jangan buka kartu!*
Tapi setelah dibandingkan dengan biaya setiap bulannya ke klinik skin care, ternyata sama-sama aja, pemirsah!
Bahkan akika nggak usah ngantri lagi di klinik, cukup beli onlen, tunggu dikirim ke rumah dan woilaaa langsung pake :D

Just for referensi,
Botol kecil di foto itu ukuran 30ml dengan harga sekitar 200 ribu, bisa untuk pemakaian 2 minggu.
Sedangkan botol gede, ukuran 230ml dengan harga kurang lebih 1,26 juta, udah 4 minggu dipake dan masih nyisa lebih dari setengahnya^^

Well, karena saya bukan beauty blogger, jadi maap ya nggak ada foto before dan after pemakaian, reviewnya juga sekadar pengalaman pribadi aja, nggak terlalu spesifik *review yang tidak membantu..haha*.

Nanti kalau wajah saya udah kayak Haruka Ayase, baru deh difoto before-afternya.
#SerahLoDeh




Gun-chan!

Telat sehari sih postingnya, tapi nggak apa-apalah ya.
Lebih baik telat daripada telat banget #alibi

Happy birthday, TAKANORI!!!



My lovely Gun-chan udah 28 tahun(。・ω・。)ノ♡

Padahal baru jadi stalker fans si mas-mas prince charming ini bulan Agustus 2016 lalu, tapi berasa udah bertahun-tahun akika ngebet dan ngejar-ngejar beliaw ini.
Dan hingga detik ini aku sama sekali nggak menyesal sedikit pun jadi salah satu fans-mu, Kang *peyuk*

Well, semoga sehat selalu dan karirmu lancaaaar terus.
Semoga semakin banyak tawaran drama, film, CM dan TV show, supaya wajah charming-mu makin sering nongol di TV dan media lainnya, jadinya akik makin sering ngeliatmu XD

And last,
You don't need to be cool, just be-cutie-charming Gun-chan (・∀・).






Hello March!

Maafkeuun kalo judul postingnya mainstream banget XD
Soalnya udah puyeng mikirin judul. Haha.

Baidewey,
Akhirnyaaaaaa! Saya nggak ada kerjaan punya waktu luang!!!
Yaowlooooo, dua minggu yang amat sangat menguras tenaga dan emosi #tariknapas
Sebetulnya akik bukan tipe workaholic alias penggila kerja, bahkan cenderung tergantung mood karena bawaannya pengen bobo chantieq melulu, tapi apa daya tuntutan kerjaan menggila sampe bikin saya hampir gila #lebay.

Tenaga dan fisik udah pasti terkuras lah ya, apalagi hampir tiap hari pulang kerja tanpa bisa ngeliat langit sore dan matahari.
Tapi yang bikin capek sih lebih ke emosional, apalagi seorang interpreter kudu netral, nggak boleh pake emosi, nada suara nggak boleh tinggi, ditambah kudu puter otak memfilter kata-kata yang kurang mengenakkan.

Pernah sih, saking emosinya gue nyemprot salah seorang manager.
Waktu itu lagi audit dari ASEAN branch dan siyalnya kita dapet auditor yang detail dan ketat banget *tipikal orang Jepang tulen lah*
*tapi si om Jepang ini cakep, jadi akik betah...hahaa #kerjawooi*
Imbasnya, office kita ketahuan banyak bodong dan kelemahan-kelemahan yang selama ini ditutupin dengan rapih akhirnya tercium juga *rasain lo! suruh siapa bikin laporan bohong*.
Nggak terima ditekan dan dihina di depan Bos gue, si manager tolol itu maksa gue buat menyampaikan pembelaannya yang jelas-jelas nggak bakalan mempan.

Ketika si manager udah ngomong sampai berbusa, aku cuma diem.
Dia tetep maksa buat nerjemahin.
Aku masih diem.
Bukan, bukan mogok bicara dan sebel ama si manager oon ini *pengen nabok sih iya*, tapi waktu itu bapa-bapa auditornya lagi ngobrol sama auditor lainnya, jadi ya gue nggak mungkin kan motong pembicaraan mereka.
Nggak sopan banget menyela pembicaraan, apalagi buat orang Jepang *ya buat orang Indonesia juga nggak sopan sih*.

Si manager yang nggak punya sopan santun ini masih keukeuh nyuruh akik nerjemahin dan ngomong ke auditor.
Akhirnya, dengan kepala yang hampir berasap gue semprot dia, "Auditornya lagi ngobrol pa. Tunggu dulu napa, kan nggak sopan!"

Harusnya ya...
Harusnya loooohhh, kalo seorang manager yang terhormat dan tahu etika, etos kerja serta sopan santun plus bisnis manner, harusnya bisa baca situasi dan nunggu sampai si auditor selesai ngomong, baru kita boleh nyela.
Tapi, bukannya maklum, dia malah nyelutuk, "Ya udah, kalo kamu nggak mau nerjemahin, orang lain aja yang nerjemahin."

Taelaaah, si bapa baper nih yeee.
Baru disemprot dikit, udah pundung. Malu ama jabatan, paa!

Anyway, disitu cuma ada satu interpreter alias gue.
Anyway, hari itu lagi libur, jadi nggak ada interpreter lain yang masuk kerja.

"Ya udah, bapa terjemahin aja sendiri."
Bales gue nggak mau kalah.

Karena saya bukan malaikat berhati emas dan tanpa cela, sekalinya jahat sama orang ya gue nggak bakalan tanggung-tanggung.
Dengan statement yang dikeluarkan si manager kamvret tadi, sama saja dengan nggak menghargai interpreter. Padahal gue udah bela-belain masuk di hari libur, malah kayak begitu attitude-nya.

Setelah acara sewot-sewotan tadi, si manager tadi masih aja ngomong panjang lebar dengan pembelaanya bahwa departement dia nggak separah penilaian auditor.
Sekali lagi, saya bukan orang baik, jadi terkadang setan-setan di dalam ini pengen keluar juga.
Semua perkataan dia nggak gue terjemahin, dan gue cuma diem aja sambil pura-pura nggak denger.

Dua detik kemudian, si manager ngeliatin gue dengan harap-harap cemas.
Dengan wajah lempeng, gue nanya "Kenapa pa? Bapa minta diterjemahin sama saya?"

Dan saat itu di dalam hati gue langsung ketawa jumawa sambil lempar-lempar trisula dan main-maining taring.
#evilmodeon

Yah, gitu deh sedikit intermezo kerjaan kemarin.
Saya tetap profesional dan nggak memandang siapa dan apa yang akan jadi materi terjemahan. Tapi kalau sudah menyangkut harga diri, yu dadah yu babay aja deh ya.


Well. meski tenaga dan emosi terkuras, tapi alhamdulillah berkat itu lemburan gue buanyaaak dan gajian bulan ini gemuk banget! Haha.
*kibas-kibas duit*
*inget nabung buat tiket pesawat wooi!*

Meskipun tabungan tambah gemuk, tapi kalo caranya kudu kayak begini mah emoh juga deh ya.
Tiap hari pulang larut, bahkan hari libur masuk, nyampe kosan cuma punya waktu luang 1-2 jam *itupun biasanya abis buat nyuci, masak dan nyiapin bento besok*, trus kecapean dan tidur.

TERUS KAPAN SAYA BISA NONTON dan memandangi mahluk-mahluk indah di layar tipi dan lapie, kalo tiap hari begitu terus???!!!
*ternyata dari awal memang cuma itu kegalauan gue*
*receh banget tingkat kegalauan gue ya*

Sebetulnya kerjaan masih numpuk sih, dan statement di atas kalo saya akhirnya nggak ada kerjaan punya waktu luang, itu cuma buat menghibur diri *pukpuk*, tapi ya udahlah mending NIKMATIN aja sambil senyum *meski kadang-kadang lempar trisula sambil ngeluarin taring juga*.

Kalau kepala masih berasap juga, kadang saya kabur sejenak ke Bandung buat mendinginkan kepala atau bikin janji meet up sama temen.
Meski cuma nongkrong cantik nyari coffee shop atau restoran yang lagi ngeheits sambil ngobrol, atau ketemu temen-temen gila yang kalo udah ngumpul pasti isi obrolan jauh dari saringan, tapi justru itu yang bikin bahagia.
#anaknyagampangbahagia

So, karena si Bos udah balik, waktunya berjibaku lagi dengan tumpukan terjemahan dan berjam-jam meeting dengan orang-orang "ajaib" di luar sana.


See ya!



Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...