Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?”

Saya sering dengar dan baca kutipan ini. Entah dari televisi, radio atau artikel maupun quotes random di internet.

Saya setuju, tapi kenyataannya tidak semudah itu. Orang lebih suka berbicara ketimbang mendengarkan. Apalagi membicarakan tentang dirinya sendiri.

Saya bukan tipe yang suka apalagi pandai berbicara atau mengungkapkan apa yang saya rasakan, apa yang saya pikirkan, apa yang saya inginkan secara verbal. Bukan, bukan karena saya pemalu #PEMALU DARI HONGKONG! Yang ada mah malu-maluin nyahahaa

Ketika saya masih menggeluti dunia kerja di bidang Interpreter, saya tidak mengalami kesulitan berbicara di depan puluhan bahkan ratusan orang. Saya bisa mencerna bahasa asing yang saya dengar dan menginterpretasikan kepada orang-orang di depan saya dengan lancar, tidak peduli jumlah mereka.

Itu karena saya hanya menyampaikan interpretasi saya dari satu orang ke orang lain. Saya hanya menjembatani mereka. Saya bukan bicara apa yang saya pikirkan atau apa yang saya rasakan. Jadi, didengar atau tidak pun tidak masalah. That’s just one of my task or job, not my true feelings.

…. 

Saya tidak begitu suka bicara atau mengungkapkan ekspresi saya lewat verbal karena saya tidak mau buang-buang waktu dan energi untuk orang yang tidak mendengarkan.

Mendengarkan dengan tulus dan benar-benar menyimak.

Kalau cuma mendengarkan ngasal lalu ngangguk-ngangguk saja, sama aja percuma sih.

Percaya deh, saya dan mungkin banyak orang di luar sana, bisa membedakan kok mana orang yang benar-benar mendengarkan cerita atau obrolan kita, dengan orang yang cuma asal mendengarkan.

Saya juga tahu *and I believe you feel same too* mana orang yang benar-benar bertanya karena berminat dan akan mendengarkan jawaban atau cerita kita dengan tulus, dan orang yang cuma nanya karena basa-basi, cari bahan obrolan karena takut canggung kalo silent, lalu ketika dia menemukan hal lain yang lebih menarik minatnya, dia ngeleos pergi atau asal-asalan mendengar.

Beberapa waktu lalu, ketika saya sedang ngobrol dengan kenalan saya, dia seolah-olah menunjukkan minat pada sesuatu yang akan saya ceritakan. Karena dia nampak antusias dan banyak bertanya, jadi ya saya ladenin. Saya senang dia berminat dengan cerita saya, jadi saya juga antusias bercerita.

Ketika di tengah cerita, karena ada beberapa hal yang saya lupa, jadi saya berpikir sejenak untuk mengingat beberapa hal dan mencoba searching di smartphone. Saya melepaskan pandangan dari dia selama beberapa detik, dan begitu saya menoleh ke dia lagi, tanpa ada sepatah katapun, “eh bentar ya” “sori bentar” atau apa kek, dia menghilang begitu saja.

Tinggal saya yang cengo ditinggalin.

WOI!!!

ELU PERGI BEGITU AJA?!

Badai aja mau datang kasih pertanda petir geludug hujan atau awan mendung. 

LHA, ELU?!

Ternyata yang saya ajak ngobrol lagi menanggapi panggilan dan obrolan dari orang lain.

Oooh gituuu!

Okelah, gue tau gue bukan prioritas elu! Mungkin orang disana lebih penting, lebih charming, lebih asik diajak ngobrol, lebih seru dibanding gue. 

TAPI YA NGGAK NGELEOS BEGITU AJA KAN?!

Ternyata dia ngajak gue ngobrol, nanya-nanya dengan akting seolah-olah antusias dengan cerita gue itu cuma karena saat itu dia lagi cengo, nggak ada bahan obrolan, nggak ada yang ngajak dia ngobrol juga, apalagi si orang ini tipe yang suka ngobrol, terutama ngomongin tentang dirinya sendiri.

CIH!

Setelah urusan dia beres dengan orang disana, dia balik lagi ke saya sih. Dengan sok ramah seolah-olah nggak ada kejadian apa-apa, dengan wajah tanpa dosa dia bilang “terus tadi sampai mana?”

SAMPAI MANA?

SAMPAI JIDAT ELU!

Karena saya udah terlanjur KHEKI dan kehilangan minat buat ngobrol sama ini orang, saya pun cuma bilang “ya gitu deh”

Ngapain juga gue buang-buang waktu dan energi buat orang yang nggak mendengarkan dengan tulus?

….

Saya suka mendengarkan cerita orang, saya suka melihat ekspresi mereka ketika bercerita, dan kadang saya merasa iri pada mereka yang bisa bercerita dengan baik serta mengungkapkan perasaan mereka secara verbal.

Meski masih jauh dari sempurna, saya selalu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik. Saya lihat mata mereka, menanggapi cerita mereka dan berusaha untuk tidak memberikan saran apalagi judgment jika tidak diminta.

Just listening.

Karena saya paham sebagian besar orang hanya ingin ceritanya didengar, bukan dikasih saran macam-macam yang sebenarnya mereka tidak perlu, apalagi jugdment.

Karena saya paham rasanya didengarkan dengan tulus itu sangat menyenangkan dan merasa you matter to me so I listen sincerely.

….

Selama saya hidup di muka bumi ini #HALAH, dari sekian banyak orang yang pernah saya kenal dan temui, hanya ada dua orang yang saya anggap benar-benar pendengar yang baik, saya merasa aman dan nyaman bercerita pada mereka. Saya juga merasa didengarkan dengan tulus dan dihargai. 

Yang seorang adalah Ibu saya.

Yang seorang lagi adalah sahabat saya, yang sekarang tinggal beda negara dengan tempat tinggal saya sekarang.

Dua-duanya tinggal beda negara dan jauh dari tempat saya tinggal, sehingga saya tidak bisa sering-sering bertemu dan ngobrol dengan mereka secara langsung.

Ibu saya ibaratnya,

For the arms to be my shelter through all the rain

For a friend, for a love to keep me save and warm

Dan seorang sahabat yang jauh disana, yang selalu mendengarkan cerita saya, dan entah kenapa saya betah bercerita lama-lama dengan dia. Mungkin karena golongan darah kami sama? Haha

….

Anyway, saya tidak akan memaksakan pada orang di sekitar saya supaya mereka mendengarkan saya kok. Saya tahu mungkin saya bukan prioritas kamu, mungkin saya tidak pandai bercerita, mungkin minat kita tidak sama, atau meskipun kita punya minat yang sama, tapi kamu lebih suka menceritakan tentang diri kamu sendiri, ketimbang peduli atau mendengarkan cerita saya.

It’s OK!

Saya tidak akan membuang-buang waktu dan energi kalian untuk mendengarkan saya.

Karena saya juga tidak akan membuang-buang waktu dan energi saya untuk kalian yang cuma asal mendengarkan karena semata-mata basa-basi, mencari bahan obrolan karena tidak suka silent situation ataupun takut tidak punya teman ngobrol.

Itulah mengapa saya lebih suka diam ketimbang bercerita duluan. Itulah mengapa saya jarang menceritakan tentang diri sendiri pada orang lain. Saya hanya akan memulai cerita kalau ditanya. Daripada GONDOK ditinggalin ngeleos begitu saja, mending dari awal nggak usah buang-buang waktu untuk ngobrol.

I’m OK with solitude and silent situation, kok :)


No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...