[Slice Of Life] : Public Speaking Class

Minggu lalu aku mengikuti Kelas Public Speaking, yang mengusung tema "Seni untuk Menyihir Orang Lain".
Kelas ini dibawakan sama kakak manis dan baik hati yang blog-nya selalu bikin adem, Kak Theoresia Rumthe atau biasa dipanggil Kak Theo.

Awalnya aku seneng banget ketika Kak Theo mengadakan kelas di Bandung, kan bisa sekalian pulang dan jelong-jelong.
Tapi, di tengah jalan si akuh tiba-tiba galau gundah gulali buat memutuskan jadi ikut kelas apa ndak.
Biasalah, kalo orang moody tipikal akika begini, udah tinggal beberapa hari menuju hari H, pasti berubah pikiran dan mulai terdistraksi.

Alasan galaunya pun nggak tau apa, padahal semua faktor mendukung banget buat ikutan kelas.
Mulai dari lokasi yang tepat, tutor yang ketjeh, bahkan dari segi biayanya pun worth it banget dengan ilmu dan keseruan yang bakal didapat.

Akhirnya, setelah memantapkan diri bahwa KAPAN LAGI Kak Theo ngadain kelas, di Bandung pulak, dan ini first experience-ku ngikutin Public Speaking, plus rasa penasaran yang menggebu-gebu *padahal sebelumnya nggak mood* serta kepengen tahu Public Speaking itu kayak gimana sih, akhirnya saya KETOK PALU dan memutuskan ikut, pemirsah!

Kelas Public Speaking dimulai jam 12:00 dan kita mamam-mamam cantik dulu di Senemu Coffee, tempat kelas berlangsung, sebelum mulai masuk ke materi.
Begitu tiba di Senemu Coffee, udah ada beberapa cewe-cewe ketjeh di sana.
Setelah kenalan dengan Kak Theo dan beberapa temannya, aku juga kenalan dengan beberapa teman baru yang sama-sama ikut kelas hari itu.

[makan siang dulu sebelum kelas dimulai, sambil kenalan sama temen baru tentunya^^]


Ada Alfa, Wenda, Kansha dan Dika.
Total 5 orang termasuk aku yang ikut kelas hari itu.
Kesan pertama begitu kenalan dengan teman-teman baru, 'setdah nampaknya orang-orang yang berpengalaman banget soal Public Speaking dan udah sering ikut kelas'.
Apalah aku ini, introvert akut yang memulai pembicaraan aja susyeeh, cuma bisa cengar-cengir senyum menanggapi obrolan mereka dan nol experience soal kelas public speaking.

Sebelum kelas memasuki materi utama, kita diminta untuk memperkenalkan diri masing-masing. Mulai dari nama, profesi atau apa yang lagi dikerjakan saat itu.
Dari perkenalan itulah, aku jadi tahu kalau semuanya punya latar belakang berbeda.
Ada ibu dokter yang sedang risau dengan kondisi anak-anak jaman sekarang dan ingin memperbaikinya dengan ilmu yang dia punya, ada yang baru lulus dari kelautan ITB dan cinta banget sama laut *pastinya*, ada juga yang memang menggeluti dunia yang dekat dengan public speaking.

Akik sendiri bangga donk menjadi seorang interpreter yang tentunya dekat banget dengan dunia per-sepik-sepik-an ini.

Setelah semua memperkenalkan dirinya, kak Theo juga ikut memperkenalkan diri.
Kesan pertama ketika ketemu langsung dengan kak Theo ini [karena biasanya cuma kenal di socmed dan blog, boro-boro ngobrol langsung], aku langsung sukaaaaa sama beliaw ♡ ♡ ♡!!!
Bener-bener sosok prempewi yang adem dan betah lama-lama ngobrol sama kakak satu ini.
Pokonya, kelas hari ini dijamin seru deh, begitu ketemu kak Theo.

Materi pertama kami langsung masuk ke evaluasi *BUSET!*
Kak Theo langsung memberikan saran, penilaian bahkan kritik pada cara penyampaian kami saat memperkenalkan diri di depan semua orang tadi.
Well, seperti yang sering orang bilang padaku, postur tubuhku kurang bagus, agak bungkuk dan bahu nggak terbuka lebar yang menandakan akik nggak terbuka sama orang lain #BenerBanget
Eye contact pun kemana-mana, bukannya fokus tapi jelalatan *set dah, jelalatan! kayak lelaki hidung belang aja gue*

Untunglah, dari segi vocal, artikulasi dan kecepatan bicara nggak ada masalah.
Mungkin karena setiap hari terlatih waktu lagi nerjemahin ya, jadi tiga aspek tadi udah lumayan.
Sayangnya, di bagian intonasi, akika kurang greget.
Intonasi yang kurang atau dengan kata lain ngomong dataaar banget tanpa ada ekspresi, akan menyebabkan lawan bicara bosen bahkan salah kaprah.

Sebetulnya, aku bukannya bermasalah sama intonasi, tapi kalo baru kenal beberapa jam yang lalu sama orang baru, trus kudu berekspresi dan main intonasi, ya agak ketar-ketir juga.
Kalo sama temen atau orang yang udah kenal lama, intonasi bisa keluar begitu aja bahkan ekspresi pun udah nggak di filter lagi.

Setelah materi pertama selesai, Kak Theo kembali meminta kita praktek.
Pokonya kelas kali ini serba spontan #Uhuy, dan jangan kaget kalo tiba-tiba diminta maju ke depan buat ngomong.
Praktek selanjutnya adalah ngomongin soal 'cinta pertama'.
Eiits, cinta pertama bukan antara lawan jenis aja loh, bisa cinta pertama sama makanan, barang, atau hal lainnya.

[Keseruan saat kelas berlangsung]


Tiap kali satu orang maju dan bicara, kak Theo langsung evaluasi.
Jadi ketahuan deh dimana kurang dan lebihnya kita saat bicara di depan orang.
Ada satu yang menarik disini.
Kebanyakan orang, saat bicara di depan publik pasti ujung-ujungnya bilang, 'jadi kesimpulan/hikmah yang bisa diambil adalah bla bla bla...'

Hey! Kamu bukan Mario Teguh, sayang.
Nggak usah lah pake 'jadi kesimpulannya, jadi hikmahnya, endeswey endesbrey'.
Biarkan pendengar yang menyimpulkan sendiri, karena jika kita bisa menyampaikan dengan baik, lawan bicara atau audience pasti akan memahami apa isi dan maksud dari cerita kita.

Sebelum masuk ke materi selanjutnya, kita nyemil-nyemil cantik sambil ngopi dulu.
Sekalian ngobrol-ngobrol juga, supaya suasana terasa lebih renyah *alah, gorengan kali renyah*.

[Nyemil cantik sambil ngobrol]


Selesai coffee break, kelas dilanjutkan dengan beberapa materi lagi.
Setelah materi selesai, langsung praktek deh.
Sama seperti tadi, tiap orang maju ke depan dan menyampaikan ceritanya sendiri, kali ini temanya 'patah hati'.

Lagi-lagi, tidak terbatas pada patah hati sama lawan jenis, tapi ANYTHING.
Ada yang patah hati karena bunga kesayangannya layu dan kena kutu, ada yang patah hati sama kehidupannya, bahkan ada yang patah hati sama sistem BPJS pemerintah yang bukannya bikin praktis dan efisien, tapi malah makin rempong.
Waow! Kalian keren bingits!!!

Aku sendiri waktu itu mengusung patah hati sama temen yang nyebelin, apalagi ketika dia rempong nyuruh-nyuruh married seolah-olah dengan menikah bakal menjamin bahagia dan masuk surga.
Tema ini pernah kuposting juga disini.

Praktek yang kedua ini yang paling grogi, pasalnya DIREKAM, bo!
Setelah direkam, videonya diputar ulang dan langsung dievaluasi, bukan cuma sama kak Theo, tapi sama semua peserta kelas, bahkan temen-temen kak Theo [Halo, Kak Ruri & Kak Natalie!] yang kebetulan ada disitu pun ngasih banyak advise.

Evaluasi kedua ini ternyata menunjukkan hasil yang cukup signifikan, terutama buatku.
Kalau di evaluasi pertama, postur tubuh masih jelek dan kurang membuka diri, kali ini postur tubuh udah lebih baik alias nggak bungkuk dan bahu pun terbuka sesuai porsinya.
Intonasi dan ekspresi pun jadi lebih baik, apalagi waktu cerita soal kekesalanku, semua orang ketawa dan rasa kesalku bisa tersampaikan 

Oiya, kita juga diajak menonton pidato Obama dan Donald Trump, plus ngasih komentar dan membandingkannya.
Dari situ, kita bisa mencontek kelebihan Obama dan Trump saat pidato kenegaraan, dan lebih hati-hati dengan minus point dari mereka berdua.
Memang sih, kita tidak akan melangsungkan pidato kenegaraan atau jumpa pers, da aku mah cuma rakyat jelata, tapi setidaknya bisa jadi referensi ketika nanti bicara di depan banyak orang.

Kelas berakhir sekitar jam 16:00, dan kami poto-poto narsis dulu sebelum berpisah, plus sedikit curcol sama kak Theo.

[Sampai jumpa lagi di lain kesempatan!!!
*Kak Theo : yang pake t-shirt Molucca*]

Bersyukur banget bisa ikut Public Speaking sama kak Theo, dan rasanya pengen nyubit diriku yang sempat galau kemaren-kemaren.
Kelas seseru ini ngapain juga kudu galau, pokonya kalau kak Theo ngadain kelas lagi, definetly KUDU IKUT!



[cerita langsung dari kak Theo bisa dibaca di sini]
Foto dari blog perempuansore




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...