New Workplace

4-Feb-15

Sudah satu bulan aku menempati kantor baru setelah resign dari kantor lama akhir Desember lalu.

Tidak berebeda jauh dengan tempat kerja sebelumnya, dan karena profesiku sebagai Japanese Interpreter & Translator, maka tempat kerja baru pun (lagi-lagi) sebuah perusahaan Jepang.

Bedanya, kali ini aku nggak usah ngurusin Director alias jadi secretary. Kerjaanku betul-betul murni Japanese Speaking.Bedanya lagi, disini aku punya beberapa orang partner yang sama-sama sebagai interpreter, jadinya nggak perlu nangis di pojokan sendiri lagi karena nggak punya temen curhat sesama interpreter seperti dulu.

Mungkin memang sudah dasar dari sifat manusia yang suka membanding-bandingkan sesuatu (terutama membandingkan mantan dan pacar yang sekarang #eeaakk), aku pun cenderung sering membandingkan kantor baruku dengan kantor yang lama.

Di hari pertama aku menginjakkan kaki di kantor yang baru, aku merasakan adanya Culture Shock disini. Apa saja itu? Mari kita bahas satu persatu.

1. Staff Jepang
Staff Jepang di sini (mulai dari Manager, GM, sampai Presdir) nampaknya tipe yang cuek entok [cuek bebek udah terlalu mainstream] 
#pinjem istilah temenku.

Entah mungkin karena di kantor lama aku kebagian ngurus orang Jepang yang streng, keras kepala, gila hormat, tapi disiplin dan mannernya oke, kini ketika aku lihat orang Jepang yang cuek, santey kayak di pantey, seneng becanda, tapi nggak tanggung-tanggung kalo ngamuk, jadinya SHOCK juga. Ada senengnya juga sih, apalagi mereka nggak membuat batas antara atasan dan bawahan, melainkan memperlakukan semua orang sebagai partner kerja.

Plus-nya adalah mereka friendly, ramah dan nggak terlalu kaku saat bekerja, jadi kerjaan pun terasa asik.Minus-nya, justru karena mereka terlalu santey dan cuek, karyawan di bawah mereka pun ikutan cuek dan cenderung suka ngeles. Dan lagi, aku rasa Jepang-jepang di sini tipe yang lebih suka ngasih perintah tapi nggak ngasih cara dan metode yang baik untuk melaksanakan perintahnya, cuma tau beres. Trus, ketika mereka marah pun, ngamuknya nggak nanggung-nanggung (ada sih yang baik dan nggak pernah marah), tapi cuma marah dan ngamuk, udah gitu ngeloyor tanpa ada solusi dan nggak diajarin gimana caranya supaya nggak dimarahin lagi.

2. Staff Indonesia
Seperti disebutkan di atas, staff Jepang di kantor baruku rata-rata pada cuek terutama sama hal-hal sepele. Sayangnya, karena mereka cuek, berimbas pula ke staff Indonesia alias staff lokal yang ada di sini. Nggak peduli sama urusan orang, ketika ditanya atau diminta hal yang di luar kerjaan mereka, nggak mau bantu dan lempar tanggung jawab, nggak peduli dengan hal-hal kecil seperti kebersihan area kerja, kerapihan hasil kerja (bikin tabel excel nggak karuan, bikin power point presentation amburadul, bahkan grafik aja masih lebih bagus mahasiswa tingkat satu^^), sampai manner alias etos kerja pun nggak mereka pikirkan.

Sejauh yang aku perhatikan, mereka nampaknya cuma berprinsip : KERJAAN BERES dan BOS SENANG, nggak peduli dengan hal-hal cemen lainnya.

3. Suasana dan lingkungan kerja
Kalau dilihat dari luar, kantor baruku ini megah, gedung WAH, luas, fasilitas mumpuni dan banyak kelebihan dari segi fisik serta visual-nya. Dari lingkungan kerja pun terlihat lebih santai dan nggak begitu mempermasalahkan hal sepele. Misalnya, meski jam masuk, istirahat, break dan jam pulang sudah ada ketentuan dan ada bel yang mengingatkan kita, tapi kenyataannya semua serba longgar. Misalnya, meskipun bel sudah berbunyi, kalo di kantor yang lama itu kudu udah standby di meja 5 menit sebelumnya, di kantor baru meskipun bel udah bunyi dan aku masih di kantin, mushola atau dimanapun, rasanya sebodo amat. Nyantey aja cuyyy.Selain itu, makan disela-sela kerja pun no problemo. Bahkan ada yang sarapan di depan komputer meskipun bukan waktunya break ato istirahat. Atau mainin hape dan bermedsos ria pun cuek entok aja mereka.

Aku yang biasanya segala dilarang, ketika pertama kali ngeliat semua itu langsung melongo dan geleng-geleng kepala.

4. Bisnis manner (Etos kerja)
Perbedaan yang paling mencolok adalah Bisnis Manner yang amat sangat kurang diterapkan.
Kalo di tempat lama tiap pagi itu kudu ucapin selamat pagi ke setiap orang yang ada di situ, plus pulangnnya nggak boleh kelewat kudu absen, ditambah cara angkat telepon, cara masuk ke toilet, cara pake kantin pun aturannya seabreg, di tempat baru BEDA.

Di sini sama rekan kerja di meja sebelah pun cuek-cuek aja, kalo inget bilang selama pagi, kalo ngga inget yowis capcus deh. Apalagi kudu ngucapin salam ke setiap orang, mungkin bakal diketawain. Pas pulang pun, ya pulang aja. Kagak usah pamitan. Emang situ emak gue, pake pulang aja pamitan. Emang situ mau minta ongkos pulang, pake pamitan segala. Mungkin kayak begitulah.

Yaa, ada sih beberapa yang menerapkan manner dengan baik, dan itu rata-rata orang baru. Kalo orang-orang lama, bahkan manager sekalipun, mungkin yang namanya manner adalah prioritas kesekian.

Kalo di kantor lama, ada karyawan yang kelakuannya kayak gitu, besoknya pasti langsung dipanggil ke pojokan buat interogasi HRD dan bakalan jadi black list untuk waktu yang tidak terbatas. Haha.

5. 5S
Kalo yang pernah kerja di perusahaan Jepang mungkin sudah tidak asing dengan istilah 5S, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Itu adalah 5 dasar penting yang isinya kurang lebih adalah pemilahan benda-benda yang diperlukan dan tidak diperlukan, kerapihan, kebersihan, pembiasaan, dan disiplin. Orang Jepang amat sangat bawel soal 5S ini, baik di tempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari.

Aku yang dididik (tepatnya dipaksa, tapi jadi kebiasaan baik juga sih, jadi bermanfaat banget lah buatku^^) selama 4 tahun lebih di sebuah perusahaan yang amat sangat ketat soal 5S ini, begitu pindah ke tempat baru yang 5S-nya kurang diterapkan, langsung bengong dan kadang kesel juga.

Gimana nggak, orang-orang di tempat baru ini amat sangat cuek dengan kebersihan dan kerapihan. Contoh kecil adalah ketika di tempat ibadah disediakan rak sepatu, mereka teuteuup aja nyimpen sepatu berantakan dan bertebaran dimana-mana. Mending kalo itu sepatu wangi, hoeeekk bau jempol semuaaa. Bahkan ketika ada sampah di area mushola, nggak ada satupun yang mungut atau peduli. Padahal itu tempat ibadah yang notabene-nya untuk menghadap Tuhan, tapi kebersihan dan kerapihannya amburadul. Lalu, ketika di kantin lagi makan siang, meja yang mereka pakai setelah makan berserakan bekas makan mereka, kotor, banyak remah-remah dan jorok. Begitu orang berikutnya mau pake, jadinya malesin kan. Satu lagi, di toilet udah jelas-jelas ada tempat sampah disediain, eehhh itu tissue dibuang di lantai atau di atas westafel. Apa susahnya sih ngebuang tissue ke tempat sampah? Tempat sampahnya ada di depan mata juga, nggak perlu pake naek angkot buat buang sampah kan, kakaksss??!! 
#lempar tong sampah

Lalu, ketika ada toilet yang jelas-jelas terpampang secara nyata di depan pintu ada tulisan GUEST TOILET, dengan lempengnya karyawan-karyawan itu pake toilet, dan ketika ada tamu yang mau pake, nggak bisa alias kudu ngantri.

Hadeuhhh. Malu-maluin.

Oke, mungkin aku terlalu berlebihan, pasti ada yang bilang, "Itu kan cuma sepele, ngapain sih diributin."

Memang, sepele dan nggak usah diurusi, yang penting kerjaan beres dan salary lancar tiap bulan, kan?

Tapi menurutku,Kalo hal sepele seperti itu saja nggak bisa diperbaiki, gimana kita bisa memperbaiki hal-hal besar di sekitar kita?

Kalo buang tissue toilet aja belum becus, gimana kerjaan bisa becus?
Kalo ngebedain Guest Toilet dan Staff Toilet aja nggak bisa, gimana bisa ngebedain hal baik dan hal jelek?
Kalo nyapa dan senyum sama rekan kerja aja nggak bisa, gimana kalo harus bicara dan presentasi di depan orang banyak atau di depan petinggi-petinggi perusahaan nanti?

Sebetulnya masih banyak sih perbedaan dan culture shock yang ada di tempat baru ini. Tapi kayaknya cukup sekian dulu lah. Bisa-bisa keburu emosi kalo semua dijabarin :)

Sebetulnya, kantor baruku ini amat sangat bonafid dan berpotensial tinggi, sayangnya etos kerja dan disiplin mereka amat sangat kurang. Aku ngomong ini bukan cuma pendapatku aja lho, setiap kali diskusi sama partner-partner kerjaku (yang untungnya mereka juga concern dengan etos kerja disini) bahkan dengan Senior Manager HRD (yang juga shock dengan keadaan disini, maklum beliau pun orang baru), mereka pun berpendapat sama^^Well, bukan berarti kantor baruku adanya hal minus melulu, di luar yang disebutkan di atas, after all so good kok. Fasilitas yang bagus dan memadai, katering yang enyaaak, Bos Jepang yang friendly dan suka ngasih coklat, tidak ada aturan aneh dan nggak masuk akal, serta salary yang amat sangat baik buatku [kayaknya yang terakhir yang paling ngaruh deh...hahahaa].

Aku hanya berharap, semoga dengan bekal bisnis manner, disiplin, skill, keterbukaan pikiran dan ilmu-ilmu baik lainnya yang aku dapat di tempat kerja sebelumnya nggak akan pudar bahkan hilang ketika aku bekerja di tempat yang etos kerja-nya masih kurang ini. Aku tidak mau terbawa arus dan menjadi seperti orang-orang lama di sini, aku harus tetap bekerja dengan bekal manner dan disiplin yang kupunya.




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...