Hari itu dua orang temanku, sebut saja Nana dan Jeni berencana pergi ke rumah sakit untuk menengok temannya yang sedang dirawat.
Dan berangkatlah dua orang sahabat itu menuju ke salah satu rumah sakit yang berada di kota Bandung. Hari itu tdak ada sedikitpun firasat atau rasa curiga dari mereka berdua saat pergi ke rumah sakit. Mereka nampak ceria dan terkadang menikmati perjalanan sambil bercanda, layaknya dua orang sahabat perempuan.
Setibanya di rumah sakit, Nana langsung menghubungi temannya yang sedang sakit itu dan menanyakan ruang ia dirawat. Lalu, mulailah mereka berdua mencari tempat temannya itu dirawat. Dan karena rumah sakit tersebut adalah rumah sakit pusat yang sangat besar, tentunya ruang-ruang perawatan dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan jenis-jenis penyakitnya. Ada bagian bedah, penyakit dalam, jantung, anak, kejiwaan bahkan kamar mayat.
Hmmm, mungkin yang terakhir itu cukup membuat kita bergidik.
Karena rumah sakit tersebut sangat luas, Nana dan Jeni mulai kebingungan. Mereka bolak-balik dari gerbang ke ruang perawatan satu ke tampat lainnya. Begitu seterusnya. Hingga memakan waktu satu jam, namun ruang perawatan tempat temannya dirawat itu tidak ditemukan juga.
Dan anehnya, saat mereka memperhatikan sekeliling rumah sakit, keadaan sekitar sangatlah sepi. Tidak ada seorang pun disana, padahal hari masih siang. Biasanya memang rumah sakit sepi dan tenang, tapi mereka pikir saat itu terlalu tenang. Tidak ada seorang pun atau seekor kucing pun yang tampak.
Akhirnya setelah lelah berkeliling rumah sakit, Nana berbicara pada Jeni, "Jen, ke toilet dulu yuk!? Aku pengen pipis nih. Dari tadi jalan-jalan terus, aku udah kebelet." Dan Jeni pun mengiyakan. Untunglah, tidak beberapa lama, mereka menemukan toilet di pojokan. Setelah selesai, mereka berdua pun keluar dari toilet. Tapi, saat mereka keluar, mereka melihat sekeliling rumah sakit menjadi ramai. Tidak seperti tadi, kini suasana rumah sakit terlihat seperti rumah sakit pada umunya. Ada orang yang antri di loket, suster yang lalu lalang, orang-orang sedang makan di kantin dan berbagai macam kesibukan layaknya di rumah sakit.
Walaupun masih agak bingung, tiba-tiba Jeni mempunyai ide. "Na, gimana kalau kita tanyakan ruang perawatan itu ke orang-orang? Ke perawat atau pegawai rumah sakit mungkin? Mereka pasti tahu." Dan Nana pun setuju. Lalu mereka melihat seorang pegawai rumah sakit dan langsung bertanya."Permisi, pak. Kalau ruang perawatan ini dimana ya?", tanya Nana sambil menyodorkan secarik kertas.Tapi, orang yang ditanya hanya diam saja sambil terus menyusun berkas-berkas yang ia bawa. Nana pikir mungkin bapak itu sedang sibuk jadinya tidak menyadari kehadiran mereka. Akhirnya mereka pun mencoba untuk bertanya pada orang lain.
Tapi anehnya, setiap kali mereka bertanya atau menyapa orang-orang yang ada di situ, tidak satupun yang menjawab. Bahkan mereka seperti tidak merasakan keberadaan kedua sahabat itu."Permisi, Bu..", tapi yang disapa sama sekali tidak bereaksi."Maaf Teteh, boleh ganggu sebentar? Teteh bisa dengar saya? Saya di sebelah teteh?", tapi tetap saja orang-orang seperti tidak merasakan keberadaan mereka.
Semakin lama Nana dan Jeni pun menjadi panik. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tadi mereka tidak sudah tersesat selama 1 jam, dan tidak menemukan siapapun di rumah sakit itu. Dan sekarang, saat mereka bertemu dengan banyak orang, sepertinya keberadaan Nana dan Jeni tidak disadari siapapun. Jeni yang sudah hampir putus asa menahan air matanya dan berkata, "Na, gimana donk? Kok jadi aneh begini?"Nana pun menjawab, "aku juga nggak ngerti. Gimana donk? Aku takut nih." Selama beberapa saat mereka terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya Nana pun memecah keheningan, "Jen, gimana kalau kita berdoa aja yuk? Aku nggak bawa al-quran dan mukena, soalnya aku lagi dapet, tapi kita coba berdoa aja semampu kita."Jeni pun setuju. Mereka pun lalu berdoa semampu mereka memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa. Setelah beberapa saat mereka berdoa, tiba-tiba Nana merasa ingin ke toilet lagi, "Jen, ke toilet lagi yuk. Gara-gara tadi panik, aku jadi pengen pipis lagi. Kita ke toilet yang tadi lagi, tuh nggak jauh kok." Dan Jeni pun mengangguk tanda setuju.
Tidak beberapa lama mereka pun menemukan toilet yang tadi mereka masuki. Lalu kedua orang itupun langsung masuk. Beberapa saat kemudian, ketika mereka keluar dari toilet, tampak suasana di luar tidak berubah. Masih seperti tadi, suasana kesibukan di rumah sakit seperti biasanya. Karena mereka masih berpikir bahwa orang-orang sekitar masih tidak menyadari kehadiran mereka, Nana dan Jeni pun terus berjalan sambil terus berdoa. Tiba-tiba dari belakang terdengar suara yang mereka kenal."Jeni !! Nana!! Heeiiii!!"
Mereka berdua pun serentak menoleh dan mencari asal suara tersebut. Mereka melihat seorang perempuan berlari memanggil mereka. Semakin dekat, sosok perempuan itu semakin jelas. Dan ketika sosok itu semakin jelas, muncul seberkas senyum di wajah mereka berdua."Itu Anita!!", Nana setengah menjerit kegirangan melihat temannya."Nana, Jeni, kalian ini mau kemana? Kamar perawatannya kan disebelah sana.", Anita menjelaskan sambil menunjuk ke arah berlawanan saat kami sedang jalan tadi."Nit, kamu.... bisa lihat kita? "Jeni seakan tidak percaya dan menatap lekat-lekat sahabatnya itu."Idiiiihhh, kamu ngomong apa sih, Jen? Jangan nakutin ah, ya iyalah aku bisa lihat kalin. Orang segede gini masak nggak kelihatan", seru Anita yang hanya dibalas Jeni sambil nyengir. Lalu Jeni dan Nana pun mengikuti Anita menuju ruang perawatan sambil saling berpandangan.
Ketika mereka hampir tiba di ruang perawatan, tiba-tiba Jeni berkata, "Eh, Na.. Tadi kita kan udah lewat ke sini berkali-kali. Kok nggak nemu juga yah ruang perawatannya?", Nana pun mengiyakan, "Iya. Aku juga ingat. Tuh, gedung yang itu kan? Tadi kita lewat sini...""Kalian ngomong apa sih? Kalau kalian tadi lewat sini berkali-kali, aku pasti akan lihat kalian. Soalnya dari tadi aku nunggu kalian di pintu masuk ruang perawatan. Terus, karena kalian nggak datang juga, akhirnya aku mencari-cari kalian." Anita menatap mereka berdua dengan heran."Tapi bener, kok. Tadi kita cari-cari ruang perawatan dan lewat ke sini berkali-kali. Terus kita juga pergi ke toilet di ujung sana. " ucap Jeni sambil menunjuk ruangan di pojok."Iya. Kita keliling-keliling hampir 1 jam. Terus ke toilet itu sampai 2 kali." Nana menambahkan."Toilet? Toilet yang mana?", Anita mencari-cari toilet yang mereka berdua maksud, "Toilet apaan? Disana nggak ada apa-apa. Tuh, lihat. Disana cuma ada kolam dan taman. Kalian salah tempat kali."Dan saat Nana serta Jeni memastikan tempat yang mereka pikir toilet itu, ternyata memang tidak ada apa-apa. Hanya kolam dan taman. Nana dan Jeni hanya bisa bengong. Terus tadi itu kita pergi ke mana? Mereka bertanya-tanya dalam hati."Makanya kalau mau pergi baca doa dulu. Apalagi kalau lagi dapet, katanya gampang kena...Hihiiiiiiii..." Anita terkekeh ketika melontarkan candaannya.
Tapi bagi Nana dan Jeni itu bukanlah candaan. Mereka berdua hanya bisa menghela napas. Mereka pun masih tidak mengerti apa yang sebenarnya telah mereka alami tadi. Entahlah. Apakah memang ada "sesuatu" yang sedang mempermainkan mereka atau apapun itu.
Mereka kini bisa bernapas lega karena semua itu telah berkahir."Na, untung kita pergi berdua, ya?! Nggak kebayang kalau tadi aku cuma sendiri...." Jeni bergidik ngeri."He-Eh..." Nana sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.
*based on true story*
No comments:
Post a Comment