Disclaimer : cerita ini hanya fiksi, nama-nama tokoh di dalamnya dapet minjem dari nama-nama temenku :)
Rak-rak minuman dan makanan itu seperti sedang menatapku, memerhatikanku dan mengawasi setiap gerak-gerikku. Kudorong trolley yang hampir tak berisikan apapun itu, hanya dua box coklat dan biskuit yang tadi kuambil dari rak.
Jam di ponselku menunjukkan pukul 09.30.
Supermarket yang sedang kujelajahi itu baru buka 30 menit yang lalu. Masih sepi, pikirku.
Aku pun beringsut menuju rak perlengkapan rumah tangga. Gelas plastik yang kuperlukan ternyata letaknya di deretan paling atas. Dengan tinggi badan hanya 151 cm aku tak bisa meraih benda yang kuinginkan itu. Jinjit pun percuma, tanganku tidak bisa menyentuhnya. Melirik kanan-kiri, berharap ada pegawai supermarket yang bisa kumintai tolong.
Masih belum menyerah, aku pun melompat-lompat kecil berharap gelas plastik incaranku kini bisa kuraih.
Nihil.
Nihil.
Ketika sekali lagi tanganku mencoba meraihnya, kurasakan ada seseorang berdiri di belakangku dan membantuku mengambilkan gelas plastik itu. Bajunya menyentuh kepalaku, terasa napasnya di rambutku. Seseorang yang tingginya kurang-lebih 180 cm, dengan tangan yang besar meraih gelas plastik yang dari tadi coba kuambil. Mungkin pegawai supermarket yang melihatku kesulitan dan ia mencoba membantu.
Tanpa melihat wajahnya, aku langsung berbalik dan membungkukkan badanku, "Terima kasi..."
Aku tak meneruskan kata-kataku ketika melihat siapa yang sudah mengambilkan gelas plastik barusan.
"Hai! Aku tadi lihat kamu, jadi kuhampiri saja." katanya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapih.
Aku tak meneruskan kata-kataku ketika melihat siapa yang sudah mengambilkan gelas plastik barusan.
"Hai! Aku tadi lihat kamu, jadi kuhampiri saja." katanya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapih.
Aku hanya terdiam dan memaksakan diri tersenyum sambil buru-buru memasukkan gelas plastik dan mendorong trolley belanjaanku menjauh darinya.
"Kok nggak bilang kamu pulang ke Bandung?", dia seakan tidak memedulikan aku yang buru-buru menjauh darinya.
"Memangnya aku mau pergi kemana, harus lapor ya?", jawabku ketus tanpa menoleh sedikitpun.
"Dih, ngambek. Haha. Ya nggak lah, kan biasanya juga kamu SMS kalo mau pulang ke Bandung."
Dia tetap membuntutiku mengelilingi supermarket meski aku memasang muka masam di hadapannya dan menjawab pertanyaannya dengan ketus.
"Wooii, kemana aja lu, Di? Kita nyari-nyari tau!", sebuah suara asing memanggil-manggil cowok yang sedang membuntutiku itu.
Aku mencari asal suara dan kulihat sekelompok cewek dan cowok sedang menghampiri kami.
3 orang cewek dan dua orang cowok, total 6 orang jika ditambahkan dengan Aldi yang sedang berdiri di sebelahku. Dari penampilan mereka yang stylish, gadget canggih di tangan dan gaya bicara, aku yakin mereka dari kalangan berada. Mungkin anak-anak dari pengusaha kaya atau para pejabat.
"Sori, sori, tadi cari-cari makanan dulu, eh ketemu temen. Kenalin nih...." aku langsung menjauh meninggalkan mereka ketika Aldi akan mengenalkanku dengan teman-temannya yang tidak menarik minat bagiku. Aku memang tidak terlalu suka bergaul dengan kalangan atas yang selalu mementingkan pakai baju apa, bawa gadget merk apa ataupun apa tongkrongan mobilnya.
Belum sempat aku mendorong trolley-ku menjauh dari mereka, Aldi dengan cepat menarik tanganku.
"Apaan, sih?", aku mendelik sambil setengah berbisik.
Tapi Aldi tidak menggubrisku, "Ini temenku, tadi kebetulan ketemu. Oiya, kalian duluan aja aku ada perlu sama temenku."
"Hah?!!", aku melotot.
"Yaahh, nggak rame donk kalau lo pergi, Di. Ayolaahh, lo kan jarang-jarang maen sama kita.", salah seorang dari kelompok anak orang kaya itu merajuk.
"Sori, sori. Yuk ah, Bye.", seperti tidak memedulikan rengekan teman-temannya, Aldi menarik tanganku dan mendorong trolley-ku menjauh dari mereka.
"Apaan, sih?! Kenapa kamu ngikut-ngikut aku?", kulepaskan tangan Aldi dan kuseret trolley menjauh darinya.
"Bukannya kamu lagi main dengan teman-teman borjuis-mu itu. Pergi aja sana!" sikap sarkasmeku muncul.
Mungkin cowok satu ini tidak pernah mengindahkan sarkasme yang kulontarkan, atau dia tidak mau ambil pusing, entahlah.
Aldi hanya meringis sambil menggaruk-garuk kepala.
Setelah seluruh belanjaanku kubayar di kasir, aku pun segera mengangkat dua kantung plastik besar menuju pintu keluar Supermarket.
"Sini, aku bawain." Aldi merebut kantung belanjaanku.
"Nggak usah, ringan kok." aku menjawab datar.
"Kamu mau kemana? Langsung pulang kan? Mobilku ada di parkir basement." Aldi menawarkan dengan tulus.
"Aku bawa motor. Maaf ya, aku bukan cewek manja yang minta dianter-anter kemanapun." aku pun pergi meninggalkan Aldi yang hanya memandangku hingga hilang dari pandangannya.
No comments:
Post a Comment