Tulisan ini aku buat bukan untuk menyudutkan suatu kelompok, orang, agama atau negara.
Tapi hanya sebagai ajang sharing dari pengalaman pribadiku.
Sebetulnya judul di atas adalah sebuah pertanyaan yang terlontar dari bosku di kantor.
Aku bekerja di sebuah perusahaan Jepang sebagai penterjemah, dan bosku adalah orang Jepang asli yang sudah bertahun-tahun tinggal di Indonesia. Dia bisa berbahasa Indonesia dengan cukup fasih, walaupun terkadang pelafalannya agak aneh^^
Suatu hari, saat sedang mengerjakan terjemahan, tiba-tiba bosku yang duduk di sampingku bertanya."Hei, saya mau bertanya. Tapi mungkin tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Boleh ganggu?" Dan aku pun mengangguk tanda mengiyakan.
"Apa?"
"Saya sering berpikir, dan sering memperhatikan orang-orang Indonesia, kenapa ya mereka kalau pakai jilbab kok seperti nanggung...."
"Nanggung gimana, bos?"
"Yah..bagaimana menyebutnya ya? Hmmm, seperti setengah hati begitu."
"Setengah hati?", tanyaku sambil mengerinytkan dahi."Iya. Saya sering memperhatikan perempuan islam yang memakai jilbab. Saat mereka di kantor atau di sekolah, mereka pakai jilbab. Tapi saat mereka bermain, jalan-jalan atau santai dengan teman-temannya, kok jilbabnya dilepas? Saya waktu pertama lihat kaget juga. Dan setelah saya tanyakan pada beberapa orang teman Indonesia saya, mereka pun setuju. Banyak yang pakai jilbabnya hanya setengah-setengah."
Aku cuma terdiam."Mungkin saya sebagai orang asing memang tidak begitu paham soal islam dan semua peraturannya. Tapi, yang saya tahu kalau perempuan itu pakai jilbab kan untuk menutupi badan dan rambutnya. Bahkan seharusnya jilbab yang dipakai itu yang lurus (tidak ada lekuk tubuh). Tapi yang saya perhatikan di Indonesia, kok yang pakai jilbab masih terlihat berkesan seksi dan lekuk tubuhnya terlihat jelas. Terus, kalau memang jilbab dipakai untuk menutupi, kenapa hanya di kantor atau di sekolah saja jilbabnya diapakai. Waktu main, mereka melepas jilbabnya? Kenapa tidak seterusnya saja jilbabnya dipakai? Saya jadi bingung."Aku hanya bisa bengong mendengar pendapat si bos."Apakah mereka memakai jilbab hanya untuk ke kantor atau sekolah, apakah mereka ingin mempunyai image bahwa dengan memakai jilbab menjadikan mereka rapih dan terlihat sebagai perempuan baik-baik?
Kalau begitu, mereka menutupi badan (aurat) hanya di kantor dan sekolah saja, donk?? Kalau diluar tidak perlu, begitukah?"
"Hmmm, menurut saya mungkin begitu bos. Terkadang image orang yang pakai jilbab itu terlihat sopan, rapih, cewek baik-baik, kebanyakan sih begitu"Bosku pun bertanya lagi, "Eh, begitukah? Berarti mereka pakai jilbab karena ingin dinilai begitu? Terus kalau sedang main dengan teman-temannya, mereka pun merasa bebas lantas melepas jilbabnya?"
Aku semakin mengerutkan dahiku dan berpikir keras mencari-cari jawaban yang pas untuk bosku itu. Belum sempat aku mengeluarkan pendapatku, si bos udah tanya lagi."Eh, kalau pakai jilbab itu atas dasar apa, sih? Apakah mereka pakai jilbab karena disuruh orangtuanya, karena sudah menikah, atau hanya ikut-ikutan temannya?"
"Macam-macam", aku sudah pusing harus menjawab apa."Ada yang memang disuruh orang tua. Ada juga yang memang karena dia sudah menikah, lantas merasa harus pakai jilbab. Tapi tidak sedikit juga yang pakai jilbab karena kesadaran mereka sendiri. Karena mereka merasa pakai jilbab adalah kewajiban sebagai orang islam.""Oooohhhhh...", bosku cuma bisa ber-oh.
"Tapi ada juga loh yang pakai jilbab karena ikut temannya", kataku menambahkan.
"Eeehhh.... Kenapa?""Hmm, bagaimana ya? Misalnya begini bos, ada 5 orang cewek dalam 1 grup pertemanan. Nah, 4 orang dari mereka itu semua pakai jilbab. Hanya 1 yang tidak. Sebetulnya keempat temannya itu tidak menuntut 1 orang yang tidak pakai jilbab itu harus pakai. Mereka tetap berteman seperti biasanya. Tapi, terkadang 1 orang yang tidak pakai jilbab itu merasa kalau dia seperti bukan bagian dari kelompoknya, hanya karena ia berbeda dari teman-temannya. Lalu, biasanya 1 orang yang tidak pakai jilbab itupun mulai memakai jilbab karena ia ingin dianggap sama seperti keempat teman lainnya."
"Benar juga yah. Terkadang manusia tidak mau dianggap berbeda dalam 1 kelompoknya."
"Tidak hanya dalam pertemanan, pekerjaan atau dalam suatu komunitas ada juga yang seperti itu. Tapi, yah tidak semua orang begitu. Ada juga yang memang dari awalnya ia hanya ikut-ikutan pakai jilbab, tapi lama-kelamaan ia pun mulai sadar betapa pentingnya memakai jilbab. Ada juga yang memang dari kesadaran sendiri."
"Hoooooo...menarik juga yah. Pantas saja ketika acara piknik kemarin, banyak sekali karyawan yang lepas jilbabnya. Saya kaget dan hampir tidak mengenali mereka. Ternyata kalau sedang tidak di kantor mereka banyak tidak pakai jilbab. Eh, misalnya nih.. suatu hari ada acara karaoke di luar kantor, terus saya tanya pada salah satu karyawan, apakah dia nanti mau pakai jilbab atau tidak saat pergi ke karaoke?... Kira-kira boleh tidak bertanya seperti itu?"
"Eh??!! Hmmm, lebih baik jangan ditanyakan deh, bos", aku menggeleng-geleng."Kenapa?" dia keheranan
"Mungkin terdengar sepele, tapi menurut saya di sini hal tersebut cukup sensitif dan sangat pribadi.""Walaupun kepada sahabat?""Iya. Walaupun sudah akrab, tapi hal tersebut bersifat sangat pribadi dan merupakan urusan masing-masing. Bisa-bisa teman anda itu nanti tersinggung dan merasa kalau anda sedang menyindirnya."
"Walaupun hanya bercanda?""Apalagi bercanda! Sangat tidak disarankan, bos. Malah akan terkesan anda meremehkannya. Dia akan berpikir anda mengejek caranya berpakaian, terutama soal jilbab. Hal tersebut cukup sensitif."
"Jadi harus bagaimana?"
"Yah, tidak harus gimana-gimana. Itu kebebasan mereka. Kita tidak berhak ikut campur."
Dan bosku hanya bisa mengangguk-ngangguk."Eh, saya rasa hal yang kita bahas ini menarik juga. Bagaimana kalau anda buat penelitian atau seperti sebuah skripsi untuk membahasnya?", tiba-tiba si bos memberikan saran padaku."Haaaaahhhhhh...??!! Penelitian? Buat apa bos? Aku nggak tertarik. Ribet ah! Ini kerjaan aja udah numpuk.. Mau ditambah lagi? Gajinya nambah nggak?"
"Hahaahahahhaa.... tapi buat saya itu menarik lho."Aku cuma bisa nyengir, "Ya udah, bos aja yang bikin skripsinya.""Mana bisa. Saya kan bukan orang islam, tidak paham soal islam juga. Anda kan islam, lebih paham."
Aku tidak menjawab pendapat bosku yang terkahir itu. Dan mulai melanjutkan pekerjaanku. Si bos pun kembali ke pekerjaannya semula.
Hmmm... dari percakapan kami di atas, aku tahu sebetulnya bosku tidak puas dengan jawabanku. Tapi aku tidak berani menjawab macam-macam. Takutnya salah ngomong, nanti di salah kaprah lagi. Bahaya, kan?
Dan lagi, bosku itu orangnya selalu pengeeeeennnnnnnnnnnn tau. Want to know ajah deh. Pokoknya kalau dia menemukan sesuatu yang tidak biasa atau yang berbeda dari budaya di negeri asalnya, dia pasti tanya macam-macam padaku. Kadang aku juga bingung harus jawab gimana. Tapi, terkadang menarik juga mungkin membahas hal-hal di sekitar kita, apalagi dengan orang asing.
No comments:
Post a Comment