[Slice of Life] : pohon maple dan cemara yang sedikit basah

Seorang teman kuliah yang “berjasa” mengenalkan aku dengan Arashi tiba-tiba mengabarkan kalau dia lagi di Jepang.
Entah karena dia memang lagi berlibur atau ada tujuan lain, yang pasti dia lagi di Jepang.
Anehnya dia tidak mengabarkan apapun sebelumnya, tahu-tahu sudah ada di Jepang.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan bertemu sahabat, aku pun janjian dengannya di suatu restoran/café.

Sebuah tempat yang bernuansa kental dengan adat tradisional Indonesia, mungkin lebih ke Jawa atau Bali, adalah tempat yang kami pilih untuk janjian ketemuan.
Tempat itu berupa sebuah rumah berukuran sedang, dengan beberapa kursi dan meja untuk para pelanggan seperti kebanyakan restoran pada umumnya. Kursi dan meja semua terbuat dari kayu jati seperti yang sering kita lihat di rumah-rumah tradisional ala Jawa.
Di dalam restoran itu banyak sekali tanaman yang menghiasi ruangan, dan hampir semua tanaman yang sering ditemui di halaman rumah di Indonesia.

Saking banyaknya tanaman hias, bahkan untuk lewat dan duduk pun agak susah.
“Restoran macam apa ini, mau duduk aja susah, banyak tanaman ngalangin lagi”, keluhku dalam hati sambil menggeser salah satu kursi agar aku bisa duduk.

Setelah mendapatkan posisi duduk yang nyaman, aku pun langsung membuka-buka buku menu yang tersedia di meja.
Entah makanan apa yang waktu itu kupesan, aku tidak begitu ingat, aku langsung memanggil pramusaji dan menyebutkan beberapa nama makanan yang kupesan.

Karena makanan yang kupesan tak kunjung datang, dengan penasaran aku langsung menuju dapur dan mengatakan kalau pesananku belum datang, dimana aktivitas ini amat sangat aneh dan biasanya tidak kulakukan.
Selama apapun pesanan kita tidak datang, seumur hidup aku belum pernah sampai menyusul ke dapur untuk memastikan pesanan :D
Di dapur kulihat satu orang wanita yang usianya sekitar 60an sedang memasak dan seorang pria usia 40an yang sedang menyiapkan sebuah sajian masakan berkuah.

Setelah menyampaikan keluhanku, aku pun kembali ke tempatku semula, dan lagi-lagi mengalami kesulitan untuk menggeser tempat duduk karena banyaknya tanaman hias di sekeliling.
Anehnya, meski saat itu harusnya aku janjian dengan temanku, tapi aku belum melihat dia di sekitar tempat dudukku.
Lagi-lagi karena penasaran, aku berjalan mengelilingi ruangan restoran dan menemukan temanku sedang duduk sendiri di meja lain yang arahnya berlawanan dengan tempat dudukku.

Kulihat dia seperti sedang membaca novel, dan tersenyum ketika melihatku menghampirinya.
“Mending duduk sebelah sana aja yuk, di tempatku. Kita bisa sekalian ngobrol daripada duduk misah gini”, ajakku.
Sebuah percakapan yang menurutku aneh, karena seharusnya dari awal kita duduk bareng karena memang dari awal kita janjian ketemuan.
Tapi kenapa masing-masing duduk terpisah, padahal tidak sedang musuhan.

Tanpa mengatakan apa-apa, temanku beranjak dari kursinya dan tersenyum sembari mengekor di belakangku menuju tempat dudukku.
“Tadi aku udah mesen, tapi karena belum datang juga, aku susulin ke dapurnya, kayaknya mereka masih repot nyiapin makanan. Kamu juga pesen aja dulu”, ucapku selagi berjalan menuju tempat dudukku.

Temanku lagi-lagi hanya tersenyum dan mengangguk tanpa berkata sepatah katapun.

Setelah itu, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.

Karena tiba-tiba sekelilingku berubah, yang tadinya sebuah restoran aneh kini menjadi sebuah ruangan terbuka.
Aku berdiri di suatu tempat terbuka yang di sekelilingnya tumbuh banyak pohon maple dan cemara.
Pohon-pohon maple itu daunnya sudah berubah warna menjadi kuning kemerah-merahan pertanda kalau saat itu adalah musim gugur.
Pohon-pohon cemara dan rerumputan di sekelilingnya nampak sedikit basah, pertanda kalau beberapa saat yang lalu hujan turun.

Aku sedang di Jepang, pikirku.
Tidak tahu apa yang membuatku berpikir seperti itu, tapi dengan suasana dan pemandangan di sekelilingku saat itu, aku yakin kalau aku berada di Jepang.
Selama beberapa saat aku hanya berdiam diri, memandangi pohon maple dan cemara di sekelilingku dengan udara yang sedikit berkabut di depanku.

Panggilan seseorang dari kejauhan membuyarkan lamunanku.
Ketika aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggil, rupanya Ibu yang ada di belakangku.
Lagi-lagi entah karena apa dan kenapa, Ibuku kebetulan sedang berada di Jepang, yang tentunya akan sangat aneh karena jangankan pergi ke Jepang sendiri, passport saja belum bikin.

Aku hanya berdiri mematung sambil menunggu Ibu mendekat ke arahku.
Ibu cerita kalau dia sedang jalan-jalan sambil mengambil foto. Tapi sayangnya, karena jalan-jalan sendiri ia tidak bisa mengambil fotonya sendiri, karena Ibuku bukan anak 4L4Y yang jago selfie.

Sambil mendengarkan cerita Ibu, aku mengambil telepon genggamku dari saku dan mulai memotret Ibu dengan latar pemandangan pohon maple dan cemara yang sedikit basah.
Setelah puas memotret, kami pun berjalan berdua menelusuri pepohonan.
Katanya Ibu ingin mengunjungi tempat tinggalku, tapi aku diminta pergi duluan karena beliau mau membeli sesuatu dulu di minimarket.

Aku pun pulang duluan ke apartment dan sedikit terkejut menemukan apartmentku jauh dari bayanganku semula.
Tempatnya sempit, agak kotor dengan banyaknya baju dan jemuran menggelantung dimana-mana, yang membuatku sibuk membereskan seisi kamar dengan buru-buru karena tidak mau Ibu melihat tempat tinggalku yang menyedihkan seperti ini.

Memang sih, apartmentku yang sekarang tidak bisa dibilang mewah dan gorgeous #HALAH,
tapi tentunya tidak sebuluk dan semenyedihkan yang kulihat sekarang.
Minimal kamarnya cukup luas untuk ditempati beberapa orang, dengan kasur dan meja yang rapih tertata tanpa adanya jemuran yang berserakan dimana-mana.
Selagi membereskan baju yang berserakan, aku melihat Ibuku sudah ada di depan pintu.
Kubukakan pintu untuknya agar ia bisa masuk.
Tanpa berkata apapun, Ibuku masuk ke dalam apartment.

Sambil masih membereskan baju, aku bertanya pada Ibu, “sampai kapan di Jepang?”
“Besok pulang”, jawabnya pendek.
Aku langsung menunjukkan ekspresi kecewa.
Padahal baru beberapa saat yang lalu aku bisa bertemu dan ngobrol dengan Ibu, tapi besok ia harus pulang.
Ibu bilang sudah seminggu ia disini dan harus kembali karena ada pekerjaan.

Rasanya aneh, sudah seminggu di sini tapi kenapa baru sekarang kami bisa bertemu?
Apakah karena aku terlalu sibuk bekerja sehingga selama seminggu kemarin ia melewati waktunya di Jepang seorang diri tanpa sempat kutemani?
Padahal kalau tahu Ibu akan ada di sini selama seminggu, aku pasti akan meninggalkan semua pekerjaanku dan menemaninya.
Apalagi ia sampai jauh-jauh ke Jepang.

Rasanya aneh
dan sedih.


Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Entah Ibu benar-benar kembali, entah kami memang benar-benar sedang di Jepang,
dan satu lagi,
entah apa yang terjadi dengan temanku sebelumnya.

Aneh.
Memang, karena semua itu hanya mimpi.
Itu mimpiku tadi malam.

Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, hampir setiap malam aku selalu memimpikan orang-orang dekatku.
Dan dua orang inilah yang paling sering muncul di mimpiku.
Yang anehnya aku selalu bisa mengingat mimpiku dengan jelas, bahkan hingga siang ini semua masih berbekas.
Tidak hanya wajah dan ekspresi mereka, bahkan suasana dan latar pemandangan pun masih teringat dengan jelas.

Iya.
Aku rindu kalian.
Aku ingin bertemu dengan kalian.
Aku ingin pulang, meski hanya sebentar.
Apalagi ketika tadi malam kucek harga tiket pesawat yang makin mahal seiring semakin dekatnya akhir tahun.
Aku semakin ingin pulang.

Akhir tahun ini nampaknya kemungkinan bisa pulang makin kecil.
Rasanya sedih ya, mau pulang ke rumah pun susah.
Nasib anak rantau 😅




No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...