[Slice of Life] : Virus!

Beberapa waktu yang lalu, ada tamu dari Jepang datang ke kantorku, dalam rangka technical support untuk pengembangan suatu sistem baru di perusahaan, sebut saja namanya Mr. Sakai.
Orang Jepang yang datang kali ini udah bapak-bapak, mungkin usianya sekitar 50an keatas.

Karena kali ini bukan job desk-ku buat jadi penterjemah beliau, jadinya aku juga nggak terlalu kenal.

Di suatu meeting pagi, salah seorang director Jepang menginformasikan kalau Mr. Sakai ini minta dianterin ke rumah sakit, karena dia sakit [yaiyalah] sehingga minta agar HRD meng-arrange driver untuk dia.

Besoknya, lagi-lagi salah seorang director Jepang menginformasikan kalau Mr. Sakai positif terkena infeksi bla bla bla dan virus bla bla bla.
Entahlah, akika masih belum hatam dengan istilah kedokteran, apalagi pake bahasa Jepun.
Intinya sih, Mr. Sakai harus dirawat sampai sembuh betul, dan selama itu dia nggak boleh datang ke kantor.

Pokonya dikarantina di rumah sakit.

Kalau melihat kondisi Mr. Sakai yang masih kuat jalan bahkan meeting, sekilas sih nggak jauh beda dengan flu atau masuk angin biasa, yang kalau aja dia orang Indonesia, mungkin dengan minum tolak angin dan dikerok, plus dikasih teh anget aja udah sembuh dan bablas angine!

Tapi karena orang Jepang amat sangat parno dengan virus, infeksi, kuman dan sejenisnya, maka Mr. Sakai pun diperlakukan bak virus berbahaya yang bakal langsung menular meski cuma bersentuhan sedikit saja, apalagi kalau bukan muhrim.

Masih belum cukup, mobil yang kemarin membawa Mr. Sakai ke rumah sakit harus disemprotkan dengan disinfektan atau anti bakteri atau penyegar udara atau apapun itu namanya.
Jangan lupa, buka jendela mobil untuk memberikan ventilasi agar kuman dan virus pada metong.
Selesai?
Belum.
Driver yang membawa dia dan orang yang pernah berinteraksi langsung dengan dia hingga kemarin harus mencuci baju yang dipakainya sampai BERSIH dan bebas kuman, dan nggak lupa menggunakan masker selama beberapa hari.

Ketika mendengar orang-orang negeri sakura ini rempong dan heboh cuma gegara virus masuk angin ecek-ecek, aku sebagai bersyukur banget menjadi orang Indonesia yang kalo masuk angin atau flu, cukup teh anget, obat warung dan istirahat pun alhamdulillah cepet baikan.

Entah harus senang atau sedih, orang Indonesia kebanyakan terbiasa dengan yang namanya kotor, berdebu, polusi udara dan panas menyengat.
Sehingga ketika ada virus, lingkungan kotor, atau cuaca ekstrem, cukup dengan obat tradisional mereka bisa bertahan [termasuk saya...haha].
Bandingkan dengan orang Jepang, yang notabene-nya amat sangat bersih bahkan terlalu higienis, ketika terkena virus dikit aja, ketika kotor dikit aja, langsung parno dan cepet sakit.

Tidak hanya itu, dari segi makanan pun, Indonesia kaya akan rasa, bumbu dan rempah, mulai dari makanan dengan rasa yang normal standar khas Indonesia, sampai dengan masakan/makanan dengan rasa pedas yang diluar batas normal (keripik pedas, gulai, rendang bahkan bon cabe level 21!), makanan yang berbau khas (cempedak, duren -kalo ini sih buatku malah wangiiii-, ikan asin) dan banyak lagi.
Ketika orang Indonesia memakan makanan dari negara lain, perut mereka sudah terbiasa dengan makanan yang dianggap rasanya ekstrem (baca: pedas) oleh negara lain, sehingga fine-fine aja deh.

Bandingkan dengan Jepang yang baru dikasih nasi padang dikit aja, atau kuah sayur yang sedikit pedas, besoknya langsung mules-mules.
Bahkan seorang staff dari Jepang pernah nggak masuk 3 hari gara-gara cuma makan rendang secuil doank.
Ada juga yang langsung pucat sehabis makan jeruk Bali yang agak asem.
Bahkan ada yang mual ketika habis mencicipi buah salak.

Kesian, padahal rendang itu makanan terenak di dunia, tapi baru secuil aja udah rempong, gimana menikmati makanan Indonesia lainnya? ^^






No comments:

Post a Comment

Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...